[Mohon maaf, untuk saat ini kami belum bisa m
anya. Belakangan, Susan tahu alasan di balik penola
gan itu, napas panjangnya mengandung rasa lega. Sejak awal, ia memang ragu. Andaikan diterim
emi menjaga dirinya dari keletihan, bisa saja murka. T
selalu membawa senyum. Ia mengingat kepercayaan yang mereka rawat seja
an kembali ke rutinitas sederhana menmgurus rumah dan bersosialisasi dengan para tet
terus
a. Betapa tidak, baru beberapa hari lalu ia merasa hidupnya ambyar, akibat insiden dengan Pak Zakir yang
a. Tapi kini, ia mulai melihat semuanya dari sudut pandang berbeda-bahwa kadang, badai dat
an itu. Ia bahkan mulai bisa tersenyum tanpa beban. Dan seolah sem
api bukan itu saja, ia membawa kabar yang membuat mata Susan membulat tak
l penjualan sawah tua yang selama bertahun-tahun terbengkalai dan tak pernah
kepercayaan, tetapi juga bentuk kasih sayang dan penghargaan. "Tabung sebagian ya, Sayang. Sisanya buat
sibuk memilih baju lebaran sambil jajan es krim cokelat. Sudah lama sekali. Kini, dengan restu suami
an dirinya yang telah kuat bertahan. Ia memesan ojek pangkalan untuk mengantarnya sampai prapa
saja. Ia buru-buru mendekati mob
a sendirian, agar lebih aman, katanya. Tapi saat ia masuk s
bak Susan. Lama n
uara itu seperti dilapisi kabut-tipis, tapi
u, rambut sedikit lebih panjang, dan mata yang tetap sa
dalam kabin, udar
perti kebiasaannya saat akan pergi-pergian. Kecuali saat melamar kerja itu, karena memang diminta untuk tidak berk
a Mas bukan orang sini
Saya banyak di mana-mana, M
h percakapan yang ingin ia lontarkan-tentang rasa jijik, amarah, ketakutan. Tapi juga rasa malu. Sebagian dJempolnya lincah mengetik pesan-pesan ringan dengan Aldi, suaminya, yang kebetulan sedang
an berhenti, lalu jalan sedikit. Lalu diam lagi. Sampai akhirnya Susan mengangkat
ke kota. Selalu saja macet...' g
milik kita," celetuk Azam tiba-tiba, seolah memb
saya pengin beli mobil kaya gitu, bisa-bisa
Gak kelihatan
memperlihatkan senyumnya yang ra
ucap Susan sediki
a," balas Azam,
Kali ini matanya lebih terbuka. Ia sempat mengamati lebih detail, tapi buru-bu
u dua minggu juga bisa beli mobil begituan," seloroh Azam
jaga jarak. "Ngawur kamu, Mas. Suami
toar yang kini dipenuhi pedagang kaki lima. Pejalan k
ahunya, malas menanggapi. Ia sudah sering menemui sopir-sopir model begini-
nya membuat telinga
san masih muda, cantik, semangat... saya yakin, b
us suamiku mau ditaruh di mana, Bambaaaang?"
Susan jalan sendirian gini, siapa yang tau? Pasti orang
agak serius. Ada rasa kesal dalam hatinya, dicampur sedi
n. Bukan maksud saya menyinggung. Cuma... kalau saya punya istri sec
sir emosinya. 'Dasar laki-laki. Mau muda mau t
juga, Mas. Masa
lepas ke tempat rame tuh... kayak melepas merak khayangan ke te
enarkan, tapi bibirnya tetap kaku. Pandangannya menerawang jauh ke jalanan kota yang masih saja macet. Hat
serangkaian percakapan yang menyisakan sesuatu. Susan tak t
mobil bagus dalam waktu sin
mah sama aja bohong," jawab Susan santai, walau dalam hati ag
a info menarik nih," lanjut
angan bercanda, Mas," Susan terkekeh, mencoba tet
ngan marah atau anggap saya kurang ajar
jawab Susan. Walau dibilang iseng,
Purwoko. Minggu ini dia ada urusan di kota ini, dan b
a sama mobil tadi
ng anggun, cantik dan sopan, beliau pengin ditemani makan siang, ngobro
i. Tapi... bagaimana kalau benar? Kalau memang ada pria mapan y
nghitung. Seminggu, delapan puluh juta. Bukan buat b
a ada kartu nama beliau," ujar A
erti disetrum. Entah kenapa, perasaan aneh tiba-t
ayangan tidur dengan pria ini muncul begitu cepat
ak?" desak
area terlarang itu lagi. Cukup sekali saja aku jatuh dalam kebodohan!' sergah Susan denatap wajah Susan yang terlihat tegang dan pu
erjatuh itu dan menyimpannya di
p bertemu beliau. Ingat ya Mbak, sepuluh juta per hari. Di zaman se
rsiap turun. Namun seketika itu juga Azam menarik tangan kirinya hingga tubuh istri Aldi yang masih sedikit
nya bertumpu pada selangkangan Azam. Dan dengan sangat nyata dia mera
*