an di sekelilingnya sunyi, dindingnya berwarna abu gelap dengan cahaya lembut dari lampu gantung yang berpe
anya menginap. Ini... terlalu mewah. Sofa kulit mahal, rak buku berisi deretan koleksi kl
knya lirih, lebih p
an, bernodakan anggur dan debu. Tumit kakinya sakit karena tidur dalam posisi tak nyaman. Di bah
an kanannya, pemberian almarhum ayahnya, juga tak tampak. Keringa
u kayu ganda te
igulung hingga siku, memperlihatkan urat tangan yang menonjol dan jam tangan hitam yang tampak sa
ni," ucapnya sembari menyodor
t mata penuh waspada. "Siapa
rang yang sudah terlalu sering menerima p
amiliar. Sangat familiar. Ia menatap wajah pria itu lebih seksama. Rahang
up properti, teknologi, dan energi. Salah satu pria paling berpengaruh di Asia Tenggara. Dan... kabarnya juga tokoh baya
heswara Tower itu?" b
ya hanya mengangguk. "Aku yang
an ludah. Apa yang ia lakukan semalam
inginkan," ujarnya pelan, seolah bisa membaca pikirannya
an di kepalanya. Restoran. Rio. Perempuan bersera
rasa seperti mimp
ang," katanya
elah minum terlalu banyak. Aku tidak berniat menyentuhmu tanpa izinmu, d
nya tajam. "K
Agar tidak digunakan
u? Aku bukan
n tangan di dada. "Tapi kau bisa jad
ih dalam. Tatapan matanya menusuk, seper
sekadar luka karena patah hati. Itu adalah ama
ng. "Aku tidak
jam. Kau hanya perl
ang pria itu. Kota Jakarta pagi hari terlihat dari balik tirai. Mobil-mobil
n. Satu peluang. Untukmu. Tidak ada paksaan. Tapi
. "Aku bukan mata-mat
a... pemain di dunia yang tidak semua orang bisa paham
a i
ndekat, lalu menyo
ke sebuah ruangan dengan pejabat tinggi daerah, seorang pengusah
dengan dahi ber
kotor. Korupsi. M
t. "Apa hubunga
ua tahun. Kau tahu kebiasaannya, kelemahannya. Dan aku tahu dia masih menyi
knya menolak, tapi
tuh balas den
an. Untuk mengubah hidupmu.
gangkat a
nyum tipis.
ruangan kembali terdengar jelas. Keyra
udah tak jernih
ah waktunya berhen