Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Tawanan Sang Penguasa "Terbelenggu Takdir, Terikat oleh Cinta"
Tawanan Sang Penguasa "Terbelenggu Takdir, Terikat oleh Cinta"

Tawanan Sang Penguasa "Terbelenggu Takdir, Terikat oleh Cinta"

5.0
35 Bab
156 Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Di balik jeruji kekuasaan dan intrik politik yang membelenggu, tumbuh benih cinta yang tak pernah diundang, namun tak bisa dihindari. Tawanan Sang Penguasa adalah kisah tentang Keyra, gadis kuat yang terperangkap di antara dendam, pengkhianatan, dan takdir-dan Aditya, penguasa yang menyimpan luka, rahasia, dan cinta yang tak bisa diucap. Saat kekuasaan menjadi belenggu dan cinta menjadi satu-satunya cahaya dalam kegelapan, mampukah mereka bertahan melawan arus takdir? Ataukah mereka akan hancur di tengah badai yang tak kunjung reda? Novel ini akan membawamu ke dalam perjalanan yang penuh luka, pengorbanan, dan gejolak perasaan yang mendalam. Sebuah kisah cinta yang dibungkus dalam ketegangan, keteguhan, dan keputusan sulit antara hati dan tahta.

Bab 1 Hancur di Hari Bahagia

Hujan turun deras membasahi jendela kaca restoran mewah di pusat kota. Suara rintiknya berpadu dengan musik klasik yang mengalun pelan, seperti sengaja menyamarkan luka yang tengah merekah di dalam dada Keyra.

Ia berdiri mematung di antara meja-meja bundar yang ditata elegan. Lilin aroma terapi, bunga segar, dan balon berwarna biru tua menghiasi tempat yang seharusnya menjadi saksi perayaan ulang tahun kekasihnya, Rio.

Namun justru di sanalah segalanya berakhir.

Keyra terpaku pada pemandangan tak terduga di depannya, seorang wanita cantik berseragam ASN duduk bersisian dengan Rio. Kepala wanita itu bersandar manja di bahunya, tangan mereka saling menggenggam. Mesra. Intim. Bukan hubungan yang baru saja dimulai, itu jelas. Terlihat dari cara mereka saling memandang. Ada kenyamanan dan kebiasaan yang hanya dimiliki oleh dua orang yang sudah lama saling mengisi.

"Keyra?" Suara Rio terdengar panik, nyaris berbisik.

Wanita itu mengangkat wajah, menatap Keyra dari ujung kaki hingga kepala. Bibirnya tersenyum tipis, tapi sinis.

Keyra menunduk sebentar, menatap kotak kecil di tangannya. Kotak kado yang dibalut kertas kado merah, warna kesukaan Rio, dengan pita pink yang kini sudah sedikit kusut karena digenggam terlalu lama. Di dalamnya, sepasang jam tangan couple yang ia beli dari tabungan selama dua bulan terakhir. Hadiah sederhana, tapi dipilih dengan cinta.

"Maaf," gumam Keyra, mencoba tersenyum walau matanya mulai memanas. "Aku seharusnya tahu kamu terlalu berkelas untuk jam tangan dua ratus ribu."

Wanita itu tersenyum kecut. "Rio nggak pernah cerita kalau kamu... sederhana sekali," sindirnya, menatap pakaian Keyra yang hanya blouse putih biasa dan celana kain hitam, pakaian kerja yang ia kenakan sejak pagi.

"Key, aku... aku bisa jelaskan." kata Rio canggung.

"Tidak perlu," potong Keyra, suaranya tenang tapi terdengar jelas seperti tamparan. "Selamat atas promosi... dan pasangan barumu." lanjutnya menahan segala rasa yang tak mampu ia ekspresikan dengan kata-kata.

Ia membalikkan badan dan melangkah pergi. Hatinya patah, tapi langkahnya tetap tegak. Setiap derap high heels murahnya terasa menghantam lantai restoran, menggema seperti suara hatinya yang retak-keras, getir, dan menyakitkan.

Keluar dari restoran, hujan menyambutnya seolah turut menangis bersama. Keyra menengadah, membiarkan tetesan hujan bercampur dengan air mata yang sudah tak bisa ia bendung. Ia berjalan tanpa tujuan, menyusuri trotoar yang lengang sambil menenteng hadiah yang kini terasa seperti simbol kebodohan.

Langkahnya membawanya ke sebuah hotel bintang lima di seberang jalan. Tempat yang tidak pernah ia masuki sebelumnya, tapi malam itu entah kenapa kakinya membawa ke sana. Mungkin karena butuh tempat untuk menyendiri. Atau sekadar ingin menyembunyikan tangis.

Di dalam lounge bar hotel itu, suasana tenang. Lampu remang-remang dan musik jazz lembut menciptakan nuansa yang kontras dengan badai dalam hati Keyra.

Ia duduk di kursi bar, memesan segelas wine yang bahkan tak tahu mereknya. Rasanya pahit, seperti hidup. Ia menatap kosong ke arah gelas, bibirnya bergetar menahan isak.

"Apakah kamu juga sedang mengutuk dunia?" suara berat dan rendah menyentaknya.

Keyra menoleh. Seorang pria duduk dua kursi dari tempatnya. Rambutnya rapi, jasnya hitam elegan, dasinya biru gelap. Wajahnya tenang, tapi ada sorot tajam di matanya. Sorot yang menyiratkan bahwa ia tahu rasanya kecewa.

"Entahlah..." jawab Keyra pelan. "Aku bahkan tidak tahu apa yang kulakukan di sini."

Pria itu tersenyum tipis, lalu mengangkat gelasnya. "Selamat datang di klub orang-orang yang dikhianati di hari penting."

Keyra terkekeh pahit. "Hari ulang tahun kekasihku berubah jadi pemakaman hubungan dua tahun."

"Setidaknya kamu punya keberanian datang. Banyak orang memilih kabur dan berpura-pura semuanya baik-baik saja."

"Aku nggak tahu apakah itu keberanian... atau kebodohan," gumam Keyra, menatap sisa minuman di gelasnya.

Diam. Beberapa menit berlalu hanya dengan keheningan yang anehnya nyaman. Lalu pria itu berdiri, meraih mantel hitamnya.

"Kau tidak harus pulang malam ini. Dunia terlalu kejam untuk ditangisi di tempat umum," katanya sembari menyodorkan kunci kamar hotel dan kartu nama.

Keyra menatapnya lama. Haruskah ia percaya? Haruskah ia membiarkan emosinya memimpin malam ini?

Tapi malam itu, kemarahan, kesedihan, dan luka bercampur menjadi satu. Dan ia lelah menjadi gadis baik yang selalu memaafkan.

Tanpa banyak tanya, ia menerima kunci itu.

Malam itu, ia tak bertanya siapa pria itu. Tak peduli siapa namanya. Ia hanya mengikuti dorongan impulsif yang dibakar oleh luka. Di dalam kamar hotel yang dingin dan megah, Keyra menyerahkan separuh jiwanya yang rapuh kepada pria asing yang satu-satunya tawarannya hanya: pelarian.

Ketika pagi datang, sinar matahari menelusup lewat celah tirai, menyinari tubuh Keyra yang terbungkus selimut tebal. Ia membuka mata perlahan, menyentuh sisi ranjang yang kosong. Hanya ada satu lembar uang seratus ribu, sehelai kartu nama bertuliskan Aditya Maheswara, dan bisikan samar yang masih terngiang jelas di telinganya:

"Jika suatu hari kau ingin membalas dunia, cari aku."

Dan dari situlah semua berubah.

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Rilis Terbaru: Bab 35 Jam yang Berdetak Terbalik   Kemarin lusa20:00
img
32 Bab 32 Tawaran Gelap
12/05/2025
34 Bab 34 Di Balik Hujan
14/05/2025
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY