a yang berada di sana sempat menoleh, sebagian dengan rasa heran, sebagian lagi dengan tatapan sinis. Wajah itu-
terdengar pelan. Dia sudah menghabiskan cukup ba
no Mahardika," ujarnya
kelihatan ragu. "Maaf, t
asya ingin menemuinya. Kata
a. Ia segera menghubungi lantai
m sebelum akhirnya seorang pria berpakaian rapi-bo
o. Jantungnya berdegup keras, bukan karena takut-tapi karena marah. Marah pada dirinya sendiri karena
tinggi itu tampak tegang, dan tangan kanannya menggenggam gelas kristal berisi cairan kuning keemasan.
nya cukup keberanian kembali ke
datang untuk meminta maaf, kare
h?" Suaranya pelan, namun nadanya tajam. "Kau masuk ke kamarku malam itu dengan tubu
jadi malam itu! Aku tak pernah berniat masuk kamar Anda! Aku bahkan
kebohongan dari wajah Nadira. "Lalu siapa yang haru
ar percaya aku, sekretaris Anda selama dua tahun, mendadak berubah jadi
malam itu, semuanya me
mana? Rekaman? Saksi? Atau hanya asu
tak m
mendengarkan penjelasan. Yang Anda lakukan hanya
bentak Elvano. "Aku
ia itu t
ri Anda malam itu? Karena Anda takut merasa bersalah? Karena lebih mudah m
gka Nadira akan berbicara seterang ini. Wanita itu bukan la
ggali luka lama, Elvano. Ak
ni
nya detak jam mewah di sisi ruangan yang terdengar
," ucap Nadira dengan
, matanya membelalak. "Ja
nak ini... dia bukan hasil rencana. Tapi dia nyata. Aku sudah per
in menyangkal, tapi bagian lain tahu Nadira buk
baru datang?" tanyany
ya," jawab Nadira. "Tapi kemudian aku sadar, anak ini pu
kangi Nadira. Tangannya menggenggam tepi ka
aku menikahimu?" t
nya. "Aku tidak butuh belas kasihanmu. Aku hanya ingin kau tahu. Aku akan membesarkan anak ini sendiri jika perl
nya kelam, matanya men
egitu saja setelah menj
perbuatan yang tidak kulakukan. Sekarang, terserah padamu mau jadi ayah atau tidak.
ahan pergelangan tangannya. Genggaman i
eh, mata mer
ya. Apa yang terjadi m
suara lirih penuh luka. "Yang kuinginkan sekarang
ninggalkan pria itu terdiam dengan matanya
alam hidupnya, Elvano m
membe