paki trotoar yang lembab, tubuhnya bergetar bukan hanya karena dingin, tapi juga rasa takut yang terus menggerogoti pik
ang-remang, suara kendaraan sayup dari kejauhan. Tempat ini... sur
gku taman kecil di pinggir jalan, mencoba menarik napas, menenangkan diri. Tapi
jalan sempoyongan namun tatapan mereka tajam,
wek sendiri
cepat. Salah satu dari mereka menahan lengan Bella kasar. "M
lla, panik, matanya membe
mulai merenggut kerudung dan menarik lengan bajunya. Bella
kita temenin aja bi
it ke tembok lembab. Air matanya mengalir deras
suara berat
skan
erti petir di
tampan dengan rahang tegas dan mata tajam. Jaket kulit hitamnya memantulkan sinar lamp
ncibir, "Siapa lo? M
nnya cepat, tegas. Dalam hitungan detik, dua preman tersungkur, meringis kesakitan. Yang
ir kabur te
Rambutnya berantakan, baju kusut, bibirnya pecah.
, matanya tak lepas dari wajah gadis yang terluka itu. "Ka
mbali tumpah. Ia mencoba bicara, ta
amu ke tempat ama
ria itu kini menutupi tubuhnya. Mobil melaju tenang, musik jazz mengalunucap pria itu
a bicara pela
ar ini berbahaya," lanjut Re
... nggak bisa aku tinggal diamkan. Tapi se
kamu mau, aku bisa bantu. Aku kenal seseorang yang bisa kasih tempa
harus percaya atau tidak. Tapi dia tahu satu hal:
sih," bisi
bisa memejamkan mata di atas kasur. Meskipun asing, mesk
a dia sebenarnya - telah menjadi penye
*
ri luar. Bella menatap bangunan itu dengan mata sembab. Emosinya campur aduk-masih ada sisa takut, masih ada trauma dari
gan. Lembut, penuh perhatian. Mata tajamnya menatap Bella, bu
angkuannya-satu-satunya peninggalan dari tante yang memberinya ala
dan bergegas menghampiriny
inya masih lemas sejak insiden tadi. Maka dia hanya mengangguk,
inya rapuh. Di titik itu, Bella merasa hatinya bergetar aneh. Sudah lama sek
agi, pelan namun mantap. "Kalau tidak ada orang, atau kau butuh waktu, kau bisa
tampan-ada semacam keteduhan yang sulit dijelaskan. Dahi yang kokoh, mata yang taja
ih," ucapnya lirih
k ada jawaban. Bella mene
bisik Bella akhir
Kamu ikut aku malam ini. Tenang saja. Rumahku tidak jauh. Kamu
elelahan telah membuatnya tak punya kekua
*
tana-justru terasa sangat hangat dan tenang. Saat masuk, Bella langsun
menyalakan lampu ruang tamu. "Jadi kau
dengan pakaian yang belum berganti, tubuh yang l
ukmu. Mungkin mandi bisa b
mengangguk. "Mak
ella. Reno menoleh, sejenak terdiam. "P
lagi, kali ini de
Dia menatap dirinya sendiri di cermin. Ada lebam di bawah matanya, rambutnya awut-awutan, tapi a
. Reno berdiri tepat di depan kamar
o buru-buru menunduk, lalu memalingkan waj
menyentuh tangan Reno, ada percikan hangat aneh yang menari di tulang-tula
eja saja, ya."
amu. Entah kenapa, dia ingin mengikuti. Dia ingin b
no sedang membaca sesuatu di laptop, tapi saat men
ndingan?"
Mas... eh, Reno...
wajah orang yang sedang takut. A
a dalam. "Kamu
ngan segalanya dalam satu malam. Jadi... aku tah
uara detik jam
sedikit lebih dekat. "Tapi sekarang ka
atu sentuhan lembut menyentuh pundaknya-tang
tu yang menari di udara-bukan cinta, tapi semacam magnet yang belum bernama. Bella ingin menangiso akhirnya, menarik tangannya perlahan
ri satu hal-untuk pertama kalinya sejak pelariannya, ia merasa... aman. Dan mung