ing pikirannya yang terus berkecamuk. Sudah lebih dari dua jam
inya. Bayangan kejadian itu terus menghantuinya, mengguncang hatinya yang seharusnya t
iliki pesona yang sulit diabaikan, daya tarik yang secara alami mampu memikat pria mana pun. Di
isa menghantui pikirannya, memaksa Dalton bertany
tinya terasa berat saat menyentuh permukaannya dengan ibu jari. Dia bertunangan belum lama i
a bayangkan sebelumnya dan kini menjadi tujuan hidup yang dia paksakan. Semua ini demi memenuhi harapan orang tua tunangannya, yang me
sebagai IT support di sebuah perusahaan. Dua pekerjaan yang j
rcaya diri menjalani pekerjaan sebagai bartender. Gaji yang ditawarkan pun tak kecil, menjadi
a, senyumnya, caranya berbicara, hingga suarany
," um
eranda. Udara malam yang dingin menusuk kulitnya, tapi dia tak peduli. Dia mencari nomo
g awalnya terasa manis perlahan berubah menjadi sebuah tanggung jawab yang penuh tekanan. Kini, Helena sibuk dengan pekerjaannya sebagai peg
emi modal pernikahan yang mereka rencanakan. Di balik kesibukan itu, dia menyadari satu hal yang mengg
segera mengalihkan perhatian, m
?" tanya Dalton
b Helena pelan. "Aku ing
kecil. "Ah, maaf, ak
a a
elum kemudian menambahkan dengan j
embali terdengar, "Aku juga merindukanmu, D
jawabannya. "Kita harus menahan diri. Aku tahu. Tap
"Baiklah. Kita bisa bicara sebentar, mungkin lima menit? Aku b
ita itu. Hanya lima menit. Jujur saja, dia merasa lelah harus terus memahami situasi. Bukankah dia juga pa
enyita sebagian besar waktunya, semua demi mempersiapkan masa depan
a Helena membu
cukup mendengar suaramu," katanya, nada suaranya lebih lembut dari yang dia
Helena, kali ini dengan nada yang hampir peduli
elihatnya. "Aku yakin. Istirahatlah, Helena
ur, Dalton.
san yang sama. "I love you," katanya akhirnya, meski
k keadaan terasa lebih kosong dari sebelumnya. Perasaan itu mengge
am. Gugusan bintang berkilauan di atas san
*
mbiarkan efeknya mengalir ke dalam tubuh. Kekacauan dalam pikirannya
. Pandangannya jatuh pada bebat di kaki kanannya, yang terangkat ringan saat dia mengingat momen D
kecil yang menjalari tubuhnya. Dia mendesah panjang, bingung sekaligus terganggu oleh efek Dalton ya
cokelat pria itu, caranya membuka mulut untuk berbicara. Semua
a begitu hidup, meski hanya bayangan yang dia ciptakan dalam kekosongan malam. Suara desahannya terden
uaranya teredam oleh desa
aat ponselnya berdering. Luisa terpaksa menghentikan geraka
desahnya
rdo. Pria tua itu pasti sudah sangat marah, terutama setelah hampir semin
Malam itu berlanjut, sampai akhirnya dia mabuk semalaman. Saat matanya terpejam, dia
*
tok
uatnya makin kesal. Dengan langkah terhuyung, dia berjalan mendekati pintu, tak peduli dengan lingerie ya
ui
Rosa
u tak pernah b
ampak kesal. "Bibi sudah bilang, jangan pernah memb
sembarangan, Bibi. Sesekali, coba pa
mukan ruangan yang berantakan, tapi tetap saja terkejut. "Bagaimana kau akan me
bukkan dengan pekerjaan rumah, sementar
jangan khawatirkan itu," kata L
ikah? Kau harus pu
ukan tujua
menatap Luisa dengan penuh keprihatinan. Dia tahu l
dipenuhi luka-baik fisik maupun emosional. Luisa tak pernah tahu arti kebahagiaan yang sejati, hanya bertahan dalam gelapnya kenyataan, tak peduli apakah d
etul tentang kisah kelam rumah tangga yang telah lama hancur itu.
sa, suaranya hampir tak terdengar,
olahnya lancar. Dia makan dengan lahap, dan nilainya sangat bagus. Kau harus datang m
aku," jawab Luisa tanpa emosi, tak menunjukk
alu menghindar dari membicarakan Lucas, meskipun mereka saudara kandung. Ada jarak yang terbentang begitu jauh antar
as. Luisa sudah cukup terluka, dan dia tak ingin menjadi or
yang berserakan di meja, dan ekspresinya langsung berubah. Di