ndrés ... plea
ra panas. Dia tak lagi memikirkan tetesan keringat yang membasahi kulit, pen
... k
reka yang saling memburu. Sensasi nikmat merambat, melem
...," lirih André
satunya jangkar yang menahannya agar tak terhanyut dalam badai gairah. N
seraya tersenyum kecil. "Selalu luar biasa." Dia memandang
tubuhnya pulih dari kelelahan. Matanya melirik ke arah ponselnya yang tergeletak di meja. Sudah sejak tadi notifikas
bebasan yang dia dambakan tak lebih dari ilusi. Takdir telah membelenggunya pada Ricardo,
biasa. Aku sudah mengirim
embuang waktu, Luisa bangkit dari ranjang, mulai mengenakan pakaian dengan gerakan cepat yang nyaris g
akan
awab Luisa tanpa menoleh. Dia sudah berdiri di
car
i?" Luisa
kan waktu bersama. Apa kau yak
, menatap Andrés dengan senyum getir.
menggoda masih mampu memicu gejolak dalam dirinya, meskipun mereka telah berkali-kali tenggelam dalam gairah hari ini. Namun, dia menahan
ke gelas. Dia menghampiri Luisa dan menyodorkan gelas itu. "Minumlah," ka
beradu sebelum akhirnya dia memalingkan wajah. Dia melet
bayaranku
s, terkejut dengan pe
lanjut Luisa. Dia meneguk minuman dari gelas
Andrés, bahwa meskipun dia menginginkan Luisa lebih dari sekada
eberapa kali jemarinya bergerak di layar sebelum dia memuta
r, dan tiga ratus lima puluh euro untuk ... jasa rah
kesepakatan mereka. Memang tak sebesar bayaran yang biasa dia dapatkan
nya Luisa, lebih untuk mengisi kehen
berputar. "Sekitar pukul dua belas siang," jawabnya singkat,
menunjukkan rasa penasaran yang se
depan cermin untuk memastikan penampilannya. "Aku harus mewawanca
r ruangan. Suara riuh bar langsung menyergapnya; alunan musik,
ceria Noelia, salah satu pegaw
usias. Dia memperlihatkan pesan yang belum lama ini masuk.
, matanya berbina
rus terang. Kalau kau butuh gaji lebih cepat, c
atanya. "Kau serius? Aku bisa saja dite
pa-apa, aku yang akan bicara untukmu," ucap Lu
emang teman sejati, Luisa. Kau
n senyuman ringan, seolah sudah terbiasa mendengar s
an!" sahut Noelia, melamba
r mereda di belakangnya. Langkahnya terhenti mendadak ketika t
hunya. Dia hendak melontarkan protes, tapi pria i
ak apa
an mata cokelat yang dalam dan memikat. Dia menelan ludah. Untuk pertama
itu mengulang pertanyaannya, me
an pria itu masih bertengger di bahunya, me
buat imajinasi liar menyeruak di benak Luisa, memunculkan rasa penasa
engan segenap kekuatan, dia memaksakan diri untuk kembali
cukup untuk membuat perut Luisa bergejolak. Pria it
a sudah bisa menebak siapa yang menghubunginya, satu nama
a tak sa
-buru, dia keluar dari bar. Seperti yang sudah dikabarkan, seseorang sudah menunggu untu
n sejenak. Rokok itu menjadi penenang yang dibutuhkan setiap kali dia akan menem
ah dengan ekspresi tak senang. Luisa menurunkan jendela, membiarka
ah hotel. Dia turun dan berjalan menuju lobi. Di tang
liputi oleh bayang-bayang politik dan kebijakan. Ricardo jelas tak ingin kabar tentang perselingkuhannya dengan penyanyi bar tersebar, karena
Ricardo sudah menunggunya, duduk santa
at," ucap Ri
ikan ciuman singkat di pipi pria tua i
i jubah, dan saat dia hampir menarik
suka terb
ingin segera meninggalkan hotel ini. Waktu yang mereka habiskan bersama t
yang ada di meja, lalu bangk
ucap Ricar
, alisnya ter
mengejek yang membuat amarah Luisa menggelegak. "Bukankah kau seorang p
. Dia yakin telah menerima takdirnya yang menghinakan ini, tapi pada kenyataannya, dia mendapati diriny