ar ponsel Raka. Satu orderan lagi sebelum pulang, pikirnya. Titik jemput di seb
tornya, membetulkan
ang tergerai, memakai celana jeans ketat dan crop top putih yang terlalu pendek untuk ukuran malam. Bahu kirinya tel
a, tapi matanya langsung menyapu Raka
nyum miring. Suaranya lembut, sediki
Ara,
rti kebanyakan penumpang. Bukannya menjaga jarak, tubuhnya justru maju, duduk
ya..."
i pinggang ke dada. Parfum Ara - manis, seperti vanila bercampur s
Biasanya sama teman. Tapi malam ini aku peng
a di belakang telinganya. Celana jeans tipis Ara menempel pada kain kasar
p yang melewati tubuh mereka. Ara tak berhenti bergerak. Sesekali ia bergeser - entah karena menca
i cewek?" tanya Ara, suaranya
ayan
antik-c
a kecil, "N
ana?" tanyanya, dengan nada
ertawa pelan di belakangnya,
up rambut Ara ke depan, sebagian menempel di leher Raka. A
naik motor malam-malam begini. Apalagi k
ah tertutup, seperti mabuk atau bermain dengan imajinasi nakalnya sendiri. Lalu i
ntuhan kecil terasa seperti percikan api. Saat jalan mulai menanjak dan motor bergoyang sedikit, Raka bisa
artemen. Raka mem
ampai,
an di pinggang Raka. Lalu dia menunduk ke depan
dah membuka aplikasi WhatsApp, de
erah. "
a-kata. Lalu dengan pelan, sangat pelan, ia menyentuh dada Raka - hany
udah anterin a
nya masih mengingat tekanan dada Ara, napasnya di
pulang. Ia diam beberapa menit di bawah cahaya lampu jalan, mengatur napas, menena
vanila itu tak p
*
ari bohlam kuning murahan yang tergantung di langit-langit. Ia menatap layar ponsel yang seja
r
pesan
angsung mandi. Parfumku
baca. Tidak la
enit k
send
getik
ya
datang
ya. Nggak tahu kenapa, rasa
ke layar, memastikan dia tidak salah
cara begini ke
ba netral
alas seperti oran
alnya kamu beda. Dari pu
paha sendiri, mencoba menahan denyut k
selanjutnya
m renda putih. Wajahnya sebagian tertutup ponsel, tapi ekspresinya jel
atin ini tad
dulu - rasa keras di celananya tak bisa dibantah. Ara mengiri
anget malam
fasnya sengaja dipanjangkan, terdengar seperti
otaknya sibuk menimbang antara dosa dan keinginan. Tapi jari-jarinya tetap bergera
main a
datang
amu bakar aku
ras sekar
ab. Tapi Ara t
sah di antara pahaku, lalu pelan-pelan masukin jari kamu sambi
Ia membuka celana training-nya, menarik boxer ke bawah
u belum pernah, tapi aku nggak takut. As
mbalas
nge
g, puting cokelat muda mencuat, dan tangannya memegang leher sendiri, seperti
ai a
ak naik turun, membayangkan Ara membentangkan kaki, m
dalam. Tangannya bergerak ke arah selangkangannya, menyentuh diri sendiri di de
ng kamu buka bajuk
aka m
a membasahi perut dan tangan. Ia bersandar ke te
embali b
keluar, ak
rtawa kecil. Kalah
dirinya, ia tahu:
*