gsung berbalik arah dan berlari sekuat tenaga. Kakinya bergerak cepat, sementara napasnya m
kuatan, ia mengejar sambil terus mengeluarkan suara mengerikan, "Rrraww! Rrraww!
nya. Dengan gerakan tergesa, ia membuka pintu dan masuk. Begitu
. Punggungnya bersandar di pintu, tubuhnya yang lelah perlahan merosot hingga ia ter
itu hanya bertah
aaaw
ndangannya terangkat ke arah ruang tengah. Jantungnya berdebar kencang, danMata mereka kosong, kulit mereka mulai pucat kehijauan. Darah kering menghiasi
kaca-kaca, penuh kesedihan dan ketakutan. Ini keluarganya, orang-orang yang ia
g terdengar hanyalah geraman
mendekat dengan tujuan yang jelas: menggigi
naluri bertahan hidup kembali memaksa tubuhnya bergerak. Den
bersandar di sana, menahan pintu dengan tubuhnya agar keluar
rnya, mencoba menahan tangis. Dalam hati ia berteriak
lupakan satu
aaw
ni berdiri tepat di hadapannya. Ara menelan ludah, tubuhnya menegang. Ia menyadari satu hal: ia belum membeli beras ya
mpur, menutupi hampir setiap inci tubuhnya. Mulutnya terbuka lebar, memamerkan gigi tajam yang ber
na ngeri. Namun, rasa takut itu segera beryang beralaskan sandal selow hitam dan menendang Zombie itu tepat di ulu ha
buru, jantungnya berdebar kencang, tapi ia tahu ia tidak boleh berhenti. Kakinya terus melangkah
ah larinya, suaranya parau oleh ketakuta
nya hidup di dunia penuh Zombie bersama pria tampan seperti
alah yang merayapi pikirannya. "Tidak!" katanya tegas pada dirinya sendi
pikirannya terus berusaha mengabaikan suara langkah-la
u
ngar saat sesuatu
Zombie, dengan tubuh yang penuh luka dan noda darah, terhempas dari atap rumah. Tubuh Ara memkaku, namun matanya yang kosong menatap langsung ke ara
an diri sejauh mungkin. Namun langkahnya terhenti saat ia menyadari ad
ranian, Ara menendang Zombie yang ada tepat di depannya. Tendang
r dari sini!" piki
n dari kanan, kiri, bahkan belakang, Zombie terus bermunculan. Mereka berjalan terseok-seok, tapi
asa sesak, tapi ia tahu ia tidak boleh berhenti. Adegan ini hampir seperti seorang idola yang dikejar oleh segerombolan p
tanpa tahu siapa
anya bisa berharap ada keajaib
n Zombie yang bergerak lambat namun mengancam. Mata kosong mereka menatap ke arahnya, seperti pemburu yanggunan SMA dengan gedung tiga lantai yang menjulang di kejauhan. Sekolah itu tam
gapa tempat itu begitu tenang. Tidak ada manusia, tidak ada Z
an untuk bertahan hidup. "Itu satu-satunya pilihan..."