t namun tetap tersenyum lembut. Ia mengulurkan tangannya un
mbut. Tatapannya penuh perhatian, seolah melihat dunia ha
ya. Tubuhnya membeku, seluruh pikirannya kacau balau, mencoba
ri? Pria asing ini, dengan suara berat dan wajah sempurna, memanggilnya istri. Ara menelan ludah, pikirannya p
ngan nada penuh kepanikan. Suaranya gemetar, seaka
dagunya dengan tangan kanannya, matanya menatap Ara dengan tajam na
a yakin, bahwa dia belum pernah bertemu pria ini sebelumnya-setidaknya, bukan di du
Nadanya tenang, namun penuh keingintahuan. Tangan kanannya masi
e and Zombie. Apa kau bernama Aezar juga?" Suaranya naik se
Istri kecilku... ini aku. Aezar, suamimu." Kata-katanya disampaikan dengan kehangatan yang
hannya terasa hangat, penuh perhatian, seolah dia benar-benar khawatir. Ara terpaku, tak mampu berk
seperti mimpi, namun setiap sentuhan,
ezar. Pertanyaan itu terlempar tanpa ragu. Ara merasa, tidak ada satu pun adegan pernikahan d
ut untuk menjawab, seketika kegaduha
k!
u, berderit menambah kesan ancaman yang nyata. Ara langsung menol
rgegas menuju jendela, langkahnya berat namun cepat. Dengan
zombie mengguncang pagar rumah, seperti binatang buas yang ingin masu
rapi di balik tirai. Dia menariknya keluar, menyelipkan ujung senap
hu itu! Aku pernah melihatnya di game. Tapi... namanya apa ya?" gumamnya sambil mengingat-ingat, ta
Dor
eluru meluncur cepat, menghantam zombie-zombie
enekannya di atas kepala, mencoba meredam suara yang teras
rputar seperti dihantam badai. Rasa pusing dan nyeri semakin kuat, membua
numbangkan gerombolan zombie. Dengan suara pelan, dia bergumam pada diri
nyembunyikannya di balik tirai seperti sebelumnya. Sete
al erat-erat di kepalanya. Tubuhnya gemetar, mence
uh kecil Ara dengan perlahan namun penuh kehangatan. Nada s
n Aezar mengalir ke seluruh tubuhnya. Dia tidak menyangka, dalam hidupnya, ia a
gelam dalam pelukan itu. Baru kali ini, selain ayahnya, ia merasa dipeluk o
enuh tenaga, langsung menghantam ulu hati Aezar. Tubuh kekar
ra dengan nada penuh amarah. Tatapannya tajam, namu
nadanya lebih terdengar seperti tercekik. Luka di ulu hati mungkin bisa sembuh, tetapi serangan verbal it
"Menjauh dariku, paman tua! Atau aku akan menendang organ reproduksimu!"
baik... Paman tidak akan mendekatimu." Ia mundur perlahan, ekspresi wa
an mesum!" Ara menyilangkan kedua tangannya d
frustrasi dan geli. "Huft... Dasar anak kecil." Gumamannya ny
epat, matanya menatap tajam seperti pedang yang ba
ur secara refleks. "Tapi itu memang benar, kan?" ujarnya, nadanya seperti menggoda. La
sih 20, aku sudah 30. Jadi wajar saja ka
begitu dekat, hingga dia bisa merasakan napas hangat Aezar
h lebih dalam. "Tapi..." Dia berhenti sejenak, cukup lama untu
h, menunggu kata
mangsa yang sedang menikmati mainannya. "Daripada p
a membelalak sejenak sebelum dengan cepat ia memejamkan mata, m
a-kata. Sementara Aezar hanya tersenyum puas, menikmati