na ketegangan. Namun, ketakutannya semakin memuncak
ad yang luar biasa. Mereka saling tumpuk, memanjat tubuh satu
tapi pintar!" gumam Ara deng
gkah kakinya menggema di koridor yang sunyi. Ara membuka pintu salah satu kelas dani salah satu meja kelas. Tangannya memegang kepalanya yang
irih, suara penuh dengan rasa penyesalan. "Anda
erus terdengar, seperti dunia perlahan-lahan runtuh di sekitarny
an
. zombie-zombie itu menghancurkan jendela dengan cara membenturkan k
t dan melemparkannya ke arah zombie yang mulai merangsek masuk. Kursi itu menghantam salah satu dari m
pikirnya dengan n
rti labirin tanpa akhir. Kakinya melangkah naik, menaiki tangga satu per satu
langkah keluar ke udara siang yang sejuk, lalu segera mengunci pintu dari luaruntuk bersembunyi, hanya langit cerah dan angin yang sejuk
k terkunci? Bahkan kuncinya masih tergantung di gagang pintu ...
r
k!
aran dari hantaman mereka terasa hingga ke punggung Ara yang menahan
bisiknya pelan, seperti d
ak. Tekanan di balik pintu sema
r
olan zombie yang berhasil masuk. Dengan mata terbelalak, ia menatap ke arah gerombola
at ia menyadari bahwa tidak ada lagi tempat untuk lari. Di depannya, hanya ada jurang menuju tanah yang d
isa digunakan untuk bertahan hidup. Matanya tertuju pada kakinya,
arkannya dengan keras ke arah zombie terdekat. Sandal itu menghantam ke
gumam Ara dengan sarkas, me
plastik panjang. Ia segera meraih pipa itu dengan tangan gemetar, mengge
p, Ara mengayunkan pipa itu ke a
naganya. Pipa itu mengenai kepala zombie dengan
rti tongkat baseball, mengayunkannya dengan kecepatan yang mencengangkan. Suara pukulan
Tidak semudah itu, dasar makhluk menjijikkan!"
ng sedang bertarung di medan perang, menghabisi musuh satu per satu. Setiap ayunan pi
ng terus bertambah mulai membuat napasnya ter
desakan membuat gadis itu perlahan mundur, langkah kakinya terhenti setiap beberapa detik untuk
ngkahnya membawa dirinya s
aaa
angan keseimbangan dan tubuhnya terjatuh dar
a tubuhnya dengan kencang, membuat rambut panjangnya berkibar liar di udara.
khir hidupku?" pikir Ara den
uatu yang pernah ia bayangkan akan menjadi akhir dari segalanya. Ia ingin menangis, tapi a
a semakin jauh, digantikan oleh desiran angin yang
i selamanya, Ara hanya bisa menunggu