berwibawa memiliki efek yang instan, memadamkan kemarahan Elara dan bahkan membuat Rowan sejenak menghentikan senyu
anya yang tak terbantahkan. Pandangan Rowan turun, menilai sosok wanita itu. Tubuhnya berbentuk jam pasir, dengan pinggang yang ramping kontras dengan lekukan payudara dan bokong yang besar, mengisi pakaiannya dengan a
engawal yang tergeletak pingsan, dan akhirnya berhenti pada Rowan. Ada sedikit geli di s
lalu mengalihkan pandangannya sepenuhnya kepada Rowan, senyum tipis terukir di bibir penuhnya. "Dan dua pengawal yang kini sedang bermimpi indah di lanta
h, Nyonya, aku tidak pernah bermaksud membuat keributan. Hanya saja, permata terkadang perlu sedikit dipoles, dan beberapa babi hutan perlu pelajaran." Ia melirik sekilas ke arah Elara dan pengawal yan
ungkin, kau hanya bodoh." Ia melipat tangannya di depan dada, tatapannya kini lebih serius, menguji. "Apakah a
antai dan Elara yang masih terlihat tegang. Suasana formalitas yang dipaksakan terasa sedi
rang 'permata' yang masih terlihat sedikit marah." Ia mengedipkan mata ke arah Elara, yang hanya mendengus. "Bagaimana kalau kita mencari tempat yang lebih tenang? Mungkin ruang pribadi yang lebih... pribadi, di mana kita bisa
ke Rowan. Senyum tipis kembali terukir di bibir penuhnya. "Kau memang punya cara untuk mengutarakan keinginanmu, Tuan Rowan. Sangat langsung." Ia mengh
: Godaan dan
remang, sebelum akhirnya tiba di sebuah ruangan yang lebih kecil dan intim. Ruangan ini dilengkapi dengan sofa yang lebih mewah, meja rendah yang dipenuhi
angkan kakinya, gaun seksinya sedikit tersingkap, namun tatapannya tetap tajam. Ia menuangkan anggur merah k
rongkongannya. "Luar biasa, Nyonya Vivian. Sama seperti pemiliknya." Ia menyeringai, mengedipkan mata. "Kau tahu, ak
ya, apakah itu bakat alami, atau kau punya guru yang sangat... kreatif?" Ia mencondongkan tubuh sedikit, senyum me
i tidak akan pernah bersembunyi terlalu lama jika ada yang tahu cara mencarinya." Ia membalas tatapan Vivian, mencoba menembus pertahanannya. "Tapi cukup tentang ra
owan, suaranya sedikit merendah. "Aku datang untuk informasi. Informasi tentang orang-orang
i waspada, bahkan sedikit dingin. Genggamannya pada gelas anggurnya mengencang. S
a kehangatan sebelumnya. "Mengapa kau ingin tahu tentang m
kau tahu, aku hanya ingin tahu siapa saja mereka yang sering berkunjung ke tempat ini. Nama-nama mereka. Kebiasaan mereka. Dan mungkin, rahasia kecil
un penuh kilatan berbahaya. Ia bisa merasakan aura Ki yang samar dari pemuda itu,
i Sarang Merak ini. Aku tidak akan pernah membocorkan informasi pribadi mereka, tidak peduli seberapa 'menarik' pun alasanmu." Ia menyesap
ncondongkan tubuh sedikit, suaranya merendah, hampir seperti bisikan. "Aku tidak memintamu mengkhianati kepercayaan mereka. Aku hanya ingin tahu. Dan aku bisa membayar dengan cara yang t
caman terselubung itu jelas, namun diucapkan dengan begitu santai, ham
nyian mereka. Mereka adalah para pembunuh bayaran, bersenjata pisau dan belati, mengenakan pakaian gelap yang menyatu deng
esinya kembali datar, seolah ia hanya menonto
ekspresi dingin dan fokus. Ki hitam berdenyut lebih jelas di sekelilingnya. "
uk, dicekik, leher mereka patah, atau titik vital mereka dihantam dengan kekuatan yang tak terlihat. Beberapa jatuh dengan mata melotop, darah merembas dari hidung dan telinga. Yang lain terhuyung dengan tulang rusuk yang remuk, batuk darah sebelum jatuh tak bergerak. Pisau-pisau yang mereka bawa terpelanting, beberapa menancap di dindi
keterkejutan yang nyata, senyumnya benar-bena
urasa sekarang kau percaya bahwa aku tidak hanya pandai merayu, Nyonya Vivian." Ia melangkah mendekat, berdiri di depan Vivian yang masih terpaku. "Dan karena kau
Tapi kemampuan Rowan... itu adalah sesuatu yang sama sekali baru, sesuatu yang melampaui pemahaman ilmu pedang Eropa atau sihir yang dikenalnya. Kecepatan
Aku... aku belum pernah melihat yang seperti ini di benua ini. Ilmu pedang kami, sihir kami... tidak ada yang bisa menandingi kecepatan dan presisi itu. Kau...
owan," katanya, suaranya tulus. "Aku meremehkanmu. Aku tidak tahu kau memiliki kemampuan seperti itu. Ini adalah kesalahanku. Aku hanya ingin mengu
uti aku, Tuan Rowan. Aku punya ruangan lain yang lebih... aman." Ia menunjuk ke pintu lain yang tersembunyi di balik rak buku. "Pelayan!" teriak Vivian
edua: Mengupas
rapa kali, menuruni beberapa anak tangga, sebelum terbuka ke sebuah ruangan yang lebih kecil dan lebih tersembunyi dari yang sebelumnya. Ruangan ini tidak mewah, melainkan fungsional, dengan me
u kursi, menatap Rowan dengan tatapan yang kini penuh perhitungan, seolah ia sedang menghadapi seorang raja atau jenderal. "Ang
rah. Sekarang, tentang 'layanan yang lebih' yang kubicarakan." Ia mencondongkan tubuh sedikit. "Aku ingin semua informasi yang kau miliki tentang keluarga Vortigern. Setiap detail, setiap kelemahan, setiap rahasia kotor yang mereka sembunyikan. Dan sebagai tambahan... aku ingin kau menjadi 'm
g terbaikku... itu bukan kerugian kecil. Tapi aku akui, kemampuanmu... itu tak ternilai harganya." Ia menghela napas. "Baiklah. Aku akan memberimu apa yang kau inginkan. Tap
ang sebenarnya. Mereka menguasai wilayah ini dengan tangan besi, bukan dengan keadilan. Lord Valerius, adalah salah satu pilar utama kekuasaan mereka di
an penyelundupan, memanipulasi pasar, dan bahkan terlibat dalam perdagangan budak. Dia sering datang ke sini dengan pengawal yang banyak, tapi
gi jalannya. Dia bahkan pernah menyebutkan tentang sebuah 'proyek' rahasia yang sedang dikerjakan Vortigern di bawah tanah kastil mereka, sesuatu yang akan mengubah keseimbangan kekuatan d
suaranya datar, namun ada kilatan berbahaya di matanya. Dendamnya kini memiliki fokus ya
biasa. Mereka tidak akan mudah dilumpuhkan seperti yang kau lakukan pada yang lain. Di luar, dia bergerak dengan kon
uk dipertaruhkan dalam 'ujian' yang melibatkan sepuluh pembunuh." Ia menyesap tehnya, matanya menatap Vivian dengan tatapan menuntut. "Jadi
nya, gerakannya anggun dan memikat. Dengan setiap langkah, gaun seksinya sedikit bergeser, menonjolkan
n aku tidak pernah ingkar janji." Ia berdiri tepat di depan Rowan, begitu dekat sehingga Rowan bisa merasakan kehangatan tubuhnya dan a
buhnya bereaksi terhadap desiran godaannya. Gairah dan log
suaranya serak. Tangannya yang masih memegang pinggang Vivian kini menarikn
arinya perlahan menelusu
g kau cari. Kekayaan yang tak terbatas. Dan kesenangan yang akan membuatmu melupakan segala dendammu, setidaknya untuk malam ini." Ia mencondongkan tubuhnya lebih dekat, bibirnya nyaris menyentuh bibir Rowan, napasnya hangat dan memabukkan. "Aku bisa menj
bukan hanya tentang kesenangan, tetapi tentang dominasi, tentang kepemilikan. Dan Rowan, dengan sifatnya yang
a celah di antara mereka. Ia membiarkan Vivian merasakan sepenuhnya respons tubuhnya. "Kesenangan memang adalah bentuk pembayaran yang paling... personal." Senyum kocak namun b
enuh dengan hasrat dan kekuasaan. Tangannya yang lain naik, membelai rambut Vivian, lalu mencengker
amun matanya tetap tajam dan penuh kemenangan. Vivian, dengan pipi merona dan n
gratis. Justru, ini akan memastikan bahwa kau akan sangat termotivasi untuk melayaniku dengan baik. Semakin bagus informasimu, semakin 'nyaman' kompensasiku. Dan jika kau berani menyembunyikan sesua
elah mengambil alih kendali sepenuhnya. Vivian mengalihkan pandangannya ke bawah, menyapu tubuh Rowan dengan tatapan seperti kucing mengama
mu, Tuan Rowan," bisiknya sambil berlutut dengan
menghentikannya ketika jari
gai... pendahuluan," Vivian mendesah, nafasnya meng
l dan penuh perhitungan mengendalikan tindakan intim tersebut. Rowan mendesah kas
capai klimaks. Vivian tidak mengalihkan pandangan-matanya yan
Rowan menghela nafas, beru
ya dengan jari, lalu menjilatnya
atas sudah kusiapkan. Istirahatlah... besok kita b
egitu vulgar dan mendominasi. Tubuhnya terasa lelah, namun pikirannya berputar cepat. Dia membutuhkan istirahat, dan Vivian telah menawarkannya. Dia juga membutuhkan informasi, dan Vivian kini terikat untuk memb
nsasi yang baru saja ia alami, ditambah dengan kepatuhan Vivian, membangkitkan sesuatu yang lebih dalam dari sekadar kebutu
as, dengan ranjang berkanopi, perapian, dan pemandangan kota yang sam
anya. Ia melangkah masuk, menyalakan beberapa lampu minyak tambahan. "Apakah ada hal lain yang kau butuhkan malam ini? Pelay
mengamati ranjang besar dan perapian yang menyala. Kelelahan dari pertarungan dan ketegang
mu. Kurasa untuk malam ini, aku sudah cukup terpuaskan." Ia melirik Vivian, matanya berkilat nakal. "Namun, aku tidak akan menolak jika kau i
ya. Bukan untuk 'layanan' yang sama, tentu saja. Tapi untuk memastikan bahwa kesepakatan kita terjalin dengan sangat... erat
cerdas dan strategis. Tawaran ini bukan hanya tentang keintiman, tetapi juga
kan memastikan kau tidur nyenyak." Ia mulai melepas gaun seksinya, membiarkannya meluncur ke lan
yang ramping mengalir ke bokongnya yang penuh dan bulat. Setiap gerakan Vivian memancarkan daya tarik yang kuat, sebuah undangan yang su
nggun di bawah selimut sutra. Ia menatap Rowan, matanya
enyusul Vivian ke ranjang. Ia berbaring di sampingnya, merasakan kehangatan tubuh Vivian di bawah selimut. Tidak
ke arah Vivian. "Ceritakan padaku. Apa lagi yang kau tahu tentang 'proyek
yang bisa menghancurkan atau menguasai seluruh benua." Ia mulai bercerita, suaranya rendah dan pelan, mengalir seperti air. Ia menceritakan rumor-rumor yang ia dengar dari para bangsawan yang mabuk, bisikan-bisikan dari m
i sampingnya, dan dinginnya informasi yang ia sampaikan bercampur menjadi satu. Malam semakin larut, dan cer
di sampingnya. Ia menoleh, Vivian sudah tertidur, wajahnya terlihat damai. Rowan menatap langit-langit, pikiranny
ngambil alih. Untuk malam ini, ia aman. Dan