img Kau Akan Mencariku, Saat Dia Menghilang  /  Bab 2 Setelah membersihkan diri | 40.00%
Unduh aplikasi
Riwayat Membaca

Bab 2 Setelah membersihkan diri

Jumlah Kata:2654    |    Dirilis Pada: 20/06/2025

h Cantika yang masih terlelap. Sebuah senyum tipis terukir di bibirnya saat ia menatap wajah damai istrinya. Bagi Ardi, setiap pagi yang dimulai dengan Cantika d

hadapannya. Gedung-gedung pencakar langit menjulang tinggi, jalanan mulai dipadati kendaraan, dan suara klakson samar-samar terdengar dari kejauhan. Ardi menyesap kopi panasnya, otaknya sudah mulai memikirkan agenda rapat hari ini di kantor. S

i tempat tidur, rambutnya sedikit berantakan, namun tetap terlihat cantik

mendekat dan mencium kenin

iran semalam masih berputar di kepalanya. Namun, ia tidak ingin Ardi mengetahuinya. I

mengusap pipi Cantika. "Aku akan mandi dulu. Ja

an. Rutinitas baru ini masih terasa asing baginya. Setiap pagi, Ardi akan memanjakannya, menanyakan keinginannya, da

sarapan, mulai dari roti bakar, sereal, buah-buahan segar, hingga hidangan tradisional Indonesia. Dua orang pelayan berd

ekali," ujar Ardi saat mereka mulai sarapan. "Ada proy

ut. Kedua mertuanya memang sangat sibuk dengan bisnis mer

nya Ardi, menatap Cantika penuh perhatian.

emiliki kendali atas hidupnya. Namun, ia tahu Ardi pasti akan mengirimkan pengawal untuk menemaninya. "Aku

eminta Pak Doni untuk mengantarmu. Dan

ekecewaannya. Ia sudah terbiasa dengan ini. Sejak menikah, ia tak pernah bisa bepergian sendirian. Ardi ter

edang memanggang roti di dapur. Aroma kopi hitam dan roti panggang memenuhi ruangan. Ia bersenandung pelan mengikuti irama lagu j

na. Reza langsung mengangkatnya, senyumn

rang, suaranya terdengar bahagia. "Aku

ertawa. "Aku sudah menyiapk

tertawa. "Jangan buat

ji Reza. "Hati-ha

gunan-bangunan tinggi dan lalu lintas kota yang padat. Sudah beberapa kali ia datang ke Jakarta, namun kota ini teta

atang ke rumah mewah seperti di sinetron-sinetron, namun ternyata apartemen ini terlihat lebih minimalis namun tetap mewah. Ia sudah diberitahu Reza

n pintu apartemennya, tersenyum lebar menyambut Luna.

n wajahnya di dada bidang pria itu. "Mas Reza,

kalah erat, mencium puncak kepa

. Apartemen itu luas dan modern, dengan sentuhan desain minimalis yang elegan. Tidak ada

za, melihat Luna men

awab Luna, berbalik menata

eza, menuntun Luna ke dapur. "

tetangganya, dan tentang rencana ke depan untuk membuka usaha kerajinan tangan. Reza mendengarkan dengan penuh perhatian, sesekali melontarkan pertanyaan yang menunjukkan k

kursi rotan, menikmati pemandangan kota. Angin sepoi-sepoi menerpa wajah Luna, m

tukmu, Luna," ujar Re

enasaran. "Kejuta

an tangan profesional di Jakarta. Kau bisa belajar lebih banyak, meng

a. "Benarkah, Mas Reza? Ya Tuhan, Mas Reza! Aku tidak tahu harus

kannya. "Aku ingin kau mengembangkan ba

aca-kaca. "Mas Reza selalu saja membuatku kagum. Aku tida

ngusap air mata yang mengalir di pipi Luna. "Cuk

membantu Luna mencari informasi tentang kampus terbaik untuk kuliah di Jakarta, karena Luna juga memiliki keinginan untuk melanjut

elalu mengikuti setiap langkahnya. Galeri itu tidak terlalu ramai, namun Cantika merasa risih dengan kehadiran para pengawal y

ngat kembali pada masa lalunya, masa-masa ketika ia masih seorang mahasiswi seni yang idealis, penuh semangat, dan bermimpi menjadi seorang peluk

miliki bakat seni yang luar biasa. Sejak kecil, ia sudah menunjukkan ketertarikan pada lukisan dan warna. Orang tuanya, meskipun tidak terlalu memahami d

galeri sendiri, dan diakui sebagai seorang seniman. Namun, setelah lulus, kenyataan menghantamnya. Mencari pekerjaan di dunia seni tidak semudah yang ia bayangkan. Ia bekerja d

ntika. Ia melimpahi Cantika dengan perhatian, hadiah, dan janji-janji manis. Ardi menawarkan Cantika sebuah kehidupan yang selama ini hanya bisa ia

besar untuk ditolak. Ia lelah berjuang, lelah hidup dalam keterbatasan. Ia melihat Ardi sebagai jembatan menuju masa depan yang lebih cerah, masa depan yang penuh dengan kemewahan dan keaman

merasa ada mata-mata yang mengawasinya, menilai setiap goresannya. Ardi ingin ia melukis hal-hal yang 'cantik' dan 'menarik', yang cocok untuk dipajang di dinding rumah-rumah mewah atau dijadikan koleksi. Ia tidak

yang menarik perhatian Anda?" tanya

n." Ia tidak ingin menunjukkan kekecewaannya. Ia ha

iannya. Lukisan itu berwarna gelap, dengan goresan kuas yang kuat dan ekspresif. Entah mengapa, lukisan

h menunggu. "Bagaimana pamerannya, Sayang

b Cantika. "Aku mem

kit terangkat. "Lukisan abstrak? Kenapa tidak membeli lukisan pemand

tahu Ardi tidak akan menyukai lukisan i

kin lebih baik diletakkan di ruang kerjamu saja, ya? Rua

a merasa seolah-olah jiwanya semakin terenggut. Bahkan

saja ia beli. Di bawah cahaya lampu yang redup, lukisan itu terlihat semakin gelap dan misterius. Cantika men

uas. Ia mencampurkan warna-warna gelap, mulai dari hitam pekat, biru tua, hingga merah marun. Ia membiarkan kuasnya bergerak bebas di atas

Setiap goresan kuas adalah jeritan jiwanya yang terbungkam. Ia melukis seorang wanita dengan wajah yang samar, terkurung di dalam sangkar emas

a. Ia tahu Ardi tidak akan pernah memahami lukisan ini, apalagi menyukainya. Ia tidak peduli. Ini adalah karyanya, jeritannya, dan ia tidak akan membiarkan siapa pun m

asi goreng yang gurih memenuhi apartemen. Luna terlihat sangat bahagia,

untuk kursusmu," ujar Reza, menyeruput kopi. "Dan setel

a kalau kita ke museum? Aku suka

ka museum. Kalau begitu, mari kita habi

ran sederhana yang disukai Luna. Reza menikmati setiap momen bersama Luna. Ia tidak perlu berpura-pura menjadi siapa pun. Ia bisa m

i langit dengan gradasi jingga dan ungu. Luna menyandarkan kepalanya di bahu Re

a. Aku tidak pernah membayangkan akan men

ak gentar. Cinta Luna adalah kekuatannya. Ia akan menghadapi semua itu demi Luna, demi masa depan mereka berdua. Ia sudah merencanakan untuk memperkenalkan Luna secara resmi kepada o

a ia beli. Gaun pesta berwarna merah maroon, dengan potongan elegan yang memamerkan lekuk tubu

ka. Cantika harus tampil sempurna, menjadi nyonya rumah yang anggun dan berkelas. Ia harus

unga untuk Anda," ujar seorang

embaca kartu ucapan yang terselip di antaranya. Dari Ardi, dengan tulis

nya. Ia tahu Ardi sangat mencintainya. Tapi mengapa ia merasa be

ng terkurung. Ia ingin bebas, ia ingin melukis apa yang ia rasakan, tanpa batasan, tanpa tuntutan.

ngan. Ia memejamkan mata sejenak, mencoba menenangkan pikirannya. Ia harus kuat. Ia harus tampil sempurna di

wah, dikelilingi kemewahan, namun dengan mata yang menyimpan kesedihan yang mendalam.

Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY