h Cantika yang masih terlelap. Sebuah senyum tipis terukir di bibirnya saat ia menatap wajah damai istrinya. Bagi Ardi, setiap pagi yang dimulai dengan Cantika d
hadapannya. Gedung-gedung pencakar langit menjulang tinggi, jalanan mulai dipadati kendaraan, dan suara klakson samar-samar terdengar dari kejauhan. Ardi menyesap kopi panasnya, otaknya sudah mulai memikirkan agenda rapat hari ini di kantor. S
i tempat tidur, rambutnya sedikit berantakan, namun tetap terlihat cantik
mendekat dan mencium kenin
iran semalam masih berputar di kepalanya. Namun, ia tidak ingin Ardi mengetahuinya. I
mengusap pipi Cantika. "Aku akan mandi dulu. Ja
an. Rutinitas baru ini masih terasa asing baginya. Setiap pagi, Ardi akan memanjakannya, menanyakan keinginannya, da
sarapan, mulai dari roti bakar, sereal, buah-buahan segar, hingga hidangan tradisional Indonesia. Dua orang pelayan berd
ekali," ujar Ardi saat mereka mulai sarapan. "Ada proy
ut. Kedua mertuanya memang sangat sibuk dengan bisnis mer
nya Ardi, menatap Cantika penuh perhatian.
emiliki kendali atas hidupnya. Namun, ia tahu Ardi pasti akan mengirimkan pengawal untuk menemaninya. "Aku
eminta Pak Doni untuk mengantarmu. Dan
ekecewaannya. Ia sudah terbiasa dengan ini. Sejak menikah, ia tak pernah bisa bepergian sendirian. Ardi ter
edang memanggang roti di dapur. Aroma kopi hitam dan roti panggang memenuhi ruangan. Ia bersenandung pelan mengikuti irama lagu j
na. Reza langsung mengangkatnya, senyumn
rang, suaranya terdengar bahagia. "Aku
ertawa. "Aku sudah menyiapk
tertawa. "Jangan buat
ji Reza. "Hati-ha
gunan-bangunan tinggi dan lalu lintas kota yang padat. Sudah beberapa kali ia datang ke Jakarta, namun kota ini teta
atang ke rumah mewah seperti di sinetron-sinetron, namun ternyata apartemen ini terlihat lebih minimalis namun tetap mewah. Ia sudah diberitahu Reza
n pintu apartemennya, tersenyum lebar menyambut Luna.
n wajahnya di dada bidang pria itu. "Mas Reza,
kalah erat, mencium puncak kepa
. Apartemen itu luas dan modern, dengan sentuhan desain minimalis yang elegan. Tidak ada
za, melihat Luna men
awab Luna, berbalik menata
eza, menuntun Luna ke dapur. "
tetangganya, dan tentang rencana ke depan untuk membuka usaha kerajinan tangan. Reza mendengarkan dengan penuh perhatian, sesekali melontarkan pertanyaan yang menunjukkan k
kursi rotan, menikmati pemandangan kota. Angin sepoi-sepoi menerpa wajah Luna, m
tukmu, Luna," ujar Re
enasaran. "Kejuta
an tangan profesional di Jakarta. Kau bisa belajar lebih banyak, meng
a. "Benarkah, Mas Reza? Ya Tuhan, Mas Reza! Aku tidak tahu harus
kannya. "Aku ingin kau mengembangkan ba
aca-kaca. "Mas Reza selalu saja membuatku kagum. Aku tida
ngusap air mata yang mengalir di pipi Luna. "Cuk
membantu Luna mencari informasi tentang kampus terbaik untuk kuliah di Jakarta, karena Luna juga memiliki keinginan untuk melanjut
elalu mengikuti setiap langkahnya. Galeri itu tidak terlalu ramai, namun Cantika merasa risih dengan kehadiran para pengawal y
ngat kembali pada masa lalunya, masa-masa ketika ia masih seorang mahasiswi seni yang idealis, penuh semangat, dan bermimpi menjadi seorang peluk
miliki bakat seni yang luar biasa. Sejak kecil, ia sudah menunjukkan ketertarikan pada lukisan dan warna. Orang tuanya, meskipun tidak terlalu memahami d
galeri sendiri, dan diakui sebagai seorang seniman. Namun, setelah lulus, kenyataan menghantamnya. Mencari pekerjaan di dunia seni tidak semudah yang ia bayangkan. Ia bekerja d
ntika. Ia melimpahi Cantika dengan perhatian, hadiah, dan janji-janji manis. Ardi menawarkan Cantika sebuah kehidupan yang selama ini hanya bisa ia
besar untuk ditolak. Ia lelah berjuang, lelah hidup dalam keterbatasan. Ia melihat Ardi sebagai jembatan menuju masa depan yang lebih cerah, masa depan yang penuh dengan kemewahan dan keaman
merasa ada mata-mata yang mengawasinya, menilai setiap goresannya. Ardi ingin ia melukis hal-hal yang 'cantik' dan 'menarik', yang cocok untuk dipajang di dinding rumah-rumah mewah atau dijadikan koleksi. Ia tidak
yang menarik perhatian Anda?" tanya
n." Ia tidak ingin menunjukkan kekecewaannya. Ia ha
iannya. Lukisan itu berwarna gelap, dengan goresan kuas yang kuat dan ekspresif. Entah mengapa, lukisan
h menunggu. "Bagaimana pamerannya, Sayang
b Cantika. "Aku mem
kit terangkat. "Lukisan abstrak? Kenapa tidak membeli lukisan pemand
tahu Ardi tidak akan menyukai lukisan i
kin lebih baik diletakkan di ruang kerjamu saja, ya? Rua
a merasa seolah-olah jiwanya semakin terenggut. Bahkan
saja ia beli. Di bawah cahaya lampu yang redup, lukisan itu terlihat semakin gelap dan misterius. Cantika men
uas. Ia mencampurkan warna-warna gelap, mulai dari hitam pekat, biru tua, hingga merah marun. Ia membiarkan kuasnya bergerak bebas di atas
Setiap goresan kuas adalah jeritan jiwanya yang terbungkam. Ia melukis seorang wanita dengan wajah yang samar, terkurung di dalam sangkar emas
a. Ia tahu Ardi tidak akan pernah memahami lukisan ini, apalagi menyukainya. Ia tidak peduli. Ini adalah karyanya, jeritannya, dan ia tidak akan membiarkan siapa pun m
asi goreng yang gurih memenuhi apartemen. Luna terlihat sangat bahagia,
untuk kursusmu," ujar Reza, menyeruput kopi. "Dan setel
a kalau kita ke museum? Aku suka
ka museum. Kalau begitu, mari kita habi
ran sederhana yang disukai Luna. Reza menikmati setiap momen bersama Luna. Ia tidak perlu berpura-pura menjadi siapa pun. Ia bisa m
i langit dengan gradasi jingga dan ungu. Luna menyandarkan kepalanya di bahu Re
a. Aku tidak pernah membayangkan akan men
ak gentar. Cinta Luna adalah kekuatannya. Ia akan menghadapi semua itu demi Luna, demi masa depan mereka berdua. Ia sudah merencanakan untuk memperkenalkan Luna secara resmi kepada o
a ia beli. Gaun pesta berwarna merah maroon, dengan potongan elegan yang memamerkan lekuk tubu
ka. Cantika harus tampil sempurna, menjadi nyonya rumah yang anggun dan berkelas. Ia harus
unga untuk Anda," ujar seorang
embaca kartu ucapan yang terselip di antaranya. Dari Ardi, dengan tulis
nya. Ia tahu Ardi sangat mencintainya. Tapi mengapa ia merasa be
ng terkurung. Ia ingin bebas, ia ingin melukis apa yang ia rasakan, tanpa batasan, tanpa tuntutan.
ngan. Ia memejamkan mata sejenak, mencoba menenangkan pikirannya. Ia harus kuat. Ia harus tampil sempurna di
wah, dikelilingi kemewahan, namun dengan mata yang menyimpan kesedihan yang mendalam.