gan gelak tawa para tamu, menciptakan simfoni kemewahan yang familiar bagi Cantika Putri. Mengenakan gaun merah marun yang menjuntai anggun, Cantika tersenyum ramah kepada setiap tamu yan
, Sayang," bisiknya, mencium lembut rambut Cantika. Tatapan Ardi penuh puja, memuja setiap inci dari Cantika yang ia anggap sebagai miliknya. Cantika membalas dengan senyum tipis,
waktu sejenak untuk mengingatnya. Pria itu adalah Reza Dirgantara, seorang konglomerat muda yang namanya sering disebut-sebut di berbagai media bisnis. Cantika pernah bertemu dengannya bebera
balas sapaan para tamu dengan senyum tipis yang ramah namun menyimpan jarak. Ia memang tidak terlalu suka keramaian seperti ini. Ia dat
lihat semakin bersinar, dan rambut hitam panjangnya yang ditata rapi menambah kesan anggun. Namun, ada sesuatu di mata Cantika yang menarik perhatian Reza. Di balik senyumnya yang sempurna, ada sebersit kesed
ih dekat padanya. Sebuah senyum tipis tersungging di bibirnya, menunjukkan kepemilikan. "
at. "Tentu saja, Ardi. Selamat atas kesuksesan
bangga. "Aku akan memperkenalk
ngannya pada Reza. "Cantika Putri. Sena
h tubuh Cantika. Mata Reza menatapnya dalam, seolah mencoba membaca apa yang ada di balik senyumannya. "Reza Dirgantara. Senang bertemu dengan Anda juga
kan lengannya di pinggang Cantika. "Cantika adalah perma
, meskipun dalam hatinya ia merasa tidak nyaman. Kata-kata "permata" dan "insp
. Sebuah kepemilikan yang terasa sedikit berlebihan. "Aku bisa melihat itu, Ardi. Kalian pasangan yang serasi," ujar Reza, menco
erasaan aneh menyelimuti hatinya. Ada sesuatu tentang Reza, sebuah aura yang tenang dan membumi, yang terasa begitu kontras dengan dunia gemerlap yang me
m, dan sesekali tertawa renyah. Namun, pikirannya terus melayang pada sosok Reza Dirgantara. Mengapa
anen. Rambutnya diikat kuda, dan beberapa helai anak rambut menempel di pelipisnya yang basah oleh keringat. Wajahnya berseri-seri, tanpa polesan make u
on!" teriak Ibu
ap. Ia tahu siapa yang menelepon. Senyum langsung merekah di bi
Reza!" sa
angat dan menenangkan. "Bagaimana kaba
wab Luna. "Mas Reza sendiri bag
. Tadi malam aku menghadiri pesta
kening. "Bukankah itu pesta or
una," kata Reza tulus. "Oh ya, aku sudah memesan tiket untukmu b
"Siap, Mas Reza! Aku
lam aku akan ke sana. Aku akan menjemputmu beso
Reza mau menginap di si
Reza. "Dan aku ingin menghabiskan waktu be
alau begitu, aku harus mempersiapkan
Luna adalah kebahagiaannya, pelengkap hidupnya. Gadis itu membawa kesederhanaan
ahan sederhana yang selalu berhasil menghangatkan hati Reza. Mereka makan bersama di teras rumah, diterangi cahaya rembulan dan suara jangkrik
bersinar terang di langit gelap, membentuk gugusan yang indah. "Aku sena
menikmati setiap momen bersamamu sebelum kita kembali ke kota.
it. Jakarta itu kota besar, Mas.
ukannya. "Aku akan selalu bersamamu. Aku akan m
atap mata Reza. "Ak
yang, dan menenangkan. Luna merasa aman di samping Reza. Ia tahu, meskipun
Dirgantara terus menghantuinya. Ada sesuatu yang misterius dari pria itu, sesuatu yang menariknya se
alik lukisan lain. Lukisan wanita di dalam sangkar emas. Ia menyentuh lukisan it
seorang pria, dengan mata yang tajam namun meneduhkan, bibir tipis yang tersenyum tipis. Wajah itu adalah wajah Reza Dirgantara. Cantika sen
di mata pria itu, kerinduan yang entah mengapa, terasa familiar baginya. Cantika merasa
mampu melihat menembus topeng kebahagiaan yang ia kenakan. Reza tidak memuji kecantika
asaan tertarik pada pria lain, adalah hal yang salah. Ia adalah istri
ngan Reza dari benaknya. Ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa semua ini hanyalah kelelahan dan imajinasinya saja. Ia harus
Cantika sudah rapi. "Kau sudah bangun sepagi
sa tidur lagi," jawab Ca
tersenyum, mengusap pipi Cantik
uapkan segala kegelisahan yang membanjiri hatinya. Air yang dingin sedikit menenangkan pikirannya. Setelah beberapa
miliki segalanya, namun mengapa ia merasa ada kekosongan yang tak t
Luna di kursi penumpang. Mereka mengobrol santai, sesekali tertawa lepas. Luna merasa begitu nyaman di
n Mas Reza," ujar Luna, menatap Reza. "Selama ini aku h
gai bidang, mulai dari properti, teknologi, hingga energi. Aku juga serin
una mengangguk-angguk. "Tapi Mas
oritasku, Luna. Dan aku ingin kau tahu, aku serius dengan
erkejut. "Bena
kin akan terkejut. Tapi aku akan meyakinkan mereka. Aku tidak peduli
Ia sangat bersyukur memiliki pria seperti Reza dalam hidupnya. Pria yang t
Reza," bisiknya, ma
Luna. "Jangan menangis, Sayang. Ki
untuk Luna, tidak jauh dari lokasi kursus kerajinan tangan. Apartemen itu tidak terlalu besar
ar Reza. "Kau bisa datang ke apartemenku kap
erat. "Mas Reza te
encium kening Luna. "Sekarang, istirahatlah. Besok
Ia membuka lemari, melihat beberapa baju baru yang sudah disiapkan Reza u
Sebuah babak baru dalam hidupnya akan segera dimulai. Ia tahu ini akan menjadi tantangan, namun ia tidak takut. Dengan Reza di sisinya, ia merasa sang
lakukan apa. Ardi sibuk di kantor, dan ia tidak memiliki teman dekat yang bisa diajak bicara atau sekadar jalan-jalan. Sejak menikah dengan Ardi, t
dan ia harus menerima segala konsekuensinya. Namun, terkadang, ia merindukan kesede
eza. Ia ragu sejenak, lalu membuka kotak itu. Gambar wajah Reza masih ada di sana. Cantika menyentuh gambar itu, merasakan
kin ia mencoba menguburnya, semakin kuat perasaan itu muncul. Ia merasa terjebak, terkurung dalam labirin perasaannya sendiri. Ia ingin bebas, ia ingin m
nnya pada jiwanya yang terpenjara. Cantika merasa air matanya menggenang. Ia tidak bisa lagi menahan beban ini
nghela napas panjang, mencoba mengumpulkan kekuatan. Ia harus bisa melewati ini. Ia harus bisa me