bulan y
nya sepele, kudapan sore tak disiapkan, makan malam tak sesuai selera.
gonya menolak mengalah. Ia malah menyalahkan suaminya
ranjang. Hasratnya memudar. Ia menyadari, penyebabnya mungkin karena Arga sering kl
. Tapi Alda justru makin jenuh dengan kehidupan yang sunyi di kompleks perumahan terpencil itu. Anak-anak mereka tinggal di kota ber
pergi. Dalam hati, ia yakin suaminya akan kembali malam itu juga seperti biasanya: reda marah, lalu bercinta, meski selal
Lampu dimatikan. Dalam setengah sadar, Alda mengira A
besar, panjang dan keras, gerakannya pun lebih mantap. Tak seperti biasanya. Kenikmatan
an. Malam itu adalah malam paling tena
nggi. Arga sudah duduk di ruang makan. Alda seger
t semalam... Pakai oba
t. Ia menoleh de
apaan
Soalnya belum pernah rasanya 'anu' Papa sebesar dan sekeras itu... tahan lama pula. Mama
isnya mengerut, mulu
h, nggak ke mana-mana. Malah ketiduran sampe subuh. Papa sem
danya tiba-tiba berdebar. Kalau bukan Arga
keterkejutan itu, ada satu hal yang sulit disangkal-apa pun yang terjadi semalam, t
atu yang samar dan tak berarti. Tapi beberapa minggu kemudian, tepat di hari yang sama saa
ke luar kota. Sepi menyelimuti kamar, dan hanya cahay
bahwa sosok itu adalah suaminya-yang kembali hanya untuk menyentuhnya sebagai istri. Dan seperti ditarik oleh kekuatan
gitu intens, begitu hidup-d
nya sempat menyentuh permukaan. Ia ingat bahwa suaminya sedang
redup cahaya lampu tidur, ia melihat bayangan samar-seper
enyap. Yang tertinggal hanyalah perasaan yang tak bisa dijelaskan, yang me
ng penuh pertanyaan. Apakah semua itu hanya mimpi? Imajinasi?
uhnya? Ia memang baru saja melewati masa haid, masa di mana bi
g sudah lama ia kubur, namun tak benar-benar ia lupakan. Sebuah pengkhianatan
ntuk menenangkan diri. Dan di sanalah, ia bertemu
engerti, merasa dibutuhkan. Tapi setelah semuanya berakhir, Alda hanya merasa malu. Bukan hanya pada
n setia, ingin menebus semua, dan ingin percaya bahwa
ampiri, ketika pikirannya dipenuhi bayang-baya
m benar-benar sembuh. Tapi satu hal yang ia tahu pasti: ada sesuatu di dalam diri
. Bukan berarti gejolak dalam tubuhnya padam; justru sebaliknya, ada bara yang menyala-nyala, tapi tak bisa
anpa sempat menyentuhnya. Namun sejak mimpi-mimpi itu, Alda tak lagi bisa membohongi dirinya sendiri. Ada sesua
intas bukan keintiman, melainkan kekecewaan. Sebab ia tahu, tak peduli seberapa keras usahanya be
ah kebahagiaan agung, lalu lenyap begitu saja-meninggalkan lubang besar dalam dirinya. Lubang itu kini
lebih kuat daripada pengalaman yang benar-benar ia alami. Helaan napas si misterius dalam gelap,
ongan film yang bisa diputar ulang kapan saja, kecua
yang bahkan ia sendiri tak tahu apakah itu nyata atau sekadar mimpi yang terlalu sempurna. Yang pasti, tubuhnya bel
arena setiap gelap tiba, bukan tidur yang ia cari... mel
rlahan, namun pasti, membawa perubahan yan
kan laki-laki lain. Bukan dengan niat, bukan pula dengan kesengajaan. Semuany
n wajah legam terkena matahari, ada pula yang lebih tua-keriput dan kasar, tapi dengan sorot mata yang ju
ri-curi pandang pada area tubuh laki-laki yang tak seharusnya. Alda sering membanding bandingjk
da satu sama lain. Tatapan matanya kosong, tapi benaknya sibuk menggali sesuatu
m dirinya yang semakin hari terasa kosong, dan mata-mata itu, senyum-senyum itu, sosok-so
entuk paling jujur dari jiwa yang kesepian. Jiwa yang terlalu lama terpenjara dalam rutinitas, dal
a. Tapi benih-benihnya mulai tumbuh. Di antara tatapan panjang dari balik jendela, dalam keheni
atapan penuh nafsu dari peara
ni awal dari sesuatu yang baru? Atau ju
*