uju padanya membuatnya ingin menghilang ke dalam dinding. Namun, dengan keberanian yang han
yang berani mengucapkan sepatah kata pun. Hanya Ray yang duduk dengan tenang, matanya tidak pernah lepas dari buku catatannya. Ia seperti tidak
Setiap kali dia melirik ke samping, dia melihat pria itu dengan ekspresi datar
Ara berdiri, bersiap untuk pergi ke kantin, tapi lan
Ray dengan suara rendah
amun dia hanya mengangguk
perti senyum yang penuh perhitungan. "Jangan terlalu ser
rgi begitu saja, meninggalka
i dari geng lawan-geng yang dikenal sering membuat masalah-tiba-tiba masuk ke kelas dengan langkah p
di sana. "Taruhan lo udah dimulai, Ara," katanya
a sadar, tangannya meraih benda itu, merasakan getaran aneh yang mulai muncul di dalam dirinya. Sebuah perasaa
ng B
buat. Tapi, apa yang sebenarnya diinginkan Ray? Dan apakah Ara siap untuk menghadapinya, atau dia hanya me