lum matahari terbit. Ada sisa-sisa harapan, keyakinan naif bahwa mungkin, hanya mungkin, ini semua hanyalah mimpi buruk yang akan sirna saat fajar menyingsing.
. Kopi hitam tanpa gula, sarapan ringan, sepertinya Adam bukan tipe pemakan berat di pagi hari. Aurora memutuskan untuk membuat sandwich panggang sederhana dengan keju mozza
u disetrika dan celana bahan yang rapi. Ia berhenti sejenak, melirik meja makan yang sudah tertata, lalu menatap
ya dingin dan tanpa ekspresi, se
gup kencang. "Sudah, Adam. Aku membuat
letakkannya kembali dengan desah napas berat. "Kopinya terlalu encer," katanya, nada suaranya lebih sep
dak menunjukkan kekecewaannya. "Maaf, Adam. Aku tidak tahu. Aku
g Adam. "Aku akan sa
i suite. Suara pintu tertutup menandakan kepergiannya. Aurora terdiam, mematung di dapur. Sarapan yang ia buat dengan segenap harapan kini tergeletak dingi
nyaman. Ia mempelajari apa yang Adam sukai dan tidak sukai dari pembicaraan yang tak sengaja ia dengar Adam lakukan di telepon, atau dari kebi
kedatangan Adam pulang kerja. Ia akan tersenyum, menyapa den
ewatinya begitu saja, seolah Aurora adalah bagian dari perabotan. Ruang tamu yang sudah Aurora tata sedemikian rupa, dengan bantal-bantal empuk dan buku-buku yang ia pikir akan menarik minat Adam, tak pernah disentuh.
n selalu berhasil membuat ayahnya lahap. Ia menata meja dengan indah, menyalakan lilin, dan bahk
eak untuk makan malam
a sekilas. "Aku sudah
berdesir. "Janj
ke kamarnya untuk berganti pakaian. Ia keluar
kan di rumah?" tanya
. Aku
sempurna, dengan steak yang kini mendingin. Air mata kembali membasahi
rlanjut. Adam tak pernah ragu melontarka
tanya suatu pagi, setelah mencicipi sup ayam bua
erawat tempat tinggal, ya?" ejeknya ketika meli
ndan sedikit, mengenakan gaun selutut yang cantik dan membiarkan rambutnya terurai. Ia
?" Nada suaranya sinis. "Seharusnya kau lebih memikirkan cara membersihk
anya ingin Adam melihatnya, hanya itu. Rasa sakit ha
ngan udang, cumi, dan berbagai bumbu rempah. Ia tahu Adam menyukai masakan Asia. Ia bahkan sudah belajar resep dari koki hotel khusus untuk ini. Aroma harum
a di ambang pintu, seperti biasa. "Selamat datang kembali,
ihat piring nasi goreng yang mengepul, aromanya begitu menggoda. Namun, Adam ti
gan aroma hangat nasi goreng. "Nasi goreng? Kau benar-be
nasi goreng seafood, Adam. Ak
urora sempat berpikir Adam akan mencicipinya. Namun, dengan tatapan lurus ke mata Aurora yang membelalak, Adam berjalan menuju tempat sampah di dapur, lalu membuang seluruh isi
a Adam, tanpa sedikit pun penyesalan di wa
matanya, tapi kali ini, bercampur dengan rasa marah yang luar biasa. Itu bukan hanya nasi goreng.
urora, suaranya bergetar menahan ta
"Aku tidak suka. Aku tidak akan memaksak
un menawarkan Aurora. Aurora hanya duduk di ruang tamu, air matanya tak henti mengalir, menyaksikan Ad
a, seorang wanita bernama Stella, yang Aurora tahu adalah arsitek sukses yang sering berkolaborasi dengan Adam. Adam sering menyebut namanya, selalu dengan nada pr
idangan istimewa, sup asparagus krim, salmon panggang, dan salad segar. Ia bahkan
n senyum menawan. Ia mengenakan gaun kantor yang sangat modis. Senyumnya ramah
la ramah kepada Aurora, mengulurka
si Adam cepat.
, menjabat tangan Ste
haan. Adam tertawa lepas, sesuatu yang tak pernah Aurora lihat selama mereka bersama. Ia bahkan melontarkan lelucon-lelucon ringan yang membuat Stella terkikih. Aurora hanya duduk di
ji masakan Aurora. "Sup asparagusnya enak sekali,
a, aku lebih suka masakan restoran. Tapi, ya, kadang-kadang butuh variasi." Kalimat itu
dai sekali memasak." Ia melirik Aurora dengan senyum simpul, se
am berkata kepada Stella, "Mungkin lain kali, kita bisa membahas proyek ini d
di tangannya. Ia menahan napas, berusaha tetap tenang. Malam itu, ia menyadari, ini bukan hanya tentang ketidaksukaan Ada
ya, mengunci diri seperti biasa. Aurora tetap di ruang makan, membereskan piring-piring
ngan langkah gemetar, Aurora berjalan ke kamar Adam. Ia
unya!" panggilny
ni
anya mengalir deras. "Adam! Ak
bang pintu, wajahnya menunjukkan kejengkelan yang kentara. Ia
aranya tajam, sarat amarah. "Kau
"Kenapa kau melakukan ini padaku?" tanyanya, suaranya
ahmu? Salahmu adalah kau ada di sini.
Aku memasak untukmu, membersihkan rumah, mencoba bicara denganmu. Tapi kau selalu mengabaikanku, menghinaku, bahkan membuang masakanku di
penuh keputusasaan. Aurora menatap Adam, berhar
yang menusuk. Adam menatapnya dengan tatapan j
ata-katanya menggores jiwa Auror
, suaranya rendah namun penuh penekan
au. Itu bukan hanya penolakan, tapi pernyataan kebencian ya
ria yang kini menghancurkannya tanpa ampun. Ia tak bisa lagi menahan isakannya. Tangisnya pecah, lebih keras, lebih pilu dari sebelum
rora sendirian, terisak di lorong yang gelap, dengan hati yang hancur berkeping-keping. Di luar, kota masih bersinar terang, namun di dalam suite itu, hanya ada