img Janda Rasa Melon  /  Bab 4 Janda | 9.09%
Unduh aplikasi
Riwayat Membaca

Bab 4 Janda

Jumlah Kata:1601    |    Dirilis Pada: 27/07/2025

ada hal besar yang dibahas, tak ada keputusan penting yang ditetapkan. Tapi dalam perc

bergerak, tapi di dalam rumah kecil itu, waktu seakan berjalan lebih p

atanya menatap wajah menantunya dengan intens beberapa

l menggaruk pelipisnya, "kamu

Allah, Pak. Sejauh ini saya sangat bahagia. Mas R

hnya tak langsung tenang. Ada jeda yang

rus, maaf, maaf nih ya, Vin... ibumu itu, akhir-akhir ini sering bilang ke

enyungah pisang go

a perlahan luntur, berganti den

apak sendiri nggak pernah maksain. Cuma... yah, tahu

tangannya mengelus-ngelus gelas teh yang m

a. Tapi kalau ada yang bisa dibantu, atau... kalau kamu butuh apa-apa, bila

pis, tapi matanya

a kasi

ua di langit-langit yang terdengar berdengung. Pak

li ya? Aromanya mirip gorengan simbok waktu

sedikit lega karena per

anyaan sederhana yang menyisakan gelombang pelan di dalam dad

angan tangan kirinya, lalu meneguk si

yusul Mas Ryan ke sawah, sekalian ngobrol sebentar. Abis itu bali

ak. Saya titip salam buat Ibu, Mas Ridw

sedikit kusut. Lalu dari saku celananya, ia mengeluarkan sebua

rezeki kamu numpang lewat Bapak. Gak usah bilang-bilang sama M

ntak. Biasanya dia menerima uang tit

n aja, buat

, bukanlah amplop dan isi amplopnya. Tapi Pak Abdullah diam sejenak. Ia menatap wajah Vina-dalam, tenang, namun seperti menyimp

erlalu... dalam. "Bapak doakan, semoga kamu cepat diberi momongan," bis

k Abdullah menunduk sedikit, lalu mengecup keningnya dengan lembut dan dalam rurasi yang agak l

il menepuk pelan punggung Vina. Suaranya

a mampu berdiri terpaku di ambang pintu. Mengiringi kepergian ayah

ri. Tak lama, suara mesinnya menghilang di tikungan. Namun detak di dada Vina justru belum mereda. Ia masih ber

erus berjalan. Jauh dari sosok Ryan yang lebih kurus, pendiam, lusuh, dan kadang terlalu pasrah pada kead

u, kening Vina yang dicium hangat itu justru terasa panas seperti baru tersen

mengingat lagi kronologi kedatangan mertuanya. "Katanya udah dari kemarin di ruma

an ayah mertuanya. Pikirannya masih tak bisa lepas dari kejadian barusan yang sangat tida

pelukan seorang ayah mertua pada menantunya.

elas ia merasakan ada sesuatu yang kenyal namun keras di bawah perut lelaki palmboyan itu yang menekan perutnya.

mata, lalu me

..." katanya mencoba menenangkan diri. Tapi detak jantung

dan gesekan piring sejenak membantu mengalihkan pikirannya. Namun bayangan wajah Pak Abdullah, tatapan

nya sehangat da

au apa yang terjadi itu, benar-benar di

i atas meja makan, kini mula

n perhatian mertua, atau justru im

*

h berdesis panas, tapi ia belum juga turun. Matanya menatap kosong ke hamparan hij

yeruak justru bayangan senyum dan tubuh mungil menantunya. P

hfiru

ri anaknya. Namun justru kesadaran itu membuat batinnya sem

m pelan dahinya. "Bodoh!" des

tampak... lemah. Tak seperti dua kakaknya. Dan entah mengapa, dalam benaknya m

angkahnya pelan, seakan setiap tapak menambah beban. Ia datang unt

dalam dirinya. Sesuatu yang tak seharusnya ada. Vina dalam baluta

beban pikiran yang tak layak. Ia berniat bertemu Ryan, bicara soal sawah, warisan, atau apa pun... tapi sekar

ecil tempat Ryan berteduh. Suara langkahnya membuat Ryan m

n Bapak langsung balik lagi k

. "Sekalian mampir ke kamu.

yang tak sanggup diurus Ridwan. Ryan pun menolak dengan alasan yang sama. Pak

gung soal Vina. "Kalau bosan di kampung, mainlah ke Karawang. I

k antusias. "I

puk bahu anaknya sebelum berpamitan. Tak lupa dia pun menitipkan s

elum bisa melupakan hangat tubuh menantunya itu. Ada getaran yang tak bisa ia jelaskan, apalagi abaikan. Bahka

an, ia berhenti. Menatap ponsel

t ke Karawang, Vina besok

, balasa

dulu sama Vina, bisa

napas berat. Dalam hati, ia bertanya pada dirinya sendiri, "Kenapa

*

Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY