rminal. Ningsih melihat Mirna sudah berganti penampilan. Rambutnya di
da banget?" tanya
i baju seksi dari pagi. Nanti aku ganti di sana," jawabnya sa
engan ramah. "Jadi ini Ningsih? Mirna sudah ceri
n bekerja sebagai pe
uh pelayan. Kamu akan bertugas mengantarkan
Mirna. Ia tidak tahu, di balik persetujuan itu, Mirna sudah menyiapkan siasat licik. Mirna mengamati Ningsih
mun, sesekali ia melihat Mirna. Pemandangan itu lagi-lagi membuat Ningsih bergidik. Mirna mengenakan gaun mini ketat berwarna me
sih. "Gimana? Enak kan jadi pelayan? Gajin
ajinya sebagai pelayan jauh dari yang ia
amu harus cepat-cepat n
ksu
menemani tamu-tamu minum. Duitnya
ggak, Mir. Aku cuma mau jadi
bih. Bonusnya bisa sampai jutaan lho," goda Mirna. "Kamu nggak usah langsung ka
u, Mir," Nings
tamu. Aku jamin, kamu akan ketagihan sama uangnya," kata Mirna, tangannya
a. Ia hanya bisa berharap, godaan Mirna tidak akan menjerumuskannya lebih dalam lagi ke dunia gelap itu. Sementara Mirna
*
an ia tidak bisa tidur, hatinya gelisah memikirkan apa yang akan terjadi hari ini. Janjinya untuk hanya menjadi pelaya
bangun. Kita harus siap-siap. Nanti malam kamu harus
hat Mirna sudah berdandan, bahkan di pagi hari. Rambutnya di-curly, li
gi sudah begini
rin kamu cara berdandan yang benar, cara be
akaian seksi, gaun mini, atasan ketat dengan belahan dada rendah, dan ro
, seolah membaca pikiran Ningsih. "Kamu pakai gaun ini, ya," k
nggak nyaman, M
mu di sini suka yang seksi. Apalagi badanmu sint
in, merasa seperti orang lain. Tubuhnya yang sintal memang terli
rin kamu cara jalan. Pinggulnya digoyang sedikit, jangan kaku kayak ti
hela napas. "Aduh, Ningsih. Nanti malam kamu harus lin
i *blush on*, ini *eyeliner*. Kamu harus pakai semua. Biar mata kamu terlihat lebih
anya asing. Gadis desa polos itu kini sudah mulai berubah menjadi seorang wanita
-
mengenakan gaun ungu yang diberikan Mirna. Ia melangk
alin ke tamu. Kamu nggak usah khawatir
menghampiri mereka. Ia tersenyum, matanya
h. Dia pendatang baru
Nama saya Agus
sa canggung. Mirna menyikutnya, m
pesan apa?" tanya Ning
, Ningsih. Tidak perlu canggung. Du
mberi isyarat agar ia menuruti pria itu. Denga
i kecantikan Ningsih. Ningsih merasa sedikit nyaman, karena Pak Agus tidak langsung berbuat aneh-aneh. Namun, d
lah tahu kegelisahan Ningsih. "Ini bagia
nggak suka,"
n saja. Nanti juga te
erangkul pinggang Ningsih, tangan kanannya mengusap lembut paha
egitu," kata Ningsi
ng? Hanya begini saja. Kamu kan c
mu jangan kaku! Biarin aja! Ini yang namanya 'mer
k dengan sentuhan pria itu, namun ia juga sadar akan
gus memaksa. Ia menarik Ningsih ke dalam pelukannya. Ningsih merasa seperti tercekik. Ia hanya bisa pasrah. Pak
Ningsih," bi
leng. "Saya ng
. Cuma ciuman,"
Ningsih menghela napas, ia mendekatkan wajahnya ke Pak Agus, mencium bibir pria itu. Ningsih me
u. "Ini bonus buat kamu, Sayang. Lain kali, saya mau kamu
inya. "Lihat kan? Gampang kan? Itu baru ciuman, belum yang lain," b
u, ia sudah berada di jalan yang salah. Tapi ia juga tidak bisa kembali. Ia sudah terlanjur basah, ia harus b