nakan gaun ungu ketat yang terasa seperti kulit kedua yang asing baginya. Jantungnya berdebar, rasa gelisah yang sama se
liti penampilan Ningsih dari atas sampai bawah. "
mengangguk. "A
mbut. "Anggap saja ini sandiwara. Kamu hanya perlu akting.
u mulai berdatangan. Ningsih melihat para gadis lain yang sudah bekerja di sana, mereka ter
melihat Ningsih. Hati Ningsih mencelos, ia ingin sekali menghindar. Namun, ia melihat
"Ningsih! Saya sudah menunggu kamu. M
gangguk. Dengan langkah berat, Ningsih m
am ini, Ningsih," puji Pak Agus
eperti yang diajarkan Mirna. Namun, rasanya sangat sulit. Ia melihat Mirna dari celah
gang," tanya Pak Agus, tangannya
apa, Pak. Saya hanya sedikit lelah
malu-malu. Tapi tidak usah khawatir," kat
mencium aroma rambut Ningsih. "Kamu wangi se
n wajah ibunya, yang setiap hari bekerja keras di ladang. Ibunya tak per
gsih, lalu turun ke leher. Ningsih menutup mata, a
nang saja, saya akan buat k
angkit dari duduknya, berjalan mendekat ke ruangan VIP Ningsih. Ningsih yang mel
enuntut lebih. Ia menangkup wajah Ningsih. "Saya mau
g. "Saya tidak bi
n membuat saya bahagia. Ayo, Ning
sa mual. Ia tidak bisa melakukannyaruangan, Mirna berbisi
m, penuh ancaman. Ningsih tahu, jika ia menolak, Mirna akan marah. Mirna adala
ksa, ia mendekatkan wajahnya ke wajah Pak Agus. Ia memejamkan mata, memaksakan dirinya untuk melakukannya. Bibir
n erat, seolah tak ingin melepaskannya. Ningsih hanya bisa pasrah, ia membiarkan Pak Agus mencumbunya.
nyum puas. "Kamu memang manis, Ningsih. Saya suka. Ini bonus b
tidak berani menatap wajah Pak Agus. Ia merasa diriu sudah dapat uang sebesar ini," bisik Mirna. "Nanti juga k
oneka. Mirna tersenyum, ia tahu Ningsih sudah mulai terjebak. Ia hanya perlu
*
i terasa seperti penjara. Ningsih duduk di sudut kamar, tangannya menggenggam erat ponselnya. Pikirannya dipenuhi oleh Pak Agus
Boni. Nanti malam saya temenin. Bapak mau yang mana? Yang kayak kemarin? Oke deh,
. Duitnya lumayan banget," kata Mirna. "
angguk, ia tak bis
nya sibuk memencet tombol di ponselnya. Tak lama kemudian, ponse
Mir?" tany
ri," jawab Mirna
ang bercinta dengan seorang pria. Tubuh Mirna bugil, ia terlihat begitu binal. Pria itu terus memuji
ematikan ponselnya. "Mirna! Ken
amu. Di sini, kalau mau dapat uang, ya harus begitu. Kamu pikir
am. Ia tak bi
ani mereka, eh, dapat uang banyak," lanjut Mirna. "Lagipula, itu kan
erasa jijik, tapi ada bisikan kecil di hatinya yan
-
a pria tajir, video ia menerima tumpukan uang, dan video saat ia sedang menari dengan binal. Ningsih yang awalnya jijik, kini mulai terbiasa. Ia bahkan mulai se
dang menonton salah satu videonya. N
apa, Ningsih?
apa-apa," jawab
k usah bohong. Aku tah
menund
amu suka?"
menjawab. Ia
gitu," kata Mirna, suaranya melembut. "Aku tahu, k
ggak tahu," b
ahu kamu butuh uang lebih banyak. Kamu lihat kan, aku bisa
adik-adiknya. Uang yang ia dapatkan dari Pak Agus tidak cukup. Ia
soal moral. Ini soal bertahan hidup. Kalau kamu mau bertahan di Jakarta, kamu har
up Mirna, pakaiannya yang mahal, tas-tasnya yang bermerek. Ia juga ingin
u coba, Mir,"
ahu kamu bisa," katanya. "Malam ini, aku akan kenalin kamu ke sal
menjual dirinya demi uang. Ia hanya bisa berharap, semua ini akan berakhir dengan cepat, dan ia bisa kembali ke desanya, menjadi