sempitnya, Ningsih merasa jiwanya kosong. Tubuhnya yang sintal dibalut gaun mini berwarna merah cerah, sebuah pilihan yang diberikan langsun
am ini kamu pasti dapat banyak, Ningsih! Pak Agus itu sudah
ik Ningsih, suaranya
takut. Anggap saja ini hiburan. Di
ia tahu Mirna tidak akan membiarkannya berhenti sampai
gsih tak perlu menunggu lama. Pak Agus langsung menghampirinya dengan senyum lebar. "Ni
ndarat di bibir Ningsih. Ningsih yang semula kaku, mulai mengimbangi. Ia teringat bisikan Mirna, "Anggap ini hiburan, Ningsih. Kalau kamu semakin lihai, dia akan semaki
gus. Tangannya kini meraba ke seluruh tub
sih, suaranya terasa asi
desah Pak Agus. "Kita ke hotel, ya. Saya s
njutnya. Ia melihat Mirna di kejauhan, matanya menatap lekat ke arahnya. Mirna memberi isyarat dengan tangannya, mengger
ah, Ningsih
gus tak berhenti menciumi Ningsih. Ningsih hanya bisa terdiam, memejamkan mata. Ia membayangkan wajah ibunya,
i Ningsih dengan beringas, seolah sudah tak sabar lagi. Ningsih merasa ragu. Tangan dan kak
menyadari ketakutan Ningsih. "Tidak apa-apa,
a, Pak Agus sudah telanjang bulat. Penisnya yang tegang tercetak jelas, membuat Ningsih menelan ludah. Ia merasgsih berbaring kaku, ia merasa seperti patung. Ia ti
Ningsih, mencium keningnya. "Tidak apa-apa, Ningsih. Kalau
nghela napas. Dengan ragu, tangann
h. "Kamu cantik
a tahu, ia harus melakukan sesuatu agar Pak Agus tidak kecewa. Ia tidak in
membelai penis pria itu. Pak Agus terkejut, matanya membulat. Ningsih tidak tahu, di dunia ini, ada cara lain untu
batang penis Pak Agus hingga pria itu mendesah-desah. Ningsih yang semula jijik, kini mulai m
asa..." desah Pak Agus. Pria itu memejamk
snya. Pria itu lemas, terbaring di atas ranjang. Ia tersenyum puas. "Kamu memang *angel* saya, Ningsi
ng itu. Ia telah melakukan hal yang tidak pernah ia bayangkan. Namun, ia juga merasa lega. Ia telah mduk antara rasa lega karena berhasil melewati 'tahapan' mendebarkan malam itu, dan rasa jijik yang tak bisa ia hindari. Pikirannya mela
nannya. "Sayang, ayo mandi," ajaknya d
mengangguk, ia bangkit perlahan, mengambil handuk, dan melilitkannya di tubuhnya. N
ai handuk,"
kejut. "Tap
Saya suka melihat kamu telanjang," g
ah berani melakukan hal gila tadi, masa kini ia mundur? Dengan berat hati, ia me
Ningsih, merangkul pinggangnya. "Jangan takut. Ki
angat mulai membasahi tubuh mereka. Ningsih memejamkan mata, membiarkan air hangat itu membasuh
membalas, tangannya melingkar di leher Pak Agus. Mereka berciuman di bawah guyura
ih. Ningsih mendesah, erangan halus keluar dari bibirnya. Ia merasa aneh. Ia merasa jijik, namun di sat
a," desah Pak Agus. "Kenapa kamu
leng. "Aku tid
ak bicara. Nikmati s
tubuh Ningsih, ia membelai punggung Ningsih, lalu turun ke pinggul. Tangannya mere
an lagi. Kita kembali ke r
ng. "Tidak, Pak.
Kalau begitu, saya akan buat kamu s
n ke leher, ke dada, hingga ke perut Ningsih. Ningsih mendesah, ia membiarkan Pak Agus melakukan apa pun
k Ningsih erat-erat. "Kamu memang bidadari say
kalau Bapak berani kasih say
sih. Berapa pun yang kamu mint
i ia mencoba menahannya. Ia harus terlihat profesional. Ia harus bisa memisahkan antara pekerj
sudah pergi, digantikan oleh seorang wanita yang pandai merayu dan mencumbu. Ia merasa takut