a berjalan menyusuri jalan utama menuju café tempat pertemuan berikutnya dengan klien. Gaun kasualnya yang elegan menon
k pria itu duduk di salah satu meja terbuka, mengenaka
mi
ini ada sesuatu yang lembut, hampir hangat, di balik tatapan tajamnya. Hati Aurelia berdebar
an sorot mata yang sulit dibaca. "Aku tidak sengaja
ang sering memaksa kita bertemu, Tuan Alveric." I
nunggu seorang vendor florist. Tapi aku melihatmu dat
bisa dipungkiri, kata-kata Damian membuatnya merasa
iasa. Ia mencondongkan tubuh, menatap Aurelia saat ia menjelaskan detail bunga dan dekorasi, se
a kau yakin warna ini cocok untuk tema pernikahan?" Damian bertanya sa
ria ini tak hanya sekadar klien yang ingin masukan
Damian menahan pelayan itu dengan lengan kuatnya, dan matanya kembali tertuju pa
dengan rasa aman yang dulu ia rindukan, tapi sisi profesionalnya
k lebih nyaman, membuat dirinya berdiri di sampingnya sejenak. Hal itu membuat beb
a pun yang melewati batas. Tapi perhatian kecilnya-tatapan hangat, senyum samar
au sekadar ingin berbagi pandangan dengannya. Setiap kali mata mereka bertemu, denyut jantung Aurelia meningkat. Ia merasa bers
contoh bunga. "Aku harap kau tahu, aku menghargai setiap sara
"Aku profesional, Tuan Alveric. Itu tugasku," ja
u tahu kau profesional. Tapi aku tidak bisa menahan diri untuk peduli, Riel. Ak
a membuatnya dilema: apakah ia harus menjaga jarak demi profesionalisme, at
ambang emosi yang tak pernah padam. Aurelia sadar satu hal: kehadiran Damian di tempat publik bukan hanya tentang p
l, Damian menahan tangannya sebentar. "Riel... sampai ketemu
ahan hati yang berkecamuk. "
kkan, kini tak hanya ada di kantor, tapi di dunia nyata, di depan orang banyak
profesionalisme dan perasa
rlari dari satu rapat ke rapat lain, meninjau dekorasi, memastikan vendor tepat waktu, sambil me
muncul dengan cara yang tak pernah ia duga-lebih intens, lebih dekat, dan tanpa
menerima pesan s
tiga. Ada beberapa hal yang ingin kubah
ng Aurelia berdebar. Ia menundukkan kepala, m
lveric. Aku a
ri balik layar komputer, hatinya berdebar keras. Ia mencoba menenangkan diri, tapi aur
nya. "Aku tidak akan lama. Hanya ingin meninjau b
u, silakan duduk." Suaranya terden
gan seksama. Ia sesekali mencondongkan tubuh, menatap Aurelia ketika
suatu. Tidak banyak orang yang sepeka itu terhadap detail,
ti menyelam ke ruang batinnya yang rapuh. "Itu memang tugasku, Tuan Alveric,"
tapnya lebih lama. "Riel... aku ingin kau tahu, aku ti
a. "Tuan Alveric... ini kantor, dan ki
n menantang. Tatapannya penuh makna, membuat Aurelia terdiam sejenak
h, tapi ia menahan diri. "Aku tidak ingi
Profesional. Tapi aku tahu kau masih punya perasa
mencoba menenangkan hati yang kacau. "Aku... aku tidak in
menatapnya sekilas, dan berkata lembut, "Riel... aku akan sabar. Tapi kau tidak bisa me
yang ia bangun selama dua tahun. Ia ingin menatapnya, ingin menangis
ini. Aku tidak bisa-" kata
ksamu. Aku hanya ingin kau menghadapi perasaanmu sendiri. Kau tidak bisa lari darinya
ni bangkit kembali, liar dan sulit dikendalikan. Ia tahu Damian benar-tidak ada yang bisa ia lari. Setiap pe
tahu ini adalah ujian, bukan sekadar kata-kata. Ia ingin Au
u juga tidak bisa membiarkanmu menutup hatimu. Aku
, aku juga masih mencintaimu. Tapi mulutnya tetap terkunci. Profesionalismenya
enja. Ia sadar satu hal: badai emosional yang Damian mulai tunjukkan bukan lagi sekadar ujian profesional. Itu telah memasuki wila
berbahaya: antara mempertahankan profesionalisme atau
alnya-dan Aurelia sadar, ia mungkin su
kelip. Ia mencoba menenangkan pikirannya, tapi bayangan Damian terus hadir, menghantui setiap langkahnya. Perhatiannya yang intens beberapa
oom, dengan cahaya kristal yang memantul di dinding, dan tamu-tamu bergaya elegan memenuhi ruangan. Aurelia sibuk memeriksa detail
m klasik yang membuatnya tampak maskulin dan menawan. Tanpa
ndukkan kepala dan menatap dokumen yang dipegangnya. Tapi Damian mendekat
at seluruh tubuh Aurelia gemetar. "Bagaimana kau bisa
las, mencoba tetap tegar. "Tuan Alveri
empel di pipinya, sebuah gestur kecil yang membuat jantungnya hampir berhenti. "Aku hanya in
nis, tapi di saat bersamaan, membuatnya merasa cemburu pada orang-orang di sekelili
da Damian menghampiri mereka. "Damian, aku ingin berdiskusi tentang konsep bunga,"
tapi sebentar saja. Riel sedang menjelaskan beberapa detail penting," ujar
uatnya dilema: antara profesionalisme dan perasaan yang ingin meledak begitu saja. I
nalisasi dekorasi. Saat mereka berdiri di tepi balkon, angin malam berhembus lembut, membawa aro
enti memikirkanmu. Setiap kali aku melihatmu, setiap kat
ah pada perasaan lama atau tetap tegar. "Tuan Alveric... kita... tidak bisa seperti ini. Kita harus meterkadang yang salah menurut dunia, terasa benar bagi hati. A
nkan jarak atau membiarkan dirinya terhanyut dalam perhatian Damian yang intens. Semua perasaa
ja menempatkannya dalam situasi yang memaksa Aurelia menghadapi perasaannya sendiri, memunculk
. Damian berjalan di sampingnya, matanya sesekali menatapnya, penuh arti. Ia tahu Aurelia kini berada di persimpangan
a, tapi juga menimbulkan ketegangan dengan orang-orang di sekitarnya-yang mulai melihat hub
u bukanlah kenangan yang bisa hilang begitu saja. Damian telah memulainya ke
datang, karena semakin Damian menunjukkan perhatiannya, sema

GOOGLE PLAY