Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Satu Talak Seribu Luka
Satu Talak Seribu Luka

Satu Talak Seribu Luka

5.0

Aurelia Shanum Dirgantara, wanita menawan yang diceraikan suaminya tepat sehari setelah kematian ayah mertuanya. Pernikahan mereka yang sejak awal hanya dibangun atas dasar rasa balas budi itu akhirnya runtuh juga, bahkan sebelum sempat berumur setahun. Enam bulan kebersamaan mereka berakhir begitu saja saat sang suami, Damian Revan Alveric, menjatuhkan lafaz talak di hari berkabung keluarganya. Kini, dua tahun telah berlalu sejak hari menyakitkan itu. Waktu telah mengubah banyak hal-termasuk Aurelia. Dari seorang istri yang dulu selalu terlihat rapuh, kini ia tampil anggun, percaya diri, dan penuh pesona. Senyuman ramah nyaris tak pernah lepas dari wajahnya, mencerminkan ketenangan yang berhasil ia bangun kembali setelah masa-masa kelam hidupnya. Takdir kemudian mempertemukan mereka kembali secara tak terduga. Di kantor perusahaan penyelenggara pernikahan milik Aurelia-yang telah sukses ia bangun dari nol-ia harus berhadapan langsung dengan Damian. Pria yang pernah meremukkan hatinya itu kini datang sebagai klien, calon pengantin pria yang pernikahannya justru akan dipersiapkan oleh Aurelia sendiri.

Konten

Bab 1 menahan perih hati setelah diceraikan

Suara heels beradu pelan dengan lantai marmer putih mengilap ketika Aurelia Shanum Dirgantara berjalan menyusuri lorong panjang yang menghubungkan ruang rapat utama dengan ruang kerjanya. Gaun selutut berwarna ivory yang ia kenakan bergerak anggun mengikuti langkahnya, sementara rambut hitam pekatnya dikuncir rendah, membingkai wajah tirusnya yang dihiasi riasan natural.

Setiap orang yang berpapasan dengannya tak bisa tidak untuk menoleh. Ada aura yang memancar dari dirinya-tenang, percaya diri, dan karismatik. Dua tahun lalu, bayangan itu nyaris mustahil ada. Dua tahun lalu, ia adalah wanita yang menangis dalam diam di balik pintu kamar, menahan perih hati setelah diceraikan secara mendadak oleh suami yang nyaris tak pernah benar-benar mencintainya.

Damian Revan Alveric.

Nama itu masih mampu membuat dadanya berdebar-bukan karena cinta, tapi karena luka lama yang sesekali menyeruak dari balik ketenangan yang susah payah ia bangun. Pria itu menceraikannya hanya sehari setelah kematian ayah mertuanya, sosok yang begitu baik padanya, sosok yang sebenarnya menjadi alasan mengapa mereka menikah.

Pernikahan mereka dulu bukan pernikahan yang lahir dari cinta. Damian adalah putra tunggal keluarga Alveric, pewaris sebuah konglomerasi besar yang bergerak di bidang konstruksi dan properti. Ia menikahi Aurelia bukan karena ingin, tapi karena permintaan ayahnya yang sedang sakit keras waktu itu. Ayah Damian pernah diselamatkan nyawanya oleh ayah Aurelia saat muda, dan sejak saat itu mereka bersahabat dekat.

Saat kondisi kesehatannya memburuk, ayah Damian mengungkapkan satu keinginan terakhir-ingin melihat Damian menikah sebelum ia menutup mata. Damian, yang kala itu tidak memiliki hubungan dengan siapa pun, akhirnya menurut. Aurelia, yang kala itu baru membuka studio dekorasi kecil dan sering menangani acara keluarga Alveric, menjadi pilihan.

Awalnya, Aurelia menolak. Tapi ayahnya, yang menganggap permintaan itu sebagai cara membalas budi, memohon padanya. Ia akhirnya luluh. Pernikahan itu pun berlangsung sederhana namun mewah, penuh tamu dari kalangan atas, namun tanpa cinta di antara mempelai.

Selama enam bulan, rumah tangga mereka dingin. Damian hampir selalu pulang larut malam, sibuk mengurus perusahaan, dan nyaris tak pernah berbincang hangat dengannya. Aurelia berusaha keras menjadi istri yang baik, tapi Damian memperlakukannya seperti orang asing di rumahnya sendiri. Ia hanya bersikap sopan, tidak lebih.

Sampai hari itu tiba. Hari pemakaman ayah mertuanya.

Hari di mana, di ruang kerja besar yang masih dipenuhi bunga duka, Damian menatapnya dengan mata merah dan wajah dingin, lalu melafalkan talak satu tanpa penjelasan panjang.

"Hutang budi Ayah sudah lunas. Kau boleh pergi."

Hanya itu yang ia ucapkan. Lalu pergi meninggalkannya berdiri membeku dengan air mata jatuh satu per satu.

Kini, dua tahun kemudian, Aurelia berdiri di balik dinding kaca besar kantornya, memandangi jalanan kota yang sibuk. Ia sudah jauh berbeda. Setelah perceraian itu, ia memutuskan membangun kembali hidupnya. Ia mengembangkan studio kecilnya menjadi sebuah perusahaan wedding organizer besar bernama "Étoile Weddings" yang kini dikenal sebagai salah satu WO paling eksklusif di kota.

Ia melewati tahun-tahun penuh kerja keras, lembur tanpa henti, menghadapi klien-klien rumit, menahan air mata saat harus pura-pura bahagia merencanakan pernikahan orang lain sementara dirinya hancur. Tapi semua itu terbayar. Kini ia memiliki tim solid, kantor besar di pusat kota, dan reputasi yang disegani.

Sebuah ketukan pintu membuyarkan lamunannya.

"Masuk," ucapnya pelan.

Pintu terbuka, menampakkan sosok sekretarisnya, Fina.

"Riel," panggil Fina-panggilan akrab untuk Aurelia. "Klien baru kita untuk jadwal konsultasi jam sepuluh sudah datang. Mereka menunggu di ruang rapat utama."

Aurelia mengangguk. "Baik. Sudah kau tawarkan minum?"

"Sudah. Mereka tampaknya pasangan baru, kelihatannya... sangat berkelas," ujar Fina sambil tersenyum menggoda.

Aurelia ikut tersenyum tipis. Ia memang terbiasa menghadapi klien dari kalangan atas. "Baik, aku segera ke sana."

Begitu Fina pergi, Aurelia merapikan blazer tipis yang ia kenakan, lalu melangkah ke ruang rapat. Ia membuka pintu dengan senyum profesional yang telah menjadi ciri khasnya.

Namun senyum itu perlahan membeku.

Sosok pria yang duduk bersandar santai di kursi elegan ruang rapat itu membuat seluruh udara di paru-parunya seakan lenyap. Bahunya yang lebar, rahangnya yang tegas, mata kelam yang tajam... tak mungkin ia salah. Waktu nyaris tak mengubahnya-hanya menambah kesan dewasa dan matang.

Damian Revan Alveric.

Darahnya seolah berhenti mengalir sesaat.

Pria itu menoleh, dan mata mereka bertemu.

Tatapan yang dulu pernah menelanjangi hatinya tanpa belas kasihan, kini menatapnya lagi-tapi ada sesuatu yang berbeda. Ada keterkejutan singkat di sana, lalu lenyap, berganti dingin seperti dulu.

"Selamat pagi," suara Damian terdengar rendah dan dalam, seperti dulu. "Kau... yang memimpin Étoile Weddings?"

Aurelia menegakkan tubuhnya, menutup luka lamanya rapat-rapat di balik senyum ramah yang ia latih bertahun-tahun. "Benar. Selamat pagi, Tuan Alveric. Selamat datang di Étoile."

Ada jeda hening yang tajam sebelum Damian kembali bicara. "Aku tidak tahu... ternyata ini milikmu."

"Banyak hal yang tidak kau tahu tentangku," jawab Aurelia ringan, lalu duduk di hadapan mereka. Di samping Damian duduk seorang wanita muda, cantik dengan gaun pastel dan senyum manis yang terlihat dibuat-buat. Tangannya melingkar manja di lengan Damian.

"Oh, izinkan aku memperkenalkan diri," wanita itu berkata ceria. "Namaku Clarissa Montel. Aku tunangan Damian."

Kata-kata itu menusuk telinga Aurelia seperti jarum. Tapi wajahnya tetap tenang. "Senang berkenalan, Nona Montel. Semoga persiapan pernikahan kalian berjalan lancar."

Clarissa tersenyum puas, tampaknya tidak menyadari badai kecil yang terjadi di balik dada Aurelia.

Sepanjang pertemuan itu, Aurelia memaparkan konsep-konsep pernikahan dengan suara jernih dan profesional, seolah Damian bukan siapa-siapa baginya. Ia menunjukkan katalog dekorasi, daftar vendor, hingga rundown contoh acara. Clarissa tampak antusias, terus mengajukan pertanyaan tentang warna bunga, gaun, dan lokasi resepsi.

Damian hanya diam. Sesekali ia menatap Aurelia, tajam namun penuh sorot yang sulit ditebak-antara kagum, heran, atau mungkin menyesal. Aurelia mengabaikan tatapan itu.

Setelah satu jam, pertemuan berakhir. Clarissa berdiri, meraih tas tangan mewahnya. "Terima kasih banyak, Aurelia. Kau luar biasa! Aku sudah tak sabar melihat hasilnya."

"Senang bisa membantu," balas Aurelia dengan sopan.

Damian berdiri terakhir. Ia tidak berkata apa-apa, hanya menatap Aurelia sekilas lalu berjalan keluar bersama Clarissa. Langkah-langkah mereka bergema menjauh, menyisakan ruang rapat yang hening.

Aurelia menarik napas panjang. Tangan yang memegang pulpen sedikit gemetar, tapi ia menggenggamnya erat. Ia tidak akan membiarkan Damian melihat celah dalam pertahanannya.

Tidak lagi.

Hari itu berjalan seperti biasa di permukaan, tapi Aurelia tahu ada sesuatu yang telah berubah. Malamnya, ia duduk di balkon apartemennya, menatap lampu-lampu kota yang berkelip. Angin malam mengibaskan helaian rambutnya.

Ia membiarkan pikirannya melayang kembali ke masa lalu-ke hari-hari ketika ia begitu berharap Damian akan berubah, berharap suatu pagi pria itu akan menoleh padanya dengan tatapan hangat, bukan tatapan datar yang dingin.

Tapi harapan itu tak pernah datang. Yang datang justru perpisahan.

Aurelia menyandarkan kepala ke kursi. Ia tidak membenci Damian lagi. Ia hanya... sudah selesai. Atau setidaknya ia percaya begitu.

Kini pria itu kembali muncul dalam hidupnya, bukan sebagai suami, melainkan sebagai klien-klien yang harus ia perlakukan seperti klien lainnya.

Besok, ia akan kembali bekerja seperti biasa. Ia akan menyiapkan pernikahan Damian dan Clarissa seperti profesional. Ia tidak akan membiarkan masa lalu merusak apa yang sudah ia bangun dengan susah payah.

Tapi jauh di lubuk hatinya, Aurelia tahu: kehadiran Damian akan mengguncang dunianya lagi, mau tak mau.

Dan mungkin, perang yang selama ini ia hindari... akan segera dimulai.

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY