, melewati angka 80, 100, hingga 120 kilometer per jam. Bukan karena ia sedang terburu-buru, melainkan karena ia butuh pelampiasan. Amarahnya memuncak, menguap dari setiap pori-pori kulitnya
i mobil lain yang membunyikan klakson tidak ia hiraukan. Hatinya begitu mendidih, membayangkan motor kesayangannya, se-keras. "Gue cuma balapan sebentar, ken
nya yang menuntut, dan kata-kata yang menusuk relung hati. "Selagi kamu masih tinggal di bawah atap rumah
isa dilakukan oleh mereka yang berani menantang maut. Itu adalah jiwanya, identitasnya. Baginya, menyita motor itu sama saja den
la tertawa hambar mengingatnya. Tentu saja, Danu tidak akan pernah mengerti. Bagaimana mungkin seorang pemuda kutu buku yang hanya tahu tentang buku dan r
alu meneguknya hingga tandas. "Semua orang bikin gue kesel! Ayah, nyokap, Danu... bah
erasa seolah sedang balapan melawan waktu, melawan nasib. Dengan satu tarikan napas, ia kembali
bereaksi dengan cepat. Ia baru menyadari bahwa ada sebuah mobil mewah, sedan sedan Audi R8 berwarna putih, yang berhenti tepat di depannya. Tanpa sempat menghindar,
lah mobil pinjaman dari ayahnya, dan kini mobil itu lecet, dan lebih parah lagi, mobil di depannya jauh lebih mewah. Namun, buka
erti singa yang baru saja bangun dari tidurnya. Ia menunjuk-nunjuk mobil Audi yang lecet di bagi
igulung sampai siku, celana kain berwarna senada, dan sepatu pantofel hitam yang mengilat. Rambutnya disisir rapi ke samping, dan wajahnya bersih
menusuk. "Maaf, apa Anda tidak melihat lampu lalu lintas? Lampu sudah merah, tentu saja saya berhenti." Su
ya mendelik. "Apa-apaan sih lo?! Lampunya b
lana. "Saya tidak ingin berdebat. Saya tidak punya banyak waktu. Mobil An
bilnya dan mobil laki-laki itu. "Lagian, mobil lo kan mobil mahal, ngga
e bawah. Sela yang merasa diremehkan, menjadi semakin marah. Ia merasa harga dirinya diinjak-injak. Ia melangkah maju, kakinya
ya uang banyak buat ganti rugi mobil mahal lo ini?! Mending lo pergi a
asa takut sedikit pun. Ia bahkan tersenyum kecil, senyum yang tidak sampai ke matanya, senyum yang terkesan mengejek. "
erteriak di depan wajah laki-laki itu. Ia tidak peduli jika orang-orang
ghampiri. Mereka berusaha memisahkan Sela dan laki-laki itu. "Sudah, Mas, Mbak, ja
. Ia menatap bapak itu dengan mata memelas. "Pak, bapak lihat sendiri kan? Cowok
n yang sulit diartikan. Ia tidak berteriak, tidak memaki. Ia hanya menggelengkan kepalanya pelan. "
enasihati Sela untuk menyelesaikan masalah ini dengan baik-baik. Sela yang mer
ia membuka kaca jendela mobilnya, lalu menjulurkan kepalanya. Ia menatap laki-laki itu tajam.
Sela yang melaju kencang, menghilang di tikungan jalan. Ia menghela na
yang dingin. Ia bersumpah akan membalas perlakuan laki-laki itu jika takdir mempertemukan mereka lagi. Ia tidak tahu, bahwa takd