img Sejuta cerita di balik pintu kos  /  Bab 1 Pintu coklat nomer tujuh | 4.76%
Unduh aplikasi
Riwayat Membaca
Sejuta cerita di balik pintu kos

Sejuta cerita di balik pintu kos

img img img

Bab 1 Pintu coklat nomer tujuh

Jumlah Kata:1186    |    Dirilis Pada: 15/10/2025

ya. Kami tiba di sebuah gerbang besi tua yang catnya mulai mengelupas, diapit oleh pagar tembok tinggi yang dihiasi tanaman merambat liar. Di baliknya, rumah

anya berusaha terdengar ringan, tapi

tanda kehidupan, namun hanya kesunyian yang menyapa. Halaman kos yang cukup luas ditumbuhi

dan kerinduan yang mendalam akan rumah. Ini adalah awal dari perj

terbuka, menampakkan seorang wanita paruh baya dengan

gigi yang masih utuh, namun matanya yan

Ayah turun lebih dulu, menya

ya sudah siapkan kamarnya. Jangan-jangan mampir makan sate dulu, ya?" Bu Ratih menyambut dengan c

ukan karena isinya, melainkan beban ekspektasi yang kubawa. Aku men

h, gagah sekali anaknya. Tapi kok pucat begitu, Nak? Ndak apa-

merasakan pipiku memerah

. Di sini semua saya anggap anak sendiri. Tapi kalau ada

anya ikut tersenyum hambar, mencoba mencerna rentetan kata-kata

ngkahnya cekatan memasuki ruang tamu yang luas. Wangi pewangi ruangan dan s

m pot. Aku mengikuti Bu Ratih dan ayahku menyusuri koridor panjang di sisi

tutup rapat, sebagian sedikit terbuka, menampakkan samar-samar isi di dalamnya. Sebua

ambut gondrong, kaus hitam lusuh, dan mata merah, sepertinya baru bangun tidur. Dia hanya mengangguk tipis ke

ng yang fokus menunduk, tangannya sibuk menggoreskan sesuatu di atas sketchbook. Ia tak menyadari kehadiran kami. Di sampingnya, seor

?" sapanya ramah, s

ipis, terlalu malu untuk bicara. Ayahku

"Itu adikku, Li Hua. Dia lagi asyik mengga

jangan berisik. Nanti Pak Bagus jadi sungkan!"

arnya, meninggalkan kami dengan kesan pertama ya

yang paling ujung di koridor. Di daun pintunya, seb

tah mengapa, mataku terpaku pada goresan-goresan samar di

an. Ada kipas angin, lemari kecil, dan meja belajar," Bu Ratih

untuk menampung satu kasur busa tipis, sebuah lemari kayu dua pintu y

a yang lusuh. Udara di dalam kamar terasa pengap, meski ada sedikit angin y

n menjadi duniaku untuk

tih menunjuk ke berbagai sudut kamar dengan telunjuknya. "Kalau mau mandi, kamar mandinya di ujung

ping lemari. "Terima kasih ban

ang penting anaknya betah dan tidak nakal," sahu

sungkan tanya. Tapi kalau malam jangan keluyu

rgejolak. Rasa cemas dan rindu rumah semakin menusuk. Bagaimana aku akan mele

k. Belajar yang rajin. Jangan lupa sholat. Kala

ayah. Aku memeluknya erat, mencium tanga

ri di ambang pintu kamar nomor tujuh, mengawasinya hingga mobilnya menghilang

aannya yang empuk namun asing. Keheningan tiba-tiba terasa begitu pekat, hanya dipecah ol

ndela, ke arah langit

rdampar di tengah kota yang sibuk, sendirian. Di kamar nomor tujuh, aku merasakan desa

Siapa? Apa aku sudah melakukan kesalahan? Perasaan takut dan

u malah pemuda berambut gondrong dengan mata merah itu? Aku menatap pintu cokelat di depanku, ber

Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY