asa lebih malu. Keheningan yang menyusul terasa lebih berat daripada segala tawa mereka sebelumnya. Aku membalikkan badan, mencoba mencari posisi yang nyaman di atas kasur busa yang masih t
ke celah-celah pintu, perlahan mengusir sisa-sisa kesedihan malam. Perutku yang kosong mendadak bereaksi. Aku belum makan
i pencuri, sampai akhirnya tiba di ruang tengah yang sekaligus berfungsi sebagai dapur dan ruang makan. Di sanalah, berdiri tegap di depan kompor den
an kecap manis langsung menyergap indra penciumanku. Aku berh
yang tak terbantahkan. Ia menoleh, menatapku dengan mata tajam yang seolah bisa membaca seluru
"E-eh, iya, Bu
masuk, menarik salah satu kursi kayu di meja makan yang panjang. Di atas meja, sudah tersaji piring-pirin
husus untuk kamu, anak baru. Biar kuat nanti dengerin ceramah saya," ucapnya, sambil tersenyum tipis y
"Kamu di sini itu kan merantau. Jauh dari orang tua. Nah, saya di sini fungsinya seperti
sesendok nasi goreng yang la
akan. Saya ini anti sekali sama kotor. Kalau kamar mandi dan dapur, itu tanggung jawab bersama. Kalau sudah pakai, ya dibersihkan. Jang
t dari itu, ya izin dulu. Jangan main nyelonong masuk saja. Apalagi kalau bawa teman men
alam, saat mereka semua riuh nonton bola. Apakah aku melanggar aturan dengan menangis? Atau justru mereka
bukan rumahmu sendiri. Apalagi kalau malam-malam pakai AC sampai pa
, kewajiban membayar uang kos tepat waktu, sampai himbauan untuk bersosialisasi tapi tetap menjaga pr
salah, jangan sungkan cerita. Tapi jangan sampai masalah kecil jadi besar g
u," jawab
banyak. Habiskan itu nasi goren
Mei Lin muncul, rambut hitamnya diikat ekor kuda, mengenakan kaus oblong bergambar kartun dan
menuju meja makan dan mengambil piring. "Wah, nasi gore
ar bugar, seolah tidak pernah bergadang semalam. Li Hua hanya te
u harus sarapan banyak biar kuat dengerin ceramah saya," Bu Ratih menim
u Ratih. Galaknya cuma di depan saja. Kalau sudah kenal, nanti malah dikira anak sendiri
adi, meski diiringi nasi goreng lezat dan senyum tipis, tetap meninggalkan kesan mendalam. Aku merasa seperti baru saja menjalani ujian masuk yang ketat. Di te
ling, lalu kembali padaku. "Oh ya, Dens. Karena kamu anak baru dan kamar nomor
Kali ini, ekspresinya tidak bisa kubaca. Apa yang akan datang setelah ini? Sebuah tantangan baru y

GOOGLE PLAY