Di depannya, Rafael Donovan berdiri tegak dengan jas hitam elegan, tampak seperti penguasa dunia yang baru saja memenangkan pertarungan besar. Wajahnya yang tampan dan tajam mengukir senyum penuh kemenangan. Senyum yang membuat darah Selina mendidih.
Lelaki itu menjebaknya.
"Ucapkan, Selina," suara Rafael dalam, tegas, dan menuntut.
Selina menggigit bibirnya hingga nyaris berdarah. Di hadapannya, pendeta menatap penuh harap, menunggu sumpah sakral yang akan mengikatnya dalam neraka pernikahan ini.
Semua mata tertuju padanya. Termasuk keluarganya sendiri, yang duduk tanpa ekspresi di deretan kursi tamu. Mereka tahu betul ini bukan keinginannya. Mereka tahu ia dipaksa. Tapi tak seorang pun peduli.
Ayahnya, Thomas Whitmore, menatapnya dengan mata tajam penuh peringatan. Ibu tirinya, Helena, tersenyum puas. Dan kakak tirinya, Cassandra, hanya duduk dengan sikap dingin seolah ini bukan masalahnya.
Demi mereka semua, ia dikorbankan.
Demi mereka semua, ia dijebak.
Selina menahan napas, dadanya terasa sesak.
"Selina," Rafael memanggil namanya lagi, kali ini lebih pelan. Suaranya tidak lagi menekan, melainkan memancing. Seolah ia menikmati setiap detik penderitaan yang dirasakannya.
Ia bisa saja menolak. Bisa saja berlari, berteriak, atau memohon kepada siapa pun untuk menyelamatkannya. Tapi sudah terlambat.
Jika ia menolak Rafael, keluarganya akan menghancurkannya. Mereka akan membuat hidupnya lebih buruk dari neraka ini.
Dengan rahang mengeras, Selina menarik napas panjang, lalu mengucapkan sumpah yang membelenggu hidupnya.
"Aku bersedia."
Selina menatap pantulan dirinya di cermin rias dengan kebencian yang membakar.
Gaun pengantin yang indah ini terasa seperti rantai yang mengikatnya ke dalam perbudakan. Mahkota berlian yang menghiasi rambutnya terasa seperti belenggu.
Pintu kamar terbuka, dan langkah kaki Rafael menggema di lantai marmer. Selina tak perlu menoleh untuk tahu bahwa lelaki itu sedang mengamatinya dengan tatapan penuh kepuasan.
"Tak kusangka kau akan menyerah secepat itu," ucap Rafael dengan nada mencemooh.
Selina memejamkan mata, berusaha menahan amarah yang membuncah. "Aku tidak punya pilihan."
Rafael terkekeh. "Tentu saja tidak."
Selina berbalik, menatapnya dengan mata penuh kebencian. "Apa maumu dariku, Rafael?"
Lelaki itu mendekat, mengangkat dagunya dengan jari-jarinya yang dingin. "Aku ingin kau tetap di sisiku."
Ia tersenyum tipis, senyum yang membuat Selina ingin menampar wajah tampannya.
"Tapi ingat satu hal, Selina," lanjut Rafael dengan nada pelan namun menusuk. "Aku tidak akan membiarkanmu pergi. Kau milikku sekarang."
Mata Selina membelalak, rasa takut dan marah bercampur jadi satu.
Ia bersumpah, suatu hari ia akan membalaskan dendamnya.
Tapi ia tak tahu, bahwa pada saat ia siap untuk menghancurkan Rafael... kehidupannya sendiri akan berubah selamanya.