Namanya sudah cukup untuk membuat banyak pengacara menghindari konfrontasi langsung. Dia bukan sekadar hakim federal biasa. Dia dikenal karena ketegasannya, keputusannya yang nyaris tak bisa digoyahkan, dan prinsipnya yang mutlak terhadap hukum. Tidak ada ruang bagi emosi atau kompromi dalam persidangannya.
Tapi Victoria tidak peduli. Jika Damian Whitmore adalah tembok yang harus ia hancurkan untuk memenangkan kasus ini, maka ia akan melakukannya dengan caranya sendiri.
Ketika pintu ruang sidang terbuka, ruangan itu sudah dipenuhi oleh pengacara, jurnalis, dan beberapa petinggi perusahaan yang memiliki kepentingan dalam kasus ini. Ini bukan sekadar persidangan biasa-ini adalah pertarungan hukum yang akan menentukan nasib salah satu keluarga paling berpengaruh di Manhattan.
Victoria melangkah masuk dengan penuh percaya diri, berusaha mengabaikan tatapan tajam dari beberapa pengacara lawan yang mencoba mengintimidasi. Tidak ada satu pun dari mereka yang bisa membuatnya goyah. Dia sudah menghadapi ratusan sidang sebelumnya, dan tidak ada yang berbeda kali ini.
Namun, ketika matanya akhirnya bertemu dengan pria di kursi hakim, untuk sesaat, ia merasakan sesuatu yang berbeda.
Damian Whitmore duduk tegak di kursinya, ekspresinya dingin dan tajam seperti pisau bedah. Matanya yang gelap menatap langsung ke arahnya, seolah mencoba menelanjangi setiap rahasia yang tersembunyi di balik wajah tenangnya. Ada sesuatu yang mengintimidasi dari tatapannya-bukan hanya karena dia adalah hakim paling ditakuti di kota ini, tapi juga karena cara dia menatap Victoria, seakan menantang keberaniannya secara langsung.
Tidak, ini bukan pertama kalinya mereka bertemu.
Lima tahun lalu, mereka berada dalam situasi yang berbeda-bukan sebagai hakim dan pengacara, tetapi sebagai dua orang yang terjebak dalam situasi yang tidak terduga. Malam itu masih terpatri di benak Victoria, meskipun dia telah menguburnya dalam-dalam.
Namun, tidak ada waktu untuk membiarkan masa lalu mengalihkan fokusnya sekarang. Ini adalah pertempuran yang harus dimenangkan.
Damian mengetukkan palunya, dan suara itu menggema di seluruh ruangan.
"Sidang dimulai." Suaranya dalam dan berwibawa. "Jaksa Calloway, Anda memiliki waktu lima belas menit untuk memberikan pernyataan pembuka."
Victoria berdiri, memperbaiki jasnya, lalu melangkah ke tengah ruangan dengan penuh percaya diri.
"Hormat saya kepada Yang Mulia dan seluruh hadirin yang berada di ruang sidang ini," katanya, suaranya tenang namun penuh tekanan yang tajam. "Kasus ini bukan hanya tentang hukum, tetapi juga tentang keadilan yang telah lama dipermainkan oleh mereka yang memiliki kekuasaan. Terdakwa, keluarga Holloway, telah selama bertahun-tahun menggunakan pengaruh mereka untuk menyembunyikan tindak kejahatan finansial mereka, dan hari ini, kita akan memastikan bahwa mereka tidak bisa lagi bersembunyi di balik uang dan koneksi mereka."
Di seberang ruangan, pengacara pihak lawan, Theodore Hayes, hanya menyunggingkan senyum tipis. Dia pria tua yang sudah puluhan tahun bermain di dunia hukum, dan Victoria tahu dia bukan lawan yang mudah.
Saat ia berbicara, Victoria bisa merasakan tatapan Damian tetap tertuju padanya. Dia tidak memberikan reaksi, tidak menunjukkan ekspresi apa pun, tapi dia memperhatikan. Setiap kata, setiap gerakan.
Ketika Victoria selesai dengan pernyataan pembukanya, Damian akhirnya berbicara.
"Pihak terdakwa," katanya, menoleh ke arah Theodore, "Anda dipersilakan untuk memberikan pernyataan pembuka Anda."
Theodore bangkit, dengan senyuman percaya diri yang selalu membuat Victoria muak.
"Yang Mulia, Nona Calloway telah membuat tuduhan yang sangat menarik hari ini. Namun, seperti yang akan kita buktikan dalam persidangan ini, tidak ada dasar yang cukup untuk klaim tersebut. Keluarga Holloway adalah pilar komunitas kita, dan mereka telah menjadi korban dari perburuan penyihir oleh jaksa yang terlalu ambisius."
Victoria mengepalkan tangan di bawah meja. Ini sudah dimulai. Theodore mencoba mengalihkan fokus dari bukti ke narasi manipulatif yang membuat terdakwa tampak seperti korban.
Damian mendengarkan tanpa ekspresi, sebelum akhirnya mengetukkan palu.
"Kita akan membiarkan bukti yang berbicara."
Dan dengan itu, persidangan dimulai.
Dua Jam Kemudian
Victoria menarik napas dalam saat berdiri dari kursinya. Ia baru saja menyelesaikan pemeriksaan silang terhadap saksi kunci, dan meskipun sebagian besar jawabannya menguatkan kasusnya, Theodore terus mencoba memutarbalikkan fakta.
Tapi yang membuatnya benar-benar frustrasi adalah Damian.
Dia tetap tidak menunjukkan ekspresi, tidak memberikan celah sedikit pun yang bisa dibaca Victoria. Setiap kali dia berbicara, suaranya tetap tenang dan berwibawa, membuat suasana di ruang sidang tetap terkendali.
Dan itu membuat Victoria gila.
Dia ingin melihatnya bereaksi.
Dia ingin melihat apakah Damian benar-benar sekokoh yang dikatakan semua orang, atau jika ada sesuatu di balik sikap dinginnya yang tak tergoyahkan itu.
Setelah Theodore selesai memberikan argumen pembelaannya, Damian akhirnya menatap langsung ke Victoria.
"Jaksa Calloway," katanya, suaranya terdengar lebih dalam dari sebelumnya. "Anda memiliki kesempatan terakhir untuk menanggapi."
Victoria menatapnya balik, lalu melangkah ke depan.
"Yang Mulia," katanya, suaranya sedikit lebih tajam dari sebelumnya. "Apa yang sedang terjadi di ruangan ini bukan hanya tentang siapa yang memiliki pengacara terbaik atau siapa yang bisa berbicara lebih meyakinkan. Ini adalah tentang keadilan. Dan saya tidak akan membiarkan terdakwa berlindung di balik manipulasi narasi yang dibuat oleh pengacaranya."
Sesaat, keheningan menyelimuti ruangan.
Dan untuk pertama kalinya sejak persidangan dimulai, Victoria melihat sesuatu berubah di mata Damian.
Sebuah kilatan emosi yang nyaris tidak terlihat, tapi cukup untuk membuatnya tahu-pria itu tidak sepenuhnya kebal terhadapnya.
Tapi apakah itu kemarahan? Atau sesuatu yang lain?
Damian mengetukkan palu.
"Sidang ditunda hingga besok pagi."
Victoria tetap berdiri di tempatnya, menatap pria itu yang masih berada di kursinya. Ada sesuatu yang belum selesai di antara mereka. Sesuatu yang lebih besar dari sekadar persidangan ini.
Dan dia berjanji pada dirinya sendiri-dia akan mencari tahu apa itu.