/0/24079/coverbig.jpg?v=92b2845dc8395ff9979775676f675fe3)
"Paman akhh sakit enghh," rintih Selva saat Mark memaksa dan terus mendorong miliknya ke dalam sana. Mark mengerang dan terus mendorong miliknya sembari berbisik, "Pelankan desahanmu sayang, ayah ibumu bisa bangun."
Kantor Svenoz
Di dalam ruangan luas dan mewah dengan desain interior modern yang mendominasi kantor Svenoz, Mark terduduk diam di kursinya. Tangan kirinya menopang dagu, sementara jemarinya mengetuk-ngetuk meja dengan gelisah. Pikirannya penuh dengan satu hal-cara melarikan diri dari perjodohan yang mamanya siapkan.
Sudah dua tahun ini, wanita yang melahirkannya itu terus-menerus berusaha mencarikan istri untuknya, seolah pernikahan adalah satu-satunya solusi agar hidupnya sempurna.
Padahal, Mark masih berusia 30 tahun. Itu bukan usia yang tua, terutama di kalangan pria Palermo. Namun, bagi ibunya, batas kesabaran telah habis.
Masalahnya, di kota ini, usia bukanlah hal utama. Paras tampan dan kekayaan yang melimpah adalah segalanya. Dan sayangnya, Mark memiliki kedua hal itu dalam jumlah yang berlebihan. Ia adalah definisi nyata dari bujang lapuk yang terlalu sempurna-wajah tampan, tubuh tegap, aset yang tak terhitung jumlahnya, serta status sebagai pria lajang yang masih bebas berkeliaran.
Sebuah suara keras membuatnya tersentak. Pintu ruangan terbuka dengan kasar, menampilkan sosok Dezo yang tampak geram.
"Kau akan duduk di sini sampai kapan?" suara Dezo terdengar tajam dan penuh ketidaksabaran. "Semua orang sudah menunggumu untuk meeting. Apa kau akan tetap di sini dan hanya diam memikirkan cara kabur dari perjodohan lagi?"
Mark mendesah, jelas-jelas malas mendengar omelan pria itu.
"Percayalah padaku," lanjut Dezo dengan nada yakin, "kali ini kau tidak akan bisa kabur dari perjodohan ini."
Mark mendecak kesal, menatap Dezo dengan ekspresi bosan. "Sungguh, kau terlalu banyak omong."
Dezo hanya menyeringai, sementara Mark kembali memutar otaknya. Perjodohan ini jelas bukan perkara main-main, tetapi jika ada satu hal yang pasti, ia tidak akan menyerah begitu saja.
Mark mendesah panjang sebelum akhirnya bersandar di kursinya dengan santai. Ia melipat kedua tangannya di belakang kepala, menatap langit-langit kantor Svenoz dengan ekspresi bosan.
"Hidup semenyenangkan ini tanpa wanita, kenapa harus berhubungan dengan pernikahan?" gumamnya datar. "Ini sungguh membosankan dan sedikit menjengkelkan."
Tatapannya lalu beralih pada Dezo yang masih berdiri di hadapannya dengan ekspresi penuh tekanan. Mark menyeringai kecil sebelum berkata dengan nada main-main, "Bukankah kau putra kesayangan mamaku? Kenapa tidak kau saja yang menghadiri perjodohan itu menggantikanku? Dan jangan lupa lahirkan dua bayi kembar untuknya."
Dezo langsung menarik kursi di depan Mark dan duduk dengan wajah frustasi. Ia melemparkan tatapan tajam seakan ingin menghantam kepala sahabatnya itu dengan dokumen yang sedang dipegangnya.
"Kau sungguh gila!" geramnya. "Kali ini wanitanya bukan sembarang wanita."
Mark mendengus, tetap tak tertarik. "Siapa? Dewi bulan? Bidadari? Malaikat?" tanyanya dengan nada mengejek.
Dezo mengumpat sebelum akhirnya meletakkan dokumen di meja dengan suara berdebum. "Mamamu meminta Clasi untuk pulang dari Spanyol demi dijodohkan denganmu! Kau sungguh ingin aku yang menggantikan perjodohan ini?" Dezo menatap Mark tajam. "Apa kau benar-benar sanggup melihatku menikah dengan cinta pertamamu?"
Mark berdecak, sama sekali tidak menunjukkan keterkejutan atau kepanikan. Ia justru tampak semakin bosan.
"Siapa yang mengatakan dia cinta pertamaku?" tanyanya dengan nada penuh kepercayaan diri. "Aku tidak pernah mencintai siapa pun. Dia yang terobsesi denganku."
Dezo menggelengkan kepala, mendesah frustrasi. "Kau benar-benar pria tanpa hati, Mark."
Mark hanya mengangkat bahu ringan, seolah semua ini bukan masalah besar. Tapi entah mengapa, dalam hati kecilnya, nama Clasi yang disebutkan tadi seakan menggema lebih lama dari yang ia harapkan.
Dezo menyandarkan tubuhnya ke kursi dengan ekspresi santai sebelum menceletuk, "Aku pun tidak akan menikah dengan siapa pun, dan dengan setia aku menunggu keponakanmu, Selva."
Mark yang sedang bermain dengan pena di jarinya menoleh dengan tatapan datar, sementara Dezo mendesah ringan dan bergumam, "Aku jadi penasaran, secantik apa dia sekarang? Bukankah tahun ini dia lulus SMA?"
Dezo menatap Mark dengan mata berbinar, lalu bertanya dengan nada setengah bercanda, "Apa aku sudah boleh menikahinya?"
Mark yang awalnya tampak bosan tiba-tiba membuka matanya lebar, seolah ia baru saja menemukan sesuatu yang luar biasa.
"Kau benar... Selva," ucap Mark dengan nada yang terdengar seperti menemukan ide besar.
Dahi Dezo mengernyit, tak paham dengan reaksi aneh sahabatnya. "Kenapa?" tanyanya penasaran, mencoba membaca pikiran Mark.
Mark menyeringai kecil, bibirnya melengkung membentuk senyum misterius. "Aku baru saja menemukan cara sempurna untuk menghentikan perjodohan ini."
Dezo semakin kebingungan. "Apa maksudmu?"
Mark menatapnya tajam, senyum itu semakin melebar. "Jika aku tidak bisa kabur dari perjodohan ini, maka aku hanya perlu memastikan bahwa seseorang lebih dulu membuat kekacauan yang lebih besar..."
Dezo menatap Mark dengan ekspresi curiga. "Jangan bilang... kau ingin menggunakan aku dan Selva sebagai tameng?"
Mark hanya terkekeh tanpa menjawab langsung. Namun, tatapan matanya penuh arti, membuat Dezo menghela napas panjang.
"Aku baru saja masuk perangkapmu, ya?" gumam Dezo, menyadari bahwa Mark pasti sedang merencanakan sesuatu yang gila.
***
Di kediaman Dolton, suasana sudah sangat siap untuk menyambut perjodohan yang telah direncanakan. Dekorasi ruangan begitu elegan, dan aroma hidangan lezat menyebar di udara. Para pelayan mondar-mandir memastikan segala sesuatunya berjalan dengan sempurna.
Di tengah ruangan, Yeda-mama Mark-tampak sedikit gelisah. Sejak tadi, ia terus menelpon putranya, berharap Mark segera datang. Wajahnya terlihat penuh harap setiap kali ponselnya menyala, namun hingga kini belum ada tanda-tanda kehadiran Mark.
"Tante, ini oleh-oleh dari Spanyol. Untuk Om dan juga Mark," ujar Clesi sambil menyerahkan beberapa paper bag dengan senyum manisnya.
Yeda segera menyambutnya dengan penuh antusias. "Ya ampun, sayang. Kenapa banyak sekali? Terima kasih banyak, ya!" katanya berbinar-binar. "Mark pasti akan sangat menyukainya," lanjutnya dengan penuh keyakinan.
Clesi hanya mengangguk malu-malu, sementara Feros-ayahnya-langsung menyahut dengan suara penuh kebanggaan, "Aku sungguh tidak mengira jika kita akan menjadi besan."
Dolton, ayah Mark, terkekeh kecil sebelum ikut menimpali, "Ini semua karena Clesi. Siapa yang menyangka kalau Mark, yang selama ini tak mau menikah dengan wanita mana pun, ternyata hanya menunggu Clesi?"
Clesi yang mendengar hal itu hanya tersenyum malu, kedua pipinya merona halus. Meski ia sudah lama mengenal Mark, baru kali ini ia melihat bagaimana semua orang begitu yakin bahwa perjodohan ini adalah takdir mereka. Namun, ada satu hal yang mengusik pikirannya-apakah Mark benar-benar menunggunya, atau semua ini hanya anggapan belaka?
"Selamat malam, semua," sapa Mark dengan suara beratnya yang khas. Ia melangkah masuk dengan jas hitam yang membingkai tubuhnya dengan sempurna, membuat auranya semakin berwibawa dan menawan. Di sampingnya, Dezo berjalan dengan ekspresi santai, meski sebenarnya ia tahu betapa menegangkannya malam ini bagi Mark.
Yeda segera melengkungkan senyumannya begitu melihat putranya akhirnya datang. Dengan cepat, ia berjalan menghampiri mereka berdua. "Kenapa kalian lama sekali, hah? Kalian sudah membuat Mama menunggu!" omelnya dengan nada bercampur lega dan kesal. Lalu tatapannya beralih pada Dezo, "Kau juga, Dezo! Kenapa tidak langsung menyeretnya pulang?"
Dezo menelan salivanya dengan sedikit gugup. Sebenarnya, ia memang ingin menyeret Mark pulang lebih awal, tapi Mark terus mengulur waktu. Tak mau disalahkan lebih jauh, ia menjawab cepat, "Mark sangat sibuk memilih jas dan membeli jam tangan, Tan," ucapnya asal sambil melirik sekilas ke arah Mark.
Mark langsung menatap Dezo dengan ekspresi jengkel, sementara Yeda malah tersenyum senang, menganggap ucapan Dezo benar adanya. "Ternyata kamu sungguh mempersiapkan semuanya dengan baik," kata Yeda penuh kepuasan. "Ayo, temui Clesi," lanjutnya, langsung menggandeng lengan Mark untuk membawanya ke meja makan.
Mark menatap Dezo tajam, matanya menyipit seolah berkata, Aku akan membunuhmu nanti. Namun, Dezo hanya tertawa kecil dan menjulurkan lidahnya sedikit sebelum berjalan mengikuti Mark dari belakang.
Mark dan Dezo langsung bergabung bersama mereka di meja makan. Clesi sejak tadi tak bisa mengindahkan tatapannya dari Mark.
Clesi tak bohong, Mark semakin kekar, maskulin, tampan dan sempurna. Sungguh ciptaan Tuhan paling agung.
Dezo yang menangkap hal itu hanya diam, mengamati Mark dari samping yang terlihat masa bodoh dan enggan menatap sedetikpun pada Clesi.
Feros langsung menyambut Mark dengan senyuman lebarnya, "Sudah lama tidak bertemu Mark. Kamu sungguh bertambah tampan dan kekar. Bagaimana perusahaanmu?" tanya Feros yang dijawab dengan senyuman oleh Mark.
"Semakin besar dan berkembang pesat, tentunya semakin terkemuka di kota Palermo setelah beberapa klien yang dulu menolak kami secara mentah-mentah untuk melakukan kerja sama," sindir Mark dengan terus terang, yang secara tidak langsung, Mark sedang menunjukkan pada Feros jika dirinya bisa membangun perusahaan besar setelah 5 tahun lalu Feros menolak bekerja sama dengannya bahkan mengambil tender yang seharusnya menjadi milik perusahaan Mark.
Yeda langsung menyikut lengan Mark kala Feros hanya tersenyum canggung.
"Itu sudah lalu, jangan dibahas lagi, kini saatnya kita membahas hal yang penting dan utama, yakni perjodohanmu dengan Clesi, sekarang kamu sudah tidak ada alasan apapun untuk menolak, mamamu sudah bersusah payah meminta agar Clesi pulang sejenak untuk melakukan perjodohan ini, jadi tentukan dan selesaikan semuanya malam ini!" tegas Dolton membuat Mark mengangguk santai.
Dezo mengamati dari samping, ingin rasanya ia memukul kepala Mark saat ini. kenapa dia begitu santai disaat ia seharusnya memikirkan alasan dan cara untuk lepas dari perjodohan yang tidak ia inginkan ini.
'Dengan apa aku harus menyadarkannya?' batin Dezo dalam hati yang mana ia sudah mulai geram dengan Mark.
Yeda sontak menatap Clesi dan berkata, "Kenapa tidak bilang dari dulu jika kamu tidak mau menikah dengan siapapun karena menunggu Clesi, jika tahu begitu, dari dulu mama sudah memanggil Clesi dan menikahkan kalian berdua, alhasil papa dan mamamu tidak harus malu setiap kali ditanya teman atau rekan kerja tentang seorang cucu." Feros langsung tertawa begitupun Clesi yang tersenyum malu sembari melirik Mark.
Mark menarik napas dan menjawab, "Siapa bilang Mark tidak mau menikah karena menunggu Clesi?" semua mata langsung mengarah pada Mark, kecuali Dezo yang menunduk memainkan jemarinya menghindari tatapan mereka yang kini sedang mengarah pada Mark.
"Apa maksudmu? Bukankah kamu menunggu Clesi? Mama lihat kamu menyimpan foto wisudamu dengan Clesi di buku bacaanmu. Tidak perlu mengelak lagi, mama tahu kamu tidak pernah dekat dengan wanita manapun selama ini, jangankan dekat, mamapun heran saat kamu selalu menghindar disaat ada wanita yang mendekat. Hanya ada fotomu dan Clesi yang mama tahu sejauh ini. itu artinya hanya Clesi yang kamu inginkan." Mark menggeleng dengan pelan bahkan amat sangat tenang dan santai.
"Tidak juga, mama terlalu cepat dalam menarik kesimpulan, Mark hanya menyimpan foto itu sesuai permintaan Gevan, ia ingin memiliki foto Clesi, kala itu dia tidak berani meminta foto dengan Clesi jadi Mark yang mewakili, apa perlu Mark menelpon Gevan untuk memastikan semuanya?" Dolton langsung memicingkan matanya kala Mark menghancurkan semuanya.
"Mark cukup!" tekan Dolton dengan penuh geraman.
Mark langsung menatap papanya, "Mark hanya berusaha menjelaskan kesalahpahaman ini." yeda menatap lekat Mark dari samping.
"Jika foto itu memang untuk Gevan, kenapa kamu menyimpannya selama itu? Kenapa kamu tidak langsung memotong foto Clesi dan memberikannya pada Gevan? Jangan memberikan alasan yang tidak masuk akal, kamu terus mengelak membuat kami semakin yakin jika kamu memiliki perasaan dengan Clesi namun berusaha untuk menghindarinya." Mark menggeleng pelan.
"Mark ingin memberikan foto itu, namun Gevan bilang agar Mark menyimpannya lebih dulu sampai dia kembali dari Vanesia, dia akan mengambil sendiri foto itu, untuk apa Mark berbohong," jawab Mark yang mana ia memiliki banyak jawaban dari setiap pertanyaan dan tuduhan mamanya.
Dolton mengetatkan rahangnya dengan keras, tatapannya begitu tajam pada Mark.
Clesi hanya diam, tangannya mengepal kuat, napasnya tercekat dan perasaannya sedikit kecewa malam ini. sedangkan Feros merasakan jika ini adalah sebuah penghinaan dan balas dendam Mark padanya tentang masalah di masa lalu.
Feros langsung menengahi perdebatan itu, "Mark, sebelumnya om minta maaf atas masalah di masa lalu. Jika sikap om dulu sungguh menyakitimu. Namun jika boleh, tolong jangan balas perbuatan om pada Clesi. Lampiaskan saja semuanya pada om." Mark menggeleng pelan.
"Ini bukan perihal di masa lalu, ini ungkapan jujur perasaanku, aku sungguh tidak memiliki perasaan apapun pada Clesi, jika dilanjutkan, hubungan ini akan menyakiti satu sama lain, jadi lebih baik aku jujur diawal dibanding kau harus melihat putrimu tersakiti dengan sikapku," kata Mark dengan jujur pada Feros.
"MARK!" teriak Dolton keras penuh amarah membuat Dezo sedikit terjengkit kaget.
Mark langsung beranjak dari kursinya membuat Dezo mengangkat kepalanya.
'Apa yang akan dia lakukan? Tidakkah dia tahu jika hidupnya sedang dalam ambang jurang,' batin Dezo heran melihat Mark begitu santai dalam menghadapi orang tuanya yang sedang emosi saat ini.
"Sekarang Mark balik tanya, apa yang membuat papa mama mendesak Mark untuk menikah? Hanya menginginkan seorang cucu kan?" tanya Mark seolah ia sedang memastikan sesuatu.
Mark menatap Clesi dan berkata, "Maaf Clesi, aku tidak bisa jika harus menikah denganmu. Karena aku sudah memiliki wanita pilihanku."
Dolton dan Yeda menatap Mark dengan terkejut dan tak percaya, penasaran dengan siapa perempuan yang Mark sebut.
Jangankan orang tua Mark, Dezo yang selalu mendampingi Mark setiap waktu pun, dibuat gila dan bertanya-tanya, siapa perempuan gaib yang Mark maksud.
Mark menatap papa mamanya dan berkata dengan santai, "Papa mama tenang saja. Mark akan kembali dan membawa perempuan itu ke hadapan kalian!" Mark langsung meninggalkan meja makan yang bahkan makan malam pun belum dimulai.
Dezo menatap punggung kekar itu yang semakin menjauh dengan segala pertanyaan di otaknya.
'Perempuan? Siapa yang dia maksud?' batin Dezo dalam hati.
Hingga Dezo terpikirkan satu perempuan yang Mark maksud.
"Jangan bilang jika dia!" gumam Dezo lirih.
"Selain menjadi ART, kamu harus melayani saya di ranjang dan berikan ASI mu pada saya setiap saat, kau bisa menulis berapun nominal gajimu!" perintah Slater Jagger.
"Dapatkan wanita itu untukku. Malam ini dia akan menjadi milikku!" ujar Leo De Vana kala mata glasialnya menangkap mangsa yang menarik malam ini. ••• Leo De Vana ketua mafia Cosa Nostra yang terkenal bengis dan kejam akan musuh- musuhnya. Menduda selama 5 tahun tidak membuat Leo merasa kesepian. Dia sangat anti dan benci dengan sesuatu yang berurusan dengan wanita. Hingga Leo merasakan jatuh cinta kali pandangan pertama pada gadis SMA yang mampu meluluhlantahkan hatinya yang sudah lama mati sejak perselingkuhan istri dan sahabatnya. Demi bisa mendapatkan gadis tersebut, Leo merebut kehormatannya demi bisa menjerat gadis tersebut untuk menjadi milik Leo De Vana seutuhnya.
"Berikan ASImu pada putraku akan kuberikan dunia dan seisinya!" Ujar El Zibrano Elemanus. "Kau gila? Aku masih sekolah, mana mungkin bisa menyusui anakmu!" marah Lea kesal "Bisa, dengan bantuan ku!" El tanpa segan meremas benda kenyal Lea.
"Paman enghh sakit hmppp," rintih Shila saat Sam mulai menghujam dirinya. "Sssttt pelankan suaramu sayang, ayah dan ibumu akan dengar!" bisik Sam lirih.
"Kau sedang mengintip? Bagaimana jika kuajari secara langsung?" Tawari Hunter Oragle kala menangkap basah putri tirinya mengintip dirinya yang tengah bergumul panas dengan ibunya. •••• Perasaan dan hubungan tabu itu menjadi rumit saat fakta dan kebenaran mencuat.
"Tolong hisap ASI saya pak, saya tidak kuat lagi!" Pinta Jenara Atmisly kala seragamnya basah karena air susunya keluar. •••• Jenara Atmisly, siswi dengan prestasi tinggi yang memiliki sedikit gangguan karena kelebihan hormon galaktorea. Ia bisa mengeluarkan ASI meski belum menikah apalagi memiliki seorang bayi. Namun dengan ketidaksengajaan yang terjadi di ruang guru, menimbulkan cinta rumit antara dirinya dengan gurunya.
Novel ini berisi kompilasi beberapa cerpen dewasa terdiri dari berbagai pengalaman percintaan penuh gairah dari beberapa karakter yang memiliki latar belakang profesi yan berbeda-beda serta berbagai kejadian yang dialami oleh masing-masing tokoh utama dimana para tokoh utama tersebut memiliki pengalaman bercinta dengan pasangannya yang bisa membikin para pembaca akan terhanyut. Berbagai konflik dan perseteruan juga kan tersaji dengan seru di setiap cerpen yang dimunculkan di beberapa adegan baik yang bersumber dari tokoh protagonis maupun antagonis diharapkan mampu menghibur para pembaca sekalian. Semua cerpen dewasa yang ada pada novel kompilasi cerpen dewasa ini sangat menarik untuk disimak dan diikuti jalan ceritanya sehingga menambah wawasan kehidupan percintaan diantara insan pecinta dan mungkin saja bisa diambil manfaatnya agar para pembaca bisa mengambil hikmah dari setiap kisah yan ada di dalam novel ini. Selamat membaca dan selamat menikmati!
Hidup itu indah, kalau belum indah berarti hidup belum berakhir. Begitu lah motto hidup yang Nayla jalani. Setiap kali ia mengalami kesulitan dalam hidupnya. Ia selalu mengingat motto hidupnya. Ia tahu, ia sangat yakin akan hal itu. Tak pernah ada keraguan sedikitpun dalam hatinya kalau kehidupan seseorang tidak akan berakhir dengan indah. Pasti akan indah. Hanya kedatangannya saja yang membedakan kehidupan dari masing – masing orang. Lama – lama Nayla merasa tidak kuat lagi. Tanpa disadari, ia pun ambruk diatas sofa panjang yang berada di ruang tamu rumahnya. Ia terbaring dalam posisi terlentang. Roti yang dipegangnya pun terjatuh ke lantai. Berikut juga hapenya yang untungnya cuma terjatuh diatas sofa panjangnya. Diam – diam, ditengah keadaan Nayla yang tertidur senyap. Terdapat sosok yang tersenyum saat melihat mangsanya telah tertidur persis seperti apa yang telah ia rencanakan. Sosok itu pelan – pelan mendekat sambil menatap keindahan tubuh Nayla dengan jarak yang begitu dekat. “Beristirahatlah sayang, pasti capek kan bekerja seharian ?” Ucapnya sambil menatap roti yang sedang Nayla pegang. Sosok itu kian mendekat, sosok itu lalu menyentuh dada Nayla untuk pertama kalinya menggunakan kedua tangannya. “Gilaaa kenyel banget… Emang gak ada yang bisa ngalahin susunya akhwat yang baru aja nikah” Ucapnya sambil meremas – remas dada Nayla. “Mmmpphhh” Desah Nayla dalam tidurnya yang mengejutkan sosok itu.
"Tanda tangani surat cerai dan keluar!" Leanna menikah untuk membayar utang, tetapi dia dikhianati oleh suaminya dan dikucilkan oleh mertuanya. Melihat usahanya sia-sia, dia setuju untuk bercerai dan mengklaim harta gono-gini yang menjadi haknya. Dengan banyak uang dari penyelesaian perceraian, Leanna menikmati kebebasan barunya. Gangguan terus-menerus dari simpanan mantan suaminya tidak pernah membuatnya takut. Dia mengambil kembali identitasnya sebagai peretas top, pembalap juara, profesor medis, dan desainer perhiasan terkenal. Kemudian seseorang menemukan rahasianya. Matthew tersenyum. "Maukah kamu memilikiku sebagai suamimu berikutnya?"
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
Warning!!!!! 21++ Aku datang ke rumah mereka dengan niat yang tersembunyi. Dengan identitas yang kupalsukan, aku menjadi seorang pembantu, hanyalah bayang-bayang di antara kemewahan keluarga Hartanta. Mereka tidak pernah tahu siapa aku sebenarnya, dan itulah kekuatanku. Aku tak peduli dengan hinaan, tak peduli dengan tatapan merendahkan. Yang aku inginkan hanya satu: merebut kembali tahta yang seharusnya menjadi milikku. Devan, suami Talitha, melihatku dengan mata penuh hasrat, tak menyadari bahwa aku adalah ancaman bagi dunianya. Talitha, istri yang begitu anggun, justru menyimpan ketertarikan yang tak pernah kubayangkan. Dan Gavin, adik Devan yang kembali dari luar negeri, menyeretku lebih jauh ke dalam pusaran ini dengan cinta dan gairah yang akhirnya membuatku mengandung anaknya. Tapi semua ini bukan karena cinta, bukan karena nafsu. Ini tentang kekuasaan. Tentang balas dendam. Aku relakan tubuhku untuk mendapatkan kembali apa yang telah diambil dariku. Mereka mengira aku lemah, mengira aku hanya bagian dari permainan mereka, tapi mereka salah. Akulah yang mengendalikan permainan ini. Namun, semakin aku terjebak dalam tipu daya ini, satu pertanyaan terus menghantui: Setelah semua ini-setelah aku mencapai tahta-apakah aku masih memiliki diriku sendiri? Atau semuanya akan hancur bersama rahasia yang kubawa?