/0/24232/coverbig.jpg?v=ad2c3691d98686c5765f280202ddcd43)
Aku sering dihina dan dikatai miskin karena ayahku tidak tamat SD. Mereka memang tidak tahu, kalau ayahku itu seorang....
"Dih, Mar....Ayahmu rupanya tidak pernah bersekolah, ya?"
Aku sempat tersentak kala mendengar pertanyaan Talita teman satu sekolahku yang memeriksa rapor milikku. Hari ini kami di tugaskan untuk mengumpulkan kembali semua rapor, sebab beberapa bulan lagi kami akan mengadakan ujian semester. Baru saja rapor milikku aku letakkan di atas meja, berpaling sebentar, rupanya sudah di ambil begitu saja oleh Talita, anak kepala sekolah di sini.
"Yang benar kamu, Ta?"
Suara Nora terdengar menyahut dari arah kursinya.
"Ya iyalah. Di sini tidak ada di tuliskan sekolah apapun. Sd pun tidak."
"Pantas ya selama ini Maryam gak mau memperkenalkan ayahnya sama kita. Hi hi.... Rupanya ayahnya buta pendidikan." sambut Suri, teman satu komplotannya Talita.
"Kalau aku sih sebenarnya sudah curiga juga dari awal. Tapi kan, kita perlu bukti juga." sambung Talita dengan gelak tawanya.
Posisi kami kini sedang di dalam ruang kelas menanti bel masuk berbunyi. Tapi seperti biasa, keberadaanku di sini terasa bagaikan orang asing. Aku tidak memiliki banyak teman, hanya ada satu orang yang cukup dekat denganku di selolah ini, itupun karena kami sudah kenal sejak kecil. Berada di tengah-tengah mereka, sebenarnya bukan hal yang aku inginkan. Tapi bagaimana lagi, aku harus bertemu dengan mereka enam hari dalam seminggu karena terikat pendidikan.
Sebenarnya, aku murid baru di sekolah ini. Ayah sengaja memindahkanku karena sekolahku yang dulu cukup jauh dan harus tinggal di asrama. Ibu tidak tahan berpisah denganku, meski bisa pulang sekali dalam seminggu.
Namun, kehadiranku tampaknya tidak membawa pengaruh baik pada semua teman sekelasku. Mereka begitu membenciku padahal tak pernah ku buat kesalahan apapun pada mereka. Aku tipe wanita yang tak banyak bicara, lebih suka menjadi pendengar dari pada harus banyak cerita. Ayah bilang, diam itu adalah emas. Dan orang yang suka berbicara, maka akan semakin banyak peluang timbul kebohongan di dalam ceritanya.
"Jadi, ayahmu kerja apaan Mar? Orang gak tamat sd begini mungkin susah ya cari kerja?"
Nora mengambil tempat duduk di sebelahku. Menatapku intens menunggu respon.
"Halah...Paling cuma menggarap sawah doang. Orang gak bersekolah mana ada punya keahlian kecuali mainin tanah." Talita kembali angkat suara. Tapi, Nora sepertinya belum puas jika belum ku katakan langsung.
"Apa yang Talitha katakan itu benar, Nor. Ayahku hanya penggarap sawah." ujarku hingga berhasil membuat netranya membola. Aku sama sekali tidak berbohong, kok. Keseharian ayah memang sering ke sawah, menggarap, menanam, dan memanen. Meski sebenarnya ayah adalah seorang juragan tanah dan memiliki ratusan hektar kebun sawit, pinang, coklat, kopi, dan karet. Bahkan, sekolah yang mereka tempati saat inipun adalah tanah milik ayah sendiri. Tapi, pekerjaan ayah tak perlu aku katakan. Toh, kata ayah semua itu hanyalah titipan. Jika tuhan mau, ya tinggal ambil.
Jawabanku akhirnya membuat semuanya terbahak, kecuali Tari teman dekatku yang baru saja memasuki ruang kelas.
"Tapi kok bisa ya kamu sekolah di SMA berkelas seperti ini. Dapat uang dari mana bapakmu, Mar?"
Talitha menghampiriku. Ia duduk di atas meja milikku seolah ia adalah ratu di kelas ini.
"Nyopet kali. Ayahnya Maryam kan udah tua banget kayaknya di lihat dari biodatanya. Pasti punya ilmu-ilmu gak jelas begitu." tukas Nora yang berhasil membuat semuanya saling pandang.
"Benar juga sepertinya...Iiih..Ngeri juga ya." sambut yang lain.
Aku tidak menyela pembicaraan mereka sama sekali. Ku biarkan mereka puas menghina hingga suatu hari mereka akan tahu sendiri tanpa ku beri tahu siapa ayahku yang mereka rendahkan itu.
Aku memutuskan keluar kelas . Duduk bersama mereka hanya akan membuat panas hati. Biarlah aku duduk dulu di balkon sembari menunggu bel berbunyi.
Tari mengekori langkahku, sepertinya ia pun tak enak hati jika harus duduk bersama Talitha dan komplotannya yang memang doyan mencari gara-gara.
"Eh, kok main pergi aja, Mar. Mau ke mana?" Tanya Suri berbasa basi di saat melihatku bangkit dari tempat duduk.
"Ke toilet." jawabku asal. Kemanapun aku pergi, apa pula pedulinya?
Aku dan Tari duduk di balkon sembari bel di bunyikan. Salahku juga sebenarnya terlalu cepat pergi sekolah. Seharusnya aku tiba di sini menjelang bel berbunyi saja agar tak banyak waktu untuk berkumpul dengan mereka.
"Kenapa tidak jujur saja sih, Mar? Emangnya gak capek di bully terus sama mereka?" tanya Tari di sela-sela obrolan ringan kami.
" Nanti mereka juga bakalan tahu, Tar."
"Kenapa gak kamu saja yang mengatakannya? Aku kok kesel ya sama mereka yang suka membully orang." Tari menggerutukkan giginya. Namun aku tahu, iapun tak berani melawan karena Talitha memiliki banyak teman komplotan. Semua siswa seolah patuh saja padanya. Mungkin, karena ia anaknya kepala sekolah.
Saat asyik mengobrol, suara bising dari dalam kelas membuatku dan Tari beringsut dari tempat duduk. Khawatir jika tadi kami tidak menyadari bel berbunyi karena keasyikan bercerita.
Kami setengah berlari memasuki kelas, tampak Thalita dan siswi lainnya tengah bergerumul mengelilingi seorang pria yang membelakangi pintu. Siapa dia?
"Sepertinya ada murid baru, Mar," bisik Tari hingga membuatku ber 'oh' saja. Ingin aku kembali duduk ke balkon, namun bel masuk sudah berbunyi yang membuatku mengurungkan niat.
Seorang lelaki muda tampak tengah duduk di kursi guru. Rasanya, wajahnya begitu familiar di mataku. Seakan pernah bertemu namun aku lupa di mana tempatnya. Aku menyisir ke seluruh sisi ruangan, tak ada terlihat murid baru di sini. Mungkin yang di kerumuni Thalita dan komplotannya memang guru baru ini, bukan siswa baru.
"Ganteng amat sih guru barunya. Kalau kayak gini siapa yang gak betah, coba?" bisik Tari yang hanya ku respon dengan senyuman.
"Mana tahu itu suami orang, Tar. Jangan keduluan baper," sambutku juga akhirnya setelah melihat tingkah Tari yang layaknya ulat pinang.
"Ehm....Ini Maryam putrinya pak Abizar Mahavir bukan, ya?"
Kepalaku langsung terangkat ketika guru baru itu menyebut nama ayah.
"Iya, Pak. Anak dari penggarap sawah warga. Hi...hi..." sambut Thalita yang membuat suasana kelas kembali riuh.
Guru baru itu sama sekali tidak menghiraukan makian anak-anak didiknya. Ia hanya menatapku intens dengan senyum mengembang dari bibirnya.
Dih...meleleh!
Bersambung....
Setelah menikahi akhwat cantik yang lama diidam-idamkan, pria milyarder itu merasa sangat bahagia. Mereka menikmati kehidupan rumah tangga yang bahagia, meski baru seminggu. Namun, ada satu hal yang membuat sang istri merasa terganggu. Suaminya mempunyai kebiasaan yang cukup mengkhawatirkan. Hampir setiap saat, suaminya meminta jatah. Sebelum tidur, saat menyiapkan makanan, bahkan saat mereka sedang santai di ruang keluarga. Sang istri merasa kewalahan. Dia tidak pernah menyangka bahwa suaminya begitu rakus akan kepuasan duniawi. Suatu hari, ketika sang istri sedang memasak di dapur, sang suami mendekatinya dan mulai merayunya. "Sayang, ayo kita berduaan sebentar di kamar," bisik suaminya, sambil mencium leher istri. Dengan wajah merah padam, sang istri mencoba menolak. "Aku sedang memasak, nanti saja ya, Sayang," ujarnya lembut. Namun, suaminya tidak terima penolakan. Dia semakin mendesak, bahkan mulai meraba tubuh sang istri. "Aku tidak bisa menahan nafsu ini, Sayang," desahnya. Akhirnya, sang istri menyerah pada desakan suaminya. Mereka pun bergegas ke kamar untuk melampiaskan hasrat mereka. Sang istri merasa kewalahan menghadapi keperkasaan suaminya yang mencapai 27cm. Dia merasa tubuhnya terlalu lemah untuk mengimbangi nafsu suaminya yang tidak pernah habis. Setelah berhubungan intim, sang istri terkapar lemas di tempat tidur, sementara suaminya bangkit dengan senyum puas
Livia ditinggalkan oleh calon suaminya yang kabur dengan wanita lain. Marah, dia menarik orang asing dan berkata, "Ayo menikah!" Dia bertindak berdasarkan dorongan hati, terlambat menyadari bahwa suami barunya adalah si bajingan terkenal, Kiran. Publik menertawakannya, dan bahkan mantannya yang melarikan diri menawarkan untuk berbaikan. Namun Livia mengejeknya. "Suamiku dan aku saling mencintai!" Semua orang mengira dia sedang berkhayal. Kemudian Kiran terungkap sebagai orang terkaya di dunia.Di depan semua orang, dia berlutut dan mengangkat cincin berlian yang menakjubkan. "Aku menantikan kehidupan kita selamanya, Sayang."
Semua orang terkejut ketika tersiar berita bahwa Raivan Bertolius telah bertunangan. Yang lebih mengejutkan lagi adalah bahwa pengantin wanita yang beruntung itu dikatakan hanyalah seorang gadis biasa yang dibesarkan di pedesaan dan tidak dikenal. Suatu malam, wanita iru muncul di sebuah pesta dan mengejutkan semua orang yang hadir. "Astaga, dia terlalu cantik!" Semua pria meneteskan air liur dan para wanita cemburu. Apa yang tidak mereka ketahui adalah bahwa wanita yang dikenal sebagai gadis desa itu sebenarnya adalah pewaris kekayaan triliunan. Tak lama kemudian, rahasia wanita itu terungkap satu per satu. Para elit membicarakannya tanpa henti. "Ya tuhan! Jadi ayahnya adalah orang terkaya di dunia? "Dia juga seorang desainer yang hebat dan misterius, dikagumi banyak orang!" Meskipun begitu, tetap banyak orang tidak percaya bahwa Raivan bisa jatuh cinta padanya. Namun, mereka terkejut lagi. Raivan membungkam semua penentangnya dengan pernyataan, "Saya sangat mencintai tunangan saya yang cantik dan kami akan segera menikah." Ada dua pertanyaan di benak semua orang: mengapa gadis itu menyembunyikan identitasnya? Mengapa Raivan tiba-tiba jatuh cinta padanya?
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Ketika istrinya tak lagi mampu mengimbangi hasratnya yang membara, Valdi terjerumus dalam kehampaan dan kesendirian yang menyiksa. Setelah perceraian merenggut segalanya, hidupnya terasa kosong-hingga Mayang, gadis muda yang polos dan lugu, hadir dalam kehidupannya. Mayang, yang baru kehilangan ibunya-pembantu setia yang telah lama bekerja di rumah Valdi-tak pernah menduga bahwa kepolosannya akan menjadi alat bagi Valdi untuk memenuhi keinginan terpendamnya. Gadis yang masih hijau dalam dunia dewasa ini tanpa sadar masuk ke dalam permainan Valdi yang penuh tipu daya. Bisakah Mayang, dengan keluguannya, bertahan dari manipulasi pria yang jauh lebih berpengalaman? Ataukah ia akan terjerat dalam permainan berbahaya yang berada di luar kendalinya?
Setelah dua tahun menikah, Sophia akhirnya hamil. Dipenuhi harapan dan kegembiraan, dia terkejut ketika Nathan meminta cerai. Selama upaya pembunuhan yang gagal, Sophia mendapati dirinya terbaring di genangan darah, dengan putus asa menelepon Nathan untuk meminta suaminya itu menyelamatkannya dan bayinya. Namun, panggilannya tidak dijawab. Hancur oleh pengkhianatan Nathan, dia pergi ke luar negeri. Waktu berlalu, dan Sophia akan menikah untuk kedua kalinya. Nathan muncul dengan panik dan berlutut. "Beraninya kamu menikah dengan orang lain setelah melahirkan anakku?"
Chelsea mengabdikan tiga tahun hidupnya untuk pacarnya, tetapi semuanya sia-sia. Dia melihatnya hanya sebagai gadis desa dan meninggalkannya di altar untuk bersama cinta sejatinya. Setelah ditinggalkan, Chelsea mendapatkan kembali identitasnya sebagai cucu dari orang terkaya di kota itu, mewarisi kekayaan triliunan rupiah, dan akhirnya naik ke puncak. Namun kesuksesannya mengundang rasa iri orang lain, dan orang-orang terus-menerus berusaha menjatuhkannya. Saat dia menangani pembuat onar ini satu per satu, Nicholas, yang terkenal karena kekejamannya, berdiri dan menyemangati dia. "Bagus sekali, Sayang!"