i. Sedangkan Afkar sudah mendapatkan ponsel yang sedari ia incar dan meng
n
sudah tampak benjolan sebesar bakpau dengan warna kehijau-hijauan. Ia terus meringis kesakitan namun tak juga r
eka meninggalkan kelas. Aku dan Tari tidak diam saja, tapi kami mas
panik. Tangannya masih sibuk memberi obat luka ke kening Thalita yang te
tuduhnya asal yang membuatku seket
kan karena terlihat miskin mungkin tidak masalah bagiku. Tapi jika sudah di fitnah aku tidak bisa terima. Sem
at masalah." bela Tari. Ia mencebikkan mu
ang bersalah." Suri tak mau kalah. Ia menunjuk-nunjuk kening Thalita yang k
bisa seperti itu kalau tidak ada yang mendorongnya? Benar kan, Tha?" tambah Nora memprov
belum bisa memutuskan siapa di sini yang salah dan siapa yang benar. Namun, beliau m
a, Bu. Biar tau nih kelakuan si Maryam di sekolah. Udahlah miskin, belagu lagi. Di kir
kerjanya main lumpur itu. Iiih....Gak kebayang pokoknya." Suri memberi dukungan dengan menjujuka
yam tidak sengaja." bu Ririn menengahi. Tapi Thalita dan dua temannya l
mereka maunya di perpanjang ya sudah. Toh
ya juga sebentar lagi akan sehat, kok." pinta bu Ririn lagi. Berharap agar Thalita melunak hatinya namun sayangnya mal
selesaikan masal
ak setuju. "Tidak usah di sidang segala dong, Bu. Orangtuanya la
Kita ke kantor sekarang." Bu Ririn ber
menahan malu karena telah membuat tuduhan palsu. Untung saja Tari cepat tanggap dengan menyalakan kamera ponselnya di saat Thalita mulai membua
m, ada
nya guru muda ini baru saja keluar dari mushalla sekolah yang letaknya memang berdekatan dengan ruang uks. Terlihat dari rambutnya y
tung berdentum-dentum dan keringat dingin. Apakah ini yang di namakan cinta? Orang bilang, jika jantung berdebar-debar saat bertemu law
an.
petun
nis sekali. Bukan semanis gula, tapi semanis madu asli. Hin
yam.....S
ih tinggi. Jang
ipiku. Rasanya sebal juga d
ukul seperti itu. En
e
lang a
ulang lagi ga
mbung