/0/24294/coverbig.jpg?v=d7dda52dce98eabd89db96b861e19090)
KHUSUS PEMBACA YANG PUNYA KEBERANIAN MEMBUKA DIRI UNTUK SENSASI-SENSASI TAK TERDUGA
Bu Minah menghela napas panjang, duduk termenung di bangku depan warungnya yang mulai sepi. Langit sore menggantung mendung, persis hatinya.
Sejak pagi hatinya nggak enak. Indra, anak semata wayangnya, yang biasanya sehat kayak kerbau, tiba-tiba ngaku demam, pusing tujuh keliling. Sempat panik, sudah siap mau dibawa ke puskesmas.
Tapi ajaibnya, begitu Decky, sepupunya, datang naik RX King berknalpot cempreng, Indra langsung sehat. Lincah kayak habis disuntik vitamin. Malah sekarang sudah ngilang ke Citomat, katanya mau nginep di rumah Decky. Lumayan jauh, lebih 20 kilometer.
Ia berat melepas Indra, apalagi urusannya sama Decky. Walaupun anak adiknya sendiri, kelakuan Decky... ya Allah. Sejak masuk STM, hidupnya makin ngaco. Nongkrong sama anak motor, rambut dicat, bahkan katanya pacaran sama janda anak dua.
"Decky... Decky..." gumam Bu Minah, menepuk lutut.
Dia tahu, Indra dan Decky dari kecil kayak saudara kandung. Tapi Decky sekarang bukan lagi yang dulu. Dalam hati, Bu Minah cuma bisa berdoa, semoga Indra nggak ketularan.
Dari kejauhan, Bu Rika datang, melambai sambil bawa tas. Bu Minah langsung rikuh.
"Eh, Bu Minah... sepi amat warungnya," sapa Bu Rika, senyum manis.
"Iya, Bu... mau sore, anak-anak sekolah udah bubar," jawab Bu Minah, berusaha ramah meski hatinya gelisah.
Bu Rika duduk di sebelahnya, parfum menyengat hidung Bu Minah.
"Indra mana? Biasanya pulang sekolah bantu warung, kok nggak kelihatan?"
"Nginep di rumah Decky... di Citomat," jawab Bu Minah datar.
"Wah, jauh amat... tumben," komentar Bu Rika, tapi Bu Minah menangkap raut wajah yang lebih kecewa daripada kaget.
Bu Minah makin nggak nyaman. Dia tahu, Bu Rika terlalu sering cari alasan ngobrolin Indra. Padahal Indra bukan muridnya. Bu Rika itu guru baru SMP, sedangkan Indra sudah SMA.
"Eh, Indra itu diem ya... tapi kalau senyum, manis juga," seloroh Bu Rika sambil cekikikan.
Bu Minah cuma menahan senyum getir. Dalam hati berdoa, ya Allah, lindungi anakku dari perempuan gatel dan haus perhatian ini. Guru kok gak bisa digugu dan ditiru?
Percakapan makin menusuk saat Bu Rika nyeletuk soal Dea, anak Pak Lurah yang kata orang pacaran dengan Indra.
Bu Minah kaget, tapi buru-buru nutupin.
"Ah, siapa bilang, Bu... dari kecil mereka udah kayak kucing sama anjing," sahut Bu Minah, pura-pura santai.
Bu Rika terkekeh sinis.
"Justru itu, Bu... yang kayak gitu malah sering jadian. Hati-hati lho... Dea itu... duh... bukan tipe gadis baik-baik. Sok cantik, sok kaya. Indra cuma anak petani... nanti kalau jadi suami, bisa diinjek-injek... mertuanya bisa diremehin."
Bu Minah menunduk, menyusun gorengan. Dalam hati, ia malah lebih tenang kalau Indra dekat dengan Dea, yang cantik, sopan, ramah, nggak pernah malu nyapa dia. Jauh beda dari perempuan lain.
Tapi Bu Minah tahan diri. Nggak mau ribut sama Bu Rika yang jelas-jelas kebanyakan ikut campur.
"Iya, Bu... makasih masukannya," jawab Bu Minah datar.
Bu Rika nyengir, merasa menang.
"Kasian aja saya sama Indra, Bu... jangan sampai masa depannya rusak gara-gara perempuan matre kayak Dea."
Bu Minah cuma angguk kecil. Tapi hatinya udah penuh geram yang ditahan.
Lalu Bu Rika mendekat, bisik-bisik,
"Eh, Bu Minah... besok kalau Indra pulang, titip ya... suruh ke rumah saya. Lampu dapur mati... kabelnya kayaknya rusak."
Bu Minah mengangguk, walau hatinya sudah mendidih. Alasan... alasan... Indra mana ngerti urusan kabel. Tapi Bu Rika cari-cari cara, Bu Minah paham betul.
"Iya, Bu... nanti saya bilang," ucapnya pelan. Padahal dalam hati, ia mantap tak akan sampaikan apapun ke Indra.
Bu Rika, guru PNS berusia 30 tahun itu tersenyum puas, lalu pamit buru-buru, meninggalkan Bu Minah yang mengusap kening pelan, menatap punggungnya yang makin menjauh.
'Hadeuh... makin aneh aja tingkahnya. Saya mah ibunya... saya lebih peka. Indra itu masih bocah... tapi kalau yang goda emak-emak... ya saya juga takut...'
Bu Minah mengelus dada, menahan semua keresahan yang menyesak di ubun-ubun.
Belum habis gelisah di dada Bu Minah, langkah kaki terdengar mendekat. Bu Minah menoleh. Bu Lela-tetangga sekaligus guru SD di kampung itu-duduk santai di sebelahnya.
"Eh, Bu Minah... sendirian aja? Mukanya kok kayak mikir berat?" goda Bu Lela sambil menyender.
Bu Minah tersenyum tipis. "Iya, Bu... mikirin KDM. Takut anak saya dibawa ke Barak, soalnya sekarang lagi main sama Decky."
Bu Lela langsung mencondongkan tubuh, suaranya direndahkan. "Hati-hati lho, Bu... sama Bu Rika. Saya kasihan sama Bu Minah... saya udah denger dari temen-temen guru SMP."
"Maksudnya?" Bu Minah cepat menoleh.
Bu Lela berbisik makin pelan. "Bu Rika itu dulu ngajar di kota. Katanya ketahuan selingkuh sama kepala sekolah. Suaminya ngamuk besar. Makanya dia dipindahin ke kampung sini, Bu... biar adem, katanya. Tapi ya... kelakuan mah nggak bisa pindah kayak pindah tempat."
Bu Minah menelan ludah. "Beneran, Bu? Memang suaminya apa?"
Bu Lela mengangguk. "Suaminya Tentara dinas di luar. Sekarang malah digosipin deket sama Pak Lurah... ayahnya Neng Dea itu. Saya tahu kok Bu Rika sering ke sini buat godain Indra."
Bu Minah terdiam lama. Hatinya makin resah. Dalam hatinya bergumam lirih. Seganteng itukah anakku sampai jadi rebutan?
Ada cemas, tapi juga bangga yang samar. Bu Minah sadar, Indra memang mirip bapaknya waktu muda. Jangkung, sawo matang, wajah adem, senyum manis yang bisa melelehkan perempuan.
Bu Lela nyengir. "Indra kan beda, dari kecil dia itu manis dan ganteng. Emaknya aja masih ayu gini... apalagi anaknya."
Bu Minah tersipu, menepuk lengan Bu Lela. "Ih, bisa aja, Bu Lela."
Tapi hatinya tetap waspada. Dunia luar kejam, apalagi perempuan-perempuan yang suka ngincer anak muda. Bu Minah cuma bisa berdoa Indra nggak keseret godaan aneh-aneh. Bu Lela pun sebenarnya gak lurus-lurus amat, walau suaminya juga guru agama, dengan status ustaz.
Sore itu, Bu Minah tetap di warung, tapi tiap dengar motor lewat, matanya refleks menoleh.
Langit mulai jingga. Pak Muhtar datang dari sawah. Segar, habis mandi, pakai baju koko putih, sarung bersih, peci hitam yang sudah pudar. Seperti biasa, dia ambil alih warung, biar Bu Minah bisa istirahat.
Tapi Bu Minah masih di bangku panjang, matanya kosong mengarah ke jalan yang mulai sepi.
Pak Muhtar duduk, ambil teh. "Ada apa, Bu? Kok kayak nggak semangat?"
Pelan, Bu Minah cerita semua keresahannya. Tentang Dea yang seolah tak dipedulikan Indra, tentang Bu Rika yang makin sering buat alasan, sampai bisik-bisik Bu Lela yang makin buat hatinya kacau.
Pak Muhtar diam, mengunyah kerupuk pelan.
"Kalau urusan Neng Dea, biarkan saja itukan urusan anak muda. Bapak tahu Bu Rika itu memang ada masalah dulu," gumam Pak Muhtar. "Tapi di kampung, orang kayak dia gerak-geriknya dipantau. Pasti mikir-mikir kalau mau macam-macam."
"Tapi aku takut, Pak... takut Indra difitnah, atau malah dihajar suaminya Bu Rika yang ternyata tentara...."
Pak Muhtar menepuk lembut tangan istrinya.
"Jangan buru-buru nuduh, Bu. Jangan juga langsung ngomong blak-blakan. Nanti malah kita yang salah. Kita sabar aja. Waspada, tapi tetap baik. Kalau ada apa-apa, biar Bapak yang turun tangan."
Bu Minah mengangguk pelan. Mulutnya ingin membalas, tapi hatinya masih bergemuruh.
"Sudah, Bu... masuklah. Biar bapak yang jaga warung. Tentara juga punya aturan main gak bakal ujug-ujug ngegebukin orang."
Bu Minah bangkit, langkahnya pelan masuk ke rumah. Tubuhnya rebah di dipan bambu. Ia pejamkan mata, berharap bisa tidur, walau hatinya masih gelisah.
Di luar, suara Pak Muhtar melayani pembeli terdengar samar di antara suara jangkrik dan angin sore yang mulai dingin.
^*^
Siang menjelang sore itu, Indra dan Decky nongkrong di bukit Citoge yang rame sama anak-anak pulang sekolah. Banyak yang pacaran di bawah pohon, berduaan, pakai seragam SMA bahkan ada juga yang berseragam SMP. Entahlah akalu sampai ada yang melaporkan ke KDM, mungkin mereka semua sudah digiring ke Barak.
"Bro, gua perhatiin, lu sejak sembuh sakit aneh dua bulan yang lalu itu, kok kayak beda, ya. Badan lu jadi keren, muka lu juga bening, kalah gua. Lu nge-gym atau apaan sih?" tanya Decky, sambil nyedot rokok dan nyeruput kopi sachetan.
Indra cuma nyengir males. Udah sering banget dia dapet pertanyaan gitu.
"Gak tahu, bro. Biasa aja. Mungkin efek obat, ditambah jalan kaki tiap hari, 14 kilo bolak-balik sekolah. Lumayan lah, sehat-sehat dikit."
Decky ngakak. "Si Heri juga jalan kaki, tapi badannya tetep kayak upil. Lu mah udah kayak abang-abang 21-an. Tante-tante mah klepek-klepek lu deketin."
Indra nyengir sinis. "Emang dari orok gua udah ganteng, bro. Cuma banyak yang belum nyadar aja. Sekarang baru gua keluarin auranya. Sebentar lagi gua 18 tahun. Udah boleh lah nakal dikit."
Decky angkat jempol. "Gua sepakat. Oh iya, bro... Lu masih inget si Yosef, gak? Kakak kelas gua yang dulu kita hajar di terminal?"
Indra nyengir sambil nyari posisi nyaman di jok motor RX-King Decky. "Oh yang tengil itu? Iya, inget. Kenapa?"
Decky nyengir puas. "Dia udah dipecat kuliahnya. Terus... dikawinin sama Bu Rini."
Indra hampir nyemburin kopi. "Bu Rini? Yang guru bahasa? Astaga, serius?"
"Serius, Bro. Bu Rini kan ngajar juga di SMA lu? Katanya mereka digerebek warga di kosannya si Yosef. Udah sering dipantau, akhirnya kegep juga."
Indra melongo. Otaknya muter. Ia masih ingat, sore itu Bu Rini bilang kalau dia masih perawan dan maksa meminta Indra untuk memerawaninya. Gila. Nggak nyangka. Pantes aja gaya ngajarnya beda. Ternyata dia udah...
'Sial. Untung gua malah ketakutan, terus kabur walau ujung-ujungnya coli juga. Anjir!' batin Indra.
Indra cuma cengar-cengir sambil nyalain rokok lagi. Decky makin semangat cerita. Cerita tentang Yosef, Bu Rini, sampai Jenita, cewek yang dulu ditaksir Decky tapi malah milih Yosef. Sejak itu, Decky berubah. Dia nggak percaya lagi sama cinta. Buat Decky, cewek cuma alat pelampiasan.
^*^
PENUH KEJUTAN ENDING TAK TERDUGA. Khusus bagi mereka yang sudah pernah atau masih memiliki mertua atau menantu
KHUSUS DEWASA (21+) "Hasrat Liar Istri Salihah" Ketika kesetiaan diuji bukan oleh godaan dari luar, melainkan dari dalam hati sendiri... Nadia dikenal sebagai istri salihah-lembut, sabar, dan selalu menempatkan keluarga di atas segalanya. Tapi saat Danar, suaminya, pergi ke luar kota untuk proyek besar dan meninggalkannya bersama anak mereka, perlahan ada ruang kosong yang tak bisa diisi oleh doa dan kesabaran semata. Apalagi ketika sosok lama dari masa lalu kembali hadir... dengan tatapan yang dulu sempat membuat jantungnya bergetar. Di antara status sebagai seorang istri yang patuh dan seorang perempuan dengan hasrat yang terpendam, Nadia harus memilih. Apakah ia tetap menjadi simbol kesetiaan, atau justru menemukan dirinya dalam pelukan dosa yang selama ini ia kutuk dalam diam? Sebuah kisah tentang gejolak batin, pengkhianatan hati, dan rahasia yang mengubah arti kata "salihah".
"Terjebak Gairah Ustazah" Di balik kerudung panjang dan lantunan ayat suci, tersembunyi gejolak yang tak terucap. Reza, seorang duda muda yang baru pindah ke lingkungan baru, tak pernah menyangka bahwa ketenangan hidupnya akan terusik oleh pesona seorang ustazah muda bernama Naila. Dikenal santun, lembut, dan salehah, Ustazah Naila diam-diam menyimpan perasaan yang sulit ia kendalikan. Setiap tatap, setiap sentuhan yang tak sengaja, menciptakan dilema iman dan hasrat yang mengoyak batas norma. Ketika nasihat berubah menjadi bisikan lembut di senja hari, dan doa menjadi alasan untuk bertemu lebih lama, akankah keduanya mampu bertahan dalam jeratan rasa? Atau justru terjerumus dalam api yang mereka nyalakan sendiri?
Kebutuhan biologis adalah manusiawi. Tak perduli dia berprofesi apa dalam dunianya, namun nagkah batin jelas tak mengenal tahta, kasta maupun harta.
Cerita ini banyak adegan panas, Mohon Bijak dalam membaca. ‼️ Menceritakan seorang majikan yang tergoda oleh kecantikan pembantunya, hingga akhirnya mereka berdua bertukar keringat.
Tiga tahun lalu, keluarganya menentang pilihan William untuk menikahi wanita yang dicintainya dan memilih Fransiska sebagai pengantinnya. William tidak mencintainya. Malah, dia membencinya. Tidak lama setelah mereka menikah, Fransiska menerima tawaran dari universitas impiannya dan mengambil kesempatan itu. Tiga tahun kemudian, wanita tercinta William sakit parah. Untuk memenuhi keinginan terakhirnya, dia menelepon Fransiska untuk kembali dan memberinya perjanjian perceraian. Scarlett sangat terluka oleh keputusan mendadak William, tetapi dia memilih untuk membiarkannya pergi dan setuju untuk menandatangani surat cerai. Namun, William tampaknya menunda proses dengan sengaja, yang membuat Fransiska bingung dan frustasi. Sekarang, Fransiska terjebak di antara konsekuensi dari keragu-raguan William. Apakah dia bisa melepaskan diri darinya? Akankah William akhirnya sadar dan menghadapi perasaannya yang sebenarnya?
Evelyn, yang dulunya seorang pewaris yang dimanja, tiba-tiba kehilangan segalanya ketika putri asli menjebaknya, tunangannya mengejeknya, dan orang tua angkatnya mengusirnya. Mereka semua ingin melihatnya jatuh. Namun, Evelyn mengungkap jati dirinya yang sebenarnya: pewaris kekayaan yang sangat besar, peretas terkenal, desainer perhiasan papan atas, penulis rahasia, dan dokter berbakat. Ngeri dengan kebangkitannya yang gemilang, orang tua angkatnya menuntut setengah dari kekayaan barunya. Elena mengungkap kekejaman mereka dan menolak. Mantannya memohon kesempatan kedua, tetapi dia mengejek, "Apakah menurutmu kamu pantas mendapatkannya?" Kemudian seorang tokoh besar yang berkuasa melamar dengan lembut, "Menikahlah denganku?"
Seorang gadis SMA bernama Nada dipaksa untuk menyusui pria lumpuh bernama Daffa. Dengan begitu, maka hidup Nada dan neneknya bisa jadi lebih baik. Nada terus menyusui Daffa hingga pria itu sembuh. Namun saat Nada hendak pergi, Daffa tak ingin melepasnya karena ternyata Daffa sudah kecanduan susu Nada. Bagaimana kelanjutan kisahnya?