Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Cinta Palsumu Menghancurkan Hidupku
Cinta Palsumu Menghancurkan Hidupku

Cinta Palsumu Menghancurkan Hidupku

5.0

Hubungan terlarang itu seperti jentera usang yang rapuh, berputar tanpa tujuan dan akhirnya hancur. Pratama tidak pernah menganggap serius hubungannya dengan Dewi, ia hanya menjadikannya tempat singgah sesaat. Baginya, Dewi hanyalah selingan, karena hatinya masih terikat pada cinta masa lalu. Setelah puas, ia mencampakkan Dewi begitu saja, kembali pada kekasih lamanya. Dewi terlena dalam buaian janji palsu dan lupa bahwa cinta bisa membakar habis hatinya. Harapan yang dulu tergambar indah kini hanya menjadi abu. Ia pun harus menata kembali masa depannya yang kini terasa gelap. Cemoohan dan hinaan dari keluarga Pratama menjadi pengingat bahwa bagi pria kaya, ia hanyalah objek yang bisa dibuang kapan saja. Namun, waktu membawanya bertemu dengan Reza, seorang pria yang datang dengan janji-janji baru yang tulus. "Aku akan mencintaimu dengan cara yang berbeda," ucap Reza dengan penuh keyakinan. Akankah Dewi kembali membuka hatinya untuk cinta yang baru, ataukah ia akan terjerat kembali dalam rayuan palsu yang sama?

Konten

Bab 1 Hubungannya dengan Pratama

Lampu jalanan kota Jakarta memancarkan cahaya kekuningan yang temaram, melukis siluet pejalan kaki yang tergesa-gesa. Namun, di dalam sebuah apartemen mewah di pusat kota, suasana terasa dingin dan senyap. Di sanalah Dewi duduk termenung, matanya yang sembap menatap kosong ke luar jendela. Hujan yang turun rintik-rintik, membasahi kaca dan mengaburkan pandangan, seolah ikut merasakan pedihnya hati.

Hubungannya dengan Pratama, pria yang ia cintai dengan segenap jiwa, telah berakhir. Tidak ada kata perpisahan yang manis, tidak ada penjelasan yang mendalam, hanya sebuah pesan singkat yang dingin. "Maaf, Dewi. Aku harus kembali pada seseorang dari masa lalu." Kalimat itu, singkat namun mematikan, telah menghancurkan seluruh dunianya. Harapan yang selama ini ia bangun, perlahan runtuh menjadi puing-puing tak berharga.

Awalnya, semua terasa begitu indah. Pertemuan mereka di sebuah acara amal, Pratama yang tampan, mapan, dan mempesona, serta kata-kata manis yang selalu ia bisikkan. Dewi, seorang gadis dari keluarga sederhana yang bekerja keras sebagai desainer grafis, merasa seperti Cinderella yang menemukan pangerannya. Ia tidak pernah berpikir dua kali saat Pratama mendekatinya. Cinta itu datang begitu saja, seperti badai yang menerjang tanpa peringatan. Ia terlena, terlena dalam janji-janji palsu, dalam buaian asmara yang sesaat.

Dewi masih ingat betul, bagaimana Pratama selalu memanggilnya dengan sebutan "sayangku" di depan teman-temannya, bagaimana ia selalu menggandeng tangannya seolah-olah mereka adalah sepasang kekasih yang paling serasi. Namun, saat hubungan itu memasuki tahun kedua, Dewi mulai merasakan kejanggalan. Pratama seringkali menghilang tanpa kabar, alasannya selalu sama, "urusan bisnis yang mendadak." Dewi, yang terlalu mencintai, selalu percaya. Ia menutup mata dari kecurigaan-kecurigaan kecil, dari ketidaksesuaian cerita Pratama, dari nada bicara Pratama yang kadang terdengar tertekan. Ia buta, buta oleh cinta.

Kini, semua rahasia itu terbongkar. Dewi tidak menyangka, bahwa selama ini ia hanyalah tempat singgah bagi Pratama. Hatinya, layaknya jentera usang yang berputar tanpa henti, kini berhenti total. Rapuh, dan hancur berkeping-keping.

"Dewi, apa yang terjadi?" suara Rara, sahabatnya sejak bangku kuliah, memecah keheningan. Rara masuk ke dalam apartemen Dewi tanpa mengetuk, ia khawatir saat Dewi tidak membalas satupun pesannya sejak dua hari yang lalu. Rara langsung mendekat dan memeluk Dewi, "Pratama benar-benar bajingan! Aku sudah bilang, Dewi, laki-laki seperti dia itu tidak pantas untukmu."

Air mata yang Dewi tahan sejak tadi, akhirnya tumpah. Ia memeluk Rara erat, isak tangisnya memenuhi ruangan. "Kenapa, Ra? Kenapa dia melakukan ini? Apa salahku? Aku sudah memberikan segalanya."

Rara hanya bisa mengelus punggung Dewi, memberikan kekuatan melalui sentuhan. "Kamu tidak salah, Dewi. Dia yang brengsek. Dia yang tidak tahu diri."

Esoknya, setelah tangisnya reda, Dewi mencoba untuk bangkit. Ia mengambil cermin, menatap pantulan dirinya. Wajah yang dulunya penuh senyum, kini terlihat kuyu dan pucat. Matanya bengkak, rambutnya acak-acakan. Ia merasa asing dengan sosok di hadapannya.

"Dewi yang dulu sudah mati," gumamnya pelan. "Sekarang, aku harus jadi Dewi yang baru."

Namun, tekadnya tidak semudah itu terwujud. Luka di hatinya masih begitu basah. Setiap sudut apartemen ini, setiap lagu yang ia dengar, setiap makanan yang ia masak, semuanya mengingatkannya pada Pratama. Hubungan mereka, yang baginya adalah dunia, kini hanya menjadi kenangan pahit.

Dewi memutuskan untuk mengakhiri kontrak apartemen itu. Ia tidak sanggup lagi tinggal di tempat yang penuh dengan kenangan palsu. Ia kembali ke rumah orang tuanya di pinggiran kota. Sebuah rumah sederhana, yang selalu menjadi pelabuhan terakhirnya.

"Dewi... kamu kenapa?" tanya Ibunya, dengan raut wajah khawatir. Ibunya tidak pernah menyukai Pratama. Katanya, laki-laki kaya seperti itu hanya akan menyakiti Dewi.

"Aku putus, Bu," jawab Dewi, mencoba terdengar tegar. Namun suaranya bergetar.

Mendengar itu, air mata Ibunya menetes. "Ibu sudah bilang, Dewi. Laki-laki seperti itu hanya bermain-main. Mereka tidak tahu apa itu cinta sejati."

Dewi tidak bisa menyalahkan Ibunya. Ia yang bodoh, ia yang terlalu percaya.

Seminggu berlalu, Dewi mencoba kembali bekerja. Ia harus menyibukkan diri agar tidak terus-menerus memikirkan Pratama. Namun, nasib buruk sepertinya belum mau beranjak dari hidupnya. Saat ia sedang presentasi di kantor klien, tiba-tiba seorang wanita cantik dan anggun, yang tak lain adalah mantan kekasih Pratama dan juga alasan Pratama meninggalkannya, datang.

Wanita itu bernama Clarissa. Ia datang dengan tatapan mengejek. "Oh, jadi ini yang disebut 'desainer grafis terbaik'? Pantas saja Pratama meninggalkanmu. Selera dia memang jauh lebih tinggi dari ini."

Hinaan itu terasa seperti belati yang menusuk. Seluruh rekan kerja Dewi terdiam, menatapnya dengan pandangan campur aduk, antara kasihan dan penasaran. Dewi hanya bisa menunduk, menahan air matanya agar tidak jatuh.

"Jangan pernah dekati Pratama lagi. Kau tidak pantas untuknya," bisik Clarissa, sebelum akhirnya pergi dengan senyum kemenangan.

Dewi hancur. Bukan hanya hatinya, tetapi juga harga dirinya. Ia tidak tahu, bahwa keluarga Pratama pun akan ikut campur. Pratama Abisatya, nama belakang yang bergengsi itu, kini menjadi sumber penderitaannya.

Keesokan harinya, sebuah surat datang dari kantor hukum keluarga Abisatya. Isinya, sebuah peringatan agar Dewi tidak lagi mengganggu Pratama, dengan ancaman akan menuntutnya jika ia tidak mematuhi.

"Mereka menganggapku seperti pengganggu," gumam Dewi, membaca surat itu berulang kali. "Mereka melihatku sebagai parasit, yang hanya ingin menumpang hidup pada kekayaan mereka."

Kata-kata itu menghantamnya, membuat luka di hatinya semakin menganga. Dewi menyadari, bahwa selama ini ia tidak pernah benar-benar ada di mata keluarga Pratama. Ia hanya dianggap sebagai mainan, sebagai objek yang bisa dibuang kapan saja.

Bulan-bulan berikutnya, Dewi menjalani hari-hari yang suram. Ia mencoba menata kembali masa depannya, tetapi bayang-bayang Pratama dan hinaan dari Clarissa terus menghantuinya. Setiap kali ia melihat pasangan yang bahagia, hatinya terasa perih. Ia merasa bodoh, merasa hina. Ia mengunci diri, menolak bertemu teman-temannya. Ia takut, takut jika ada yang menanyakan tentang Pratama, takut jika ia kembali teringat.

Suatu malam, saat ia sedang lembur di kantor, ia duduk di depan layar komputernya. Desain yang ia buat terasa hambar, tidak ada gairah di sana. Ia merasa kehilangan segalanya.

Tiba-tiba, sebuah notifikasi masuk ke emailnya. Undangan dari sebuah perusahaan besar untuk sebuah proyek desain. Perusahaan yang bernama Abisena Group. Dewi terkejut, nama itu terasa asing. Ia mencari tahu tentang perusahaan itu, dan ternyata, itu adalah salah satu perusahaan teknologi terbesar di Asia. Sebuah perusahaan yang baru didirikan, namun sudah menunjukkan pertumbuhan yang luar biasa.

"Abisena..." gumamnya. Entah kenapa, nama itu terasa menenangkan.

Dengan sisa-sisa keberaniannya, Dewi memutuskan untuk menerima tawaran itu. Ia tidak punya pilihan lain. Ia harus bangkit, demi dirinya sendiri. Ia harus membuktikan, bahwa ia bisa sukses tanpa Pratama, tanpa bayang-bayang masa lalu yang kelam.

Esok harinya, ia datang ke kantor Abisena Group. Gedung pencakar langit yang menjulang tinggi, dengan arsitektur modern yang memukau. Di sana, ia disambut oleh seorang pria yang karismatik dan ramah.

"Selamat datang, Dewi," sapa pria itu, dengan senyum hangat. "Saya Reza Abisena, CEO dari perusahaan ini. Saya sudah melihat portofoliomu, dan saya sangat terkesan."

Reza. Nama itu terdengar seperti sebuah melodi. Pria itu tidak setampan Pratama, tidak sekharismatik Pratama, tetapi ada aura ketulusan yang terpancar dari matanya. Matanya memancarkan kehangatan, bukan nafsu. Suaranya lembut, bukan mendominasi.

"Terima kasih, Pak Reza," jawab Dewi, sedikit canggung. Ia masih belum terbiasa dengan perlakuan baik.

"Jangan panggil Pak. Panggil saja Reza," ucap Reza, dengan ramah. "Dewi, saya tahu kamu punya bakat luar biasa. Tapi saya juga tahu, kamu sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja."

Dewi terkejut. Bagaimana Reza bisa tahu?

"Saya sudah mencari tahu tentangmu," lanjut Reza, seolah membaca pikirannya. "Bukan untuk mengorek masa lalumu, tapi untuk memastikan bahwa kamu adalah orang yang tepat untuk perusahaan ini."

Dewi terdiam, tidak tahu harus berkata apa.

"Saya tahu kamu disakiti," ucap Reza, dengan lembut. "Tapi saya ingin kamu tahu, tidak semua laki-laki itu sama. Saya akan mencintaimu dengan cara yang berbeda."

Kalimat itu, "Aku akan mencintaimu dengan cara yang berbeda," bergema di telinga Dewi. Janji yang baru, datang dari seorang pria yang baru ia kenal. Haruskah ia percaya lagi? Setelah semua yang terjadi, setelah semua luka yang ia rasakan?

Dewi menatap Reza, mencoba membaca perasaannya. Namun, yang ia temukan hanyalah ketulusan, sebuah harapan baru yang perlahan muncul di hatinya yang hancur. Akankah ia membuka pintu hatinya lagi? Akankah ia berani mengambil risiko, untuk kedua kalinya?

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Rilis Terbaru: Bab 43 menunjukkan sebuah video   09-09 18:55
img
img
Bab 2 keraguan
07/08/2025
Bab 3 Hujatan
07/08/2025
Bab 4 Pengakuan
07/08/2025
Bab 6 Taman kota
07/08/2025
Bab 9 Kegagalan
07/08/2025
Bab 11 Ketenangan
07/08/2025
Bab 14 Peresmian
07/08/2025
Bab 22 menyaksikan
07/08/2025
Bab 28 Kebaikan
07/08/2025
Bab 39 Ia merenung
07/08/2025
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY