tnya, sebuah simbol harapan yang kini terasa begitu rapuh. Artikel di majalah gosip itu, meski Reza sudah merobeknya, meninggalkan jejak yang dalam
k-bisik dan tatapan-tatapan sinis. Beberapa rekan kerja yang biasanya ramah kini m
cangkir kopi. "Jangan pedulikan mereka, Dewi," ucapnya, menyodorka
aimana saya bisa mengabaikannya, Reza? Semua
pa yang lebih penting? Pendapat orang lain yang
a selalu tahu cara menenangkan badai d
kerja keras dan integritas. Kalau mereka ingin menjatuhkan saya, mereka harus b
n pekerjaan, tapi juga perlindungan. Perlindungan dari dunia yang kejam, yang hany
sain-desain yang ia buat, mencoba meluapkan emosinya ke dalam karya. Ia melukis
, dengan subjek "Peringatan Terakhir". Isi email itu adalah foto-foto lama dirinya bersama Pratama, foto-foto yang menunjukka
a tahu, ini adalah ulah Clarissa, yang tidak terima karenaemail itu, rahangnya mengeras. "Clarissa memang keterlaluan,"
akan membuat masalah semakin rumit
n tatapan penuh tanya
wi, dengan suara yang tegas. "Saya aka
i meyakinkannya. "Saya sudah tidak takut lagi. Saya sudah l
atang dengan senyum sinis. "Oh, jadi akhirnya kau menyerah?" ucapnya, "S
idak datang untuk menyerah, Clarissa.
pa? Kau hanya seorang wanita simpanan yang dibua
dengan suara mantap. "Tapi aku punya hak atas hidupku
ebarkan foto-foto itu? Bagaimana jika semua orang tahu, k
yang bergetar namun tetap tegas. "Sebark
tidak menyangka Dew
ggu kalian. Tapi tolong, jangan ganggu aku lagi. Aku sudah memulai hidup
erah. "Kau... kau
ah. Lelah dengan semua permainanmu, lelah deng
idak akan menghapus foto-foto itu, Dewi
aku sudah jujur pada diriku sendiri. Sekarang, gi
a tidak tahu apakah keputusannya benar atau salah
ng menemui Reza. "Bagaimana?" t
eksama. Setelah Dewi selesai bercerita, Reza memegang
Dewi, "Saya tidak tahu apa y
akan ada di sampingmu," ucap
l. Hujatan dan cemoohan kembali datang, bahkan lebih parah dari sebelumnya
mahnya, mematikan teleponnya. Ia merasa malu,
Dewi tidak membukanya. Reza tidak menyerah. Ia menunggu di depan
atanya sembap, rambutnya acak-acak
u sendirian," jawab Reza, "Saya akan a
mereka, Dewi. Mereka tidak tahu apa-apa. Saya tahu kamu bukan seperti y
n terakhir. Dewi menangis, menumpahk
l. Ia mengajak Dewi duduk di ruang tamu. "Ayo, kita melukis. Kita c
a melihat cinta. Cinta yang tidak menghakiminya, cinta yang
pemandangan-pemandangan indah, melukis mimpi-mimpi baru. Reza melukis wajah
duli dengan apa kata orang. Ia tidak lagi peduli dengan masa lalu. Ia hanya pedul
"Dewi," ucapnya, "Saya tahu ini mungkin terlalu cepat, tapi
ata Reza, dan ia melihat ketulusan yang sama seperti saat pertama kali mereka
nyum yang sudah lama hilang dari wajahnya. "
arapan. Hujan sudah berhenti. Matahari sudah terbit. Dan Dewi, akhirnya
akan menghadapinya bersama. Sebagai satu tim. Sebagai sepasang kekasih. Sebagai dua jiwa yang d