/0/3033/coverbig.jpg?v=5649f195c4b1728b9f5e17557a743f86)
Laras memilih pergi setelah David meminta untuk mengugurkan anak mereka. Kepergian perempuan itu tidak pernah menjamin hidupnya akan tenang dan kembali seperti semula. Bayang-bayang laki-laki itu masih terus menghantuinya. Lantas bagaimana jika mereka dipertemukan kembali Dengan diri mereka yang berbeda? Akankah mereka bersatu untuk anak mereka? Atau memilih hidup sesuai dengan rencana mereka masing-masing, walaupun rasa cinta masih bersemayam dalam hati mereka?
Wanita cantik bertubuh mungil itu duduk sendirian di kursi taman dengan gelisah, sedari tadi matanya menelisik ke penjuru taman berharap orang yang sedari tadi ia tunggu segera tiba. Sudah sejak tiga puluh menit yang lalu ia duduk disini dengan segala perasaan gamang dan cemas yang bergumul di dada membuat Laras semakin di landa rasa takut.
"Maaf sayang tadi mas masih ada meeting."
Suara bariton yang tak asing ditelinga membuat Laras mengangkat wajah, wanita itu menatap David yang saat ini tengah menampilkan senyum hangat seperti biasa.
"Gapapa. Mas, ada yang ingin aku bicarakan."
Laras menatap David takut-takut membuat laki laki yang kini tengah berdiri di depan perempuan itu mengerutkan kening binggung namun tak urung mengangguk mengiyakan.
"Ya, katakan."
"Aku hamil."
To the point Laras berucap dengan satu tarikan nafas, suaranya yang bergetar berusaha perempuan itu redam sebisa mungkin. Sedang David, laki-laki itu menatap sang pujaan hati dengan wajah mengeras berusaha menepis bualan yang baru saja kekasihnya itu ucapkan. Yang benar saja. Sungguh sama sekali tidak lucu.
"Jangan bercanda Ras."
"Aku serius mas, apa kamu pikir aku sedang membuat lelucon dengan hal seperti ini."
Laki laki itu menatap Laras dengan mata memicing tajam, bibirnya menipis dan wajahnya merah padam karena emosi yang tersulut.
Sedang Laras yang duduk di depan David hanya mampu menundukkan kepalanya dalam dengan kedua mata yang berkaca-kaca.
"Kita melakukannya mas," jelas perempuan itu.
"Lalu apa yang kamu inginkan?"
David berujar sinis dengan senyum miring yang tersungging di sudut bibir laki-laki itu.
"Aku ingin pertanggungjawaban."
"Jangan mimpi ras, kita melakukannya suka sama suka lagian kita ini jauh berbeda. Aku dan kamu bagaikan langit dan bumi. Keluargaku tentu tak akan mengijinkan aku menikahi perempuan sepertimu."
Laras tertegun mendengar penuturan David barusan, hatinya sakit dan kedua kelopak matanya berhasil meluncurkan cairan bening yang sedari tadi perempuan itu tahan. Sesakit ini kah tuhan. Di campakan setelah di cecap rasa manisnya.
"Gugurkan dan aku anggap masalah ini selesai."
Kalimat yang di ucapkan dengan nada entang barusan berhasil membuat emosi Laras mencapai ubun-ubun, tangannya terkepal kuat, semudah itukah membunuh bayi tak berdosa bahkan anak mereka baru sebesar biji sekarang.
Plak
Satu tamparan keras berhasil Laras layangkan pada laki-laki brengsek di depannya ini. Biarkan saja ia di anggap kurang ajar atau apapun itu. Laras tidak peduli.
"Kutekankan mas, sampai kapanpun aku nggak akan pernah membunuh janin tak berdosa ini. Dia harus tumbuh dan kamu sebagai manusia tidak memiliki hak untuk melenyapkannya."
Laras berucap dengan wajah memerah kedua tangannya mengepal kuat ingin sekali menghadiahi laki laki di depannya ini dengan tinjauan keras namun ia sadar tenaga perempuan tak bisa menandingi laki-laki.
"Oh silahkan saja, namun ingat jangan pernah menyusahkanku karena anak itu. Ini terakhir kali kita bertemu dan jangan pernah menemuiku lagi."
Kalimat dengan nada dingin David sukses membuat Laras memalingkan wajah, sekuat tenaga perempuan itu menahan tangis yang akan kembali pecah. Oh tidak, dia tak akan mengemis pada laki-laki kurang ajar ini. Sesusah apapun hidupnya nanti ia bersumpah tak akan pernah meminta bantuan pada David. Detik ini baginya David sudah mati.
"Jangan khawatir kalau perlu aku akan pergi jauh dari hidupmu."
Senyum miring menghiasi bibir David sebelum laki-laki itu berlalu meninggalkan Laras yang saat ini terduduk lemas di kursi taman. Ya memang ini yang terbaik, dan Laras sangat sadar dengan posisinya. Hah, cinta itu menyakitkan sekaligus memuakkan.
Setelah lima belas menit termenung Laras akhirnya bangkit dari duduknya, wanita itu berjalan dengan gontai menuju tempat dimana sepeda motor miliknya ia parkir.
Jalanan yang ramai membuat suasana hati Laras semakin memburuk, mendung yang menghiasi langit sore pun seakan menggambarkan bagaimana keadaan hati perempuan itu. Remuk, hancur, patah, dan semua kata kata menyakitkan berkumpul dalam dirinya membuat Raras kesulitan hanya untuk sekedar bernafas.
Hidup itu indah, kalau belum indah berarti hidup belum berakhir. Begitu lah motto hidup yang Nayla jalani. Setiap kali ia mengalami kesulitan dalam hidupnya. Ia selalu mengingat motto hidupnya. Ia tahu, ia sangat yakin akan hal itu. Tak pernah ada keraguan sedikitpun dalam hatinya kalau kehidupan seseorang tidak akan berakhir dengan indah. Pasti akan indah. Hanya kedatangannya saja yang membedakan kehidupan dari masing – masing orang. Lama – lama Nayla merasa tidak kuat lagi. Tanpa disadari, ia pun ambruk diatas sofa panjang yang berada di ruang tamu rumahnya. Ia terbaring dalam posisi terlentang. Roti yang dipegangnya pun terjatuh ke lantai. Berikut juga hapenya yang untungnya cuma terjatuh diatas sofa panjangnya. Diam – diam, ditengah keadaan Nayla yang tertidur senyap. Terdapat sosok yang tersenyum saat melihat mangsanya telah tertidur persis seperti apa yang telah ia rencanakan. Sosok itu pelan – pelan mendekat sambil menatap keindahan tubuh Nayla dengan jarak yang begitu dekat. “Beristirahatlah sayang, pasti capek kan bekerja seharian ?” Ucapnya sambil menatap roti yang sedang Nayla pegang. Sosok itu kian mendekat, sosok itu lalu menyentuh dada Nayla untuk pertama kalinya menggunakan kedua tangannya. “Gilaaa kenyel banget… Emang gak ada yang bisa ngalahin susunya akhwat yang baru aja nikah” Ucapnya sambil meremas – remas dada Nayla. “Mmmpphhh” Desah Nayla dalam tidurnya yang mengejutkan sosok itu.
Binar Mentari menikah dengan Barra Atmadja,pria yang sangat berkuasa, namun hidupnya tidak bahagia karena suaminya selalu memandang rendah dirinya. Tiga tahun bersama membuat Binar meninggalkan suaminya dan bercerai darinya karena keberadaannya tak pernah dianggap dan dihina dihadapan semua orang. Binar memilih diam dan pergi. Enam tahun kemudian, Binar kembali ke tanah air dengan dua anak kembar yang cerdas dan menggemaskan, sekarang dia telah menjadi dokter yang berbakat dan terkenal dan banyak pria hebat yang jatuh cinta padanya! Mantan suaminya, Barra, sekarang menyesal dan ingin kembali pada pelukannya. Akankah Binar memaafkan sang mantan? "Mami, Papi memintamu kembali? Apakah Mami masih mencintainya?"
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.
Bianca tumbuh bersama seorang ketua mafia besar dan kejam bernama Emanuel Carlos! Bianca bisa hidup atas belas kasihan Emanuel pada saat itu, padahal seluruh anggota keluarganya dihabisi oleh Emanuel beserta Ayahnya. Akan tetapi Bianca ternyata tumbuh dengan baik dia menjelma menjadi sosok gadis yang sangat cantik dan menggemaskan. Semakin dewasa Bianca justru selalu protes pada Emanuel yang sangat acuh dan tidak pernah mengurusnya, padahal yang Bianca tau Emanuel adalah Papa kandungnya, tapi sikap keras Emanuel tidak pernah berubah walaupun Bianca terus protes dan berusaha merebut perhatian Emanuel. Seiring berjalannya waktu, Bianca justru merasakan perasaan yang tak biasa terhadap Emanuel, apalagi ketika Bianca mengetahui kenyataan pahit jika ternyata dirinya hanyalah seorang putri angkat, perasaan Bianca terhadap Emanuel semakin tidak dapat lagi ditahan. Meskipun Emanuel masih bersikap masa bodo terhadapnya namun Bianca kekeh menginginkan laki-laki bertubuh kekar, berwajah tampan yang biasa dia panggil Papa itu, untuk menjadi miliknya.
Warning!!!!! 21++ Aku datang ke rumah mereka dengan niat yang tersembunyi. Dengan identitas yang kupalsukan, aku menjadi seorang pembantu, hanyalah bayang-bayang di antara kemewahan keluarga Hartanta. Mereka tidak pernah tahu siapa aku sebenarnya, dan itulah kekuatanku. Aku tak peduli dengan hinaan, tak peduli dengan tatapan merendahkan. Yang aku inginkan hanya satu: merebut kembali tahta yang seharusnya menjadi milikku. Devan, suami Talitha, melihatku dengan mata penuh hasrat, tak menyadari bahwa aku adalah ancaman bagi dunianya. Talitha, istri yang begitu anggun, justru menyimpan ketertarikan yang tak pernah kubayangkan. Dan Gavin, adik Devan yang kembali dari luar negeri, menyeretku lebih jauh ke dalam pusaran ini dengan cinta dan gairah yang akhirnya membuatku mengandung anaknya. Tapi semua ini bukan karena cinta, bukan karena nafsu. Ini tentang kekuasaan. Tentang balas dendam. Aku relakan tubuhku untuk mendapatkan kembali apa yang telah diambil dariku. Mereka mengira aku lemah, mengira aku hanya bagian dari permainan mereka, tapi mereka salah. Akulah yang mengendalikan permainan ini. Namun, semakin aku terjebak dalam tipu daya ini, satu pertanyaan terus menghantui: Setelah semua ini-setelah aku mencapai tahta-apakah aku masih memiliki diriku sendiri? Atau semuanya akan hancur bersama rahasia yang kubawa?
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Aku, Rina, seorang wanita 30 Tahun yang berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja di kapal pesiar, meninggalkanku untuk sementara tinggal bersama kakakku dan keponakanku, Aldi, yang telah tumbuh menjadi remaja 17 tahun. Kehadiranku di rumah kakakku awalnya membawa harapan untuk menemukan ketenangan, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui setiap langkahku. Aldi, keponakanku yang dulu polos, kini memiliki perasaan yang lebih dari sekadar hubungan keluarga. Perasaan itu berkembang menjadi pelampiasan hasrat yang memaksaku dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Di antara rasa bersalah dan penyesalan, aku terjebak dalam perang batin yang terus mencengkeramku. Bayang-bayang kenikmatan dan dosa menghantui setiap malam, membuatku bertanya-tanya bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan beban ini. Kakakku, yang tidak menyadari apa yang terjadi di balik pintu tertutup, tetap percaya bahwa segala sesuatu berjalan baik di rumahnya. Kepercayaannya yang besar terhadap Aldi dan cintanya padaku membuatnya buta terhadap konflik dan ketegangan yang sebenarnya terjadi. Setiap kali dia pergi, meninggalkan aku dan Aldi sendirian, ketakutan dan kebingungan semakin menguasai diriku. Di tengah ketegangan ini, aku mencoba berbicara dengan Aldi, berharap bisa menghentikan siklus yang mengerikan ini. Namun, perasaan bingung dan nafsu yang tak terkendali membuat Aldi semakin sulit dikendalikan. Setiap malam adalah perjuangan untuk tetap kuat dan mempertahankan batasan yang semakin tipis. Kisah ini adalah tentang perjuanganku mencari ketenangan di tengah badai emosi dan cinta terlarang. Dalam setiap langkahku, aku berusaha menemukan jalan keluar dari jerat yang mencengkeram hatiku. Akankah aku berhasil menghentikan pelampiasan keponakanku dan kembali menemukan kedamaian dalam hidupku? Atau akankah aku terus terjebak dalam bayang-bayang kesepian dan penyesalan yang tak kunjung usai?