/0/6030/coverbig.jpg?v=e7964c940b9a30f19f7aef8a42f2e32c)
'Tidak adakah kematian yang lebih menyaktikan dibandingkan ini?!'
Ayah... ibu... maafkan.. aku, tidak! Aku tidak ingin mati!! Siapa saja tolong aku! Tuhan... aku, ingin tetap hidup..'
Dengan pandangan yang mulai buram serta kesaradan yang mulai menghilang, Niel hanya mampu mengingat hal terakhir yang paling membuatnya bahagia. Ia terus berucap jika dirinya tidak ingin mati, bayangan ayah, ibu dan saudara-saudarinya terlintas. Begitu pula teman-teman yang telah lama menemaninya, namun ia juga tak bisa menentang takdir.
Niel Astankova, seorang siswa Sma yang sedikit tomboy itu meninggal di usia sangat muda akibat bukan ulahnya sendiri, harus berusaha mengubah hal-hal yang akan menentukan dirinya bisa di selamatkan dan kembali ke kehidupannya sebelum kematian atau tidak. Harus merasakan berbagai cara kematian yang beragam dari yang benar-benar menyedihkan hingga tidak bisa terlintas di pikiran saking konyolnya. Belum lagi berbagai misi yang harus ia selesaikan untuk mengisi sebuah tabung yang memerlukan nilai-nilai yang akan ia kumpulkan nantinya guna kembali ke kehidupannya yang tenang. Mampukah Niel melakukan misi yang harus ia jalani nantinya?
'Tidak adakah kematian yang lebih menyedihkan daripada ini?!'
***
Senin siang, pukul 15.00
Suara kendaraan berlalu-lalang di sebuah jalan metropolitan penghubung antar kota, juga merupakan sebuah kawasan elite di mana letak sekolah Libri Stary di bangun.
Para siswa tingkat akhir terlihat telah meninggalkan gedung sekolah, entah yang pulang dengan sepeds atau hanya berjalan kaki semata. Kota G memang masyarakatnya lebih banyak menggunakan sepeda dan juga angkutan umum di bandingkan mobil pribadi ataupun motor, itulah sebabnya tempat ini menjadi sebuah kota yang asri dan bebas dari polusi udara berlebih.
"Hoshh.. hoshh! Niel! Tunggu!!"
Seorang remaja dengan masih mengenakan seragam khas dari sekolah Libri Stary atau yang biasa di singkat dengan Libstar itu terlihat berlari dengan nafas yang tersengal, dadanya naik turun berusaha menetralkan nafas yang berlomba-lomba untuk mengisi paru-parunya. Sedangkan sang empu nama hanya berjalan santai sambil menikmati makanannya yang ada di tangan.
"Cepatlah Ab, atau kau akan ku tinggal." Gumam Niel yang tak menghiraukan jalanan dan masih mengunyah makanannya.
"Jalanmu terlalu cepat! Sudah ku bilang untuk menungguku.. hoshh... di depan pagar bukan," ucap pemuda yang di panggil Ab tersebut dengan nafas yang tersengal.
'Grepp!'
Sebuah tangan meraih pergelangan tangannya yang ia masukan kedalam saku jaketnya, perempuan yang baru saja menghadiri upacara penerimaan siswa baru itu mengernyitkan dahinya. Seragam putih dengan rok di atas paha berwarna abu-abu itu begitu kontras dengan cara jalannya yang tak jauh berbeda dari preman pasar yang biasa meminta setoran kepada para pedagang. Wajahnya tertekuk tanda tak suka tepat di atas jebra cross, Abraham berhasil meraih lengannya dan menghentikan langkah sang teman kecil dan berbalik mendengarkannya. Tak perduli jika mereka tengah berada tepat di atas zebra cross yang begitu rawan akan bahaya.
"Kau ini, bla bla bla bla..."
Niel hanya bisa menjilati jemarinya tanpa mendengarkan ocehan pemuda pirang tersebut, ia memilih untuk menatap sekitar.
Tak jauh dari tempat di mana mereka bertengkar, sebuah lampu lalu lintas khusus pejalan kaki mulai berubah warna menjadi kuning lalu beransur memerah. Niel dan Abraham masih berada di sana sebelum dari arah kanan tepat membelakangi Abraham, sebuah mobil kontrainer melintas dengan kecepatan penuh berulang kali membunyikan klakson mobilnya. Namun kedua anak itu tidak juga menyingkir dari tempat itu, keadaan sekitar yang mulai sepi juga mendukung calon pelaku untuk menjadi pelaku tabrak lari.
Tapi berbeda dengan Niel,
"Kau harus ingat nanti jika pulang untuk,-"
'brukk!!'
Sebuah tangan mendorong tubuh sang pemuda menjauh, membuat tubuh pemilik surai pirang tersebut menghantam pembatas jalanan dan sukses pantatnya mencium jejeran rapi batu bata yang mengisi jalanan tersebut.
"Niel!! Kau ini, di saat seperti ini masih sempat-sempat... nya, bercanda.."
Suaranya terhenti di tenggorokan, matanya sukses membola dengan apa yang ada di hadapannya kini. Begitu cepat hingga otaknya tak mampu mengolah kejadian yang ia lihat di depan matanya sendiri, bahkan posisinya belumlah berpindah dari ubin jalanan.
Tepat di hadapannya, tubuh perempuan yang tadinya ia omeli kini telah terpental jauh beberapa meter di depan. Dengan sebuah truk yang terlihat terus melaju dengan sedikit oleng tanpa henti,
"N-Niel..."
Tubuhnya tak bisa bergerak dengan getaran hebat, air matanya telah terkuras tanpa bisa memastikan keadaan. Abraham berusaha mendekati tubuh Niel yang jauh terpental dari posisi awal, tak ads gerakan di sana.
"Niel.. jangan bercanda, ka-kau bercanda kan?! Benarkan??!!"
Ujung sepatunya berusaha menyentuh tubuh perempuan itu sebelum darah mulai menggenangi sepatunya itu. Terlihat jika seragam putih di sana telah basah akan noda merah nan pekat, dari sana Abraham mulai menyimpulkan meski otaknya menolak untuk itu. Jika Niel Astankova telah meninggal dalam tabrak lari, lebih-lebih itu karena menyelamatkan dirinya.
"NIELL!!!"
***
Manik itu membuka perlahan dengan pandangan yang sedikit mengabur, ia memegangi pelipisnya yang sakit namun sesaat setelahnya tersadar akan apa yang telah ia lewati.
"ughh, apa yang terjadi..-Abraham!?"
Ia lirik sekitar, namun tak ada apapun di sana selain interior merah dengan aksen keemasan. Warna ruangan tersebut berwarna putih dengan barang-barang mewah lainnya menghiasi tiap sudut ruangan terasebut.
"tunggu, ini... di mana?!"
'Cklekk!'
"Tuan Niel, anda sudah bangun? Saya membawakan sarapan," ucap seorang pelayan yang masuk dengan troli makanan sesaat setelah bunyi pintu bergeser itu di buka.
Sang empu nama hanya menjawab sang pelayan dengan kernyitan dahi tak mengerti, ia benar-benar tidak paham dengan apa yang telah terjadi kini. Sebelum seberkas ingatan dari tuan tubuh membuatnya harus memijit pelipisnya kembali karena rasa sakit yang benar-benar tidak nyaman.
'tunggu, apa ini?!'
Seketika yang ia lihat adalah gambaran masalalu dari sang pemilik tubuh yang ternyata telah mati tepat beberapa jam yang lalu setelah ia berpindah tubuh ke tubuh orang ini, namun Niel Astankova masihlah belum mengerti dengan apa yang kini ia alami.
Sebelum sebuah suara membuatnya tersentak dan mencari asal suara tersebut,
'Selamat datang di permainan. Aku Ios, Artifisial intelegent yang akan membantumu untuk menyelesaikan permainan ini.'
Seekor tupai berwarna putih muncl entah dari mana, sebagai seorang normal tentu saja Niel tidak paham atas apa yang terjadi sebelum ia menatap ke sekeliling yang benar-benar terlihat berbeda dari sebelumnya.
Sebuah singgle sofa empuk lalu layar monitor besar yang memperlihatkan dirinya yang tengah di tangisi oleh pemuda berseragam yang paling ia kenal terpapar jelas sejelas-jalasnya di hadapannya. Sontak saja mata itu membola tak percaya akan apa yang telah ia lihat di depan sana,
"Ti-tidak mungkin, aku... sudah mati?!" ucapnya tanpa sadar sebelum menatap sekeliling dan juga tupai terbang yang terlihat begitu serius tak jauh dari tempatnya duduk.
'Apa ini? Apa yang terjadi sebenarnya?!'
Bersambung.
Padahal aku hanya bimbang, aku juga hanyalah manusia biasa yang kekurangan kasih sayang.
"Tolong hisap ASI saya pak, saya tidak kuat lagi!" Pinta Jenara Atmisly kala seragamnya basah karena air susunya keluar. •••• Jenara Atmisly, siswi dengan prestasi tinggi yang memiliki sedikit gangguan karena kelebihan hormon galaktorea. Ia bisa mengeluarkan ASI meski belum menikah apalagi memiliki seorang bayi. Namun dengan ketidaksengajaan yang terjadi di ruang guru, menimbulkan cinta rumit antara dirinya dengan gurunya.
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
Hidup itu indah, kalau belum indah berarti hidup belum berakhir. Begitu lah motto hidup yang Nayla jalani. Setiap kali ia mengalami kesulitan dalam hidupnya. Ia selalu mengingat motto hidupnya. Ia tahu, ia sangat yakin akan hal itu. Tak pernah ada keraguan sedikitpun dalam hatinya kalau kehidupan seseorang tidak akan berakhir dengan indah. Pasti akan indah. Hanya kedatangannya saja yang membedakan kehidupan dari masing – masing orang. Lama – lama Nayla merasa tidak kuat lagi. Tanpa disadari, ia pun ambruk diatas sofa panjang yang berada di ruang tamu rumahnya. Ia terbaring dalam posisi terlentang. Roti yang dipegangnya pun terjatuh ke lantai. Berikut juga hapenya yang untungnya cuma terjatuh diatas sofa panjangnya. Diam – diam, ditengah keadaan Nayla yang tertidur senyap. Terdapat sosok yang tersenyum saat melihat mangsanya telah tertidur persis seperti apa yang telah ia rencanakan. Sosok itu pelan – pelan mendekat sambil menatap keindahan tubuh Nayla dengan jarak yang begitu dekat. “Beristirahatlah sayang, pasti capek kan bekerja seharian ?” Ucapnya sambil menatap roti yang sedang Nayla pegang. Sosok itu kian mendekat, sosok itu lalu menyentuh dada Nayla untuk pertama kalinya menggunakan kedua tangannya. “Gilaaa kenyel banget… Emang gak ada yang bisa ngalahin susunya akhwat yang baru aja nikah” Ucapnya sambil meremas – remas dada Nayla. “Mmmpphhh” Desah Nayla dalam tidurnya yang mengejutkan sosok itu.
Binar Mentari menikah dengan Barra Atmadja,pria yang sangat berkuasa, namun hidupnya tidak bahagia karena suaminya selalu memandang rendah dirinya. Tiga tahun bersama membuat Binar meninggalkan suaminya dan bercerai darinya karena keberadaannya tak pernah dianggap dan dihina dihadapan semua orang. Binar memilih diam dan pergi. Enam tahun kemudian, Binar kembali ke tanah air dengan dua anak kembar yang cerdas dan menggemaskan, sekarang dia telah menjadi dokter yang berbakat dan terkenal dan banyak pria hebat yang jatuh cinta padanya! Mantan suaminya, Barra, sekarang menyesal dan ingin kembali pada pelukannya. Akankah Binar memaafkan sang mantan? "Mami, Papi memintamu kembali? Apakah Mami masih mencintainya?"
WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) Di balik seragam sekolah menengah dan hobinya bermain basket, Julian menyimpan gejolak hasrat yang tak terduga. Ketertarikannya pada Tante Namira, pemilik rental PlayStation yang menjadi tempat pelariannya, bukan lagi sekadar kekaguman. Aura menggoda Tante Namira, dengan lekuk tubuh yang menantang dan tatapan yang menyimpan misteri, selalu berhasil membuat jantung Julian berdebar kencang. Sebuah siang yang sepi di rental PS menjadi titik balik. Permintaan sederhana dari Tante Namira untuk memijat punggung yang pegal membuka gerbang menuju dunia yang selama ini hanya berani dibayangkannya. Sentuhan pertama yang canggung, desahan pelan yang menggelitik, dan aroma tubuh Tante Namira yang memabukkan, semuanya berpadu menjadi ledakan hasrat yang tak tertahankan. Malam itu, batas usia dan norma sosial runtuh dalam sebuah pertemuan intim yang membakar. Namun, petualangan Julian tidak berhenti di sana. Pengalaman pertamanya dengan Tante Namira bagaikan api yang menyulut dahaga akan sensasi terlarang. Seolah alam semesta berkonspirasi, Julian menemukan dirinya terjerat dalam jaring-jaring kenikmatan terlarang dengan sosok-sosok wanita yang jauh lebih dewasa dan memiliki daya pikatnya masing-masing. Mulai dari sentuhan penuh dominasi di ruang kelas, bisikan menggoda di tengah malam, hingga kehangatan ranjang seorang perawat yang merawatnya, Julian menjelajahi setiap tikungan hasrat dengan keberanian yang mencengangkan. Setiap pertemuan adalah babak baru, menguji batas moral dan membuka tabir rahasia tersembunyi di balik sosok-sosok yang selama ini dianggapnya biasa. Ia terombang-ambing antara rasa bersalah dan kenikmatan yang memabukkan, terperangkap dalam pusaran gairah terlarang yang semakin menghanyutkannya. Lalu, bagaimana Julian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan beraninya? Akankah ia terus menari di tepi jurang, mempermainkan api hasrat yang bisa membakarnya kapan saja? Dan rahasia apa saja yang akan terungkap seiring berjalannya petualangan cintanya yang penuh dosa ini?
Sejak kecil Naura tinggal bersama dengan asisten Ayahnya bernama Gilbert Louise Tom, membuat Naura sedari balita sudah memanggilnya "Dady". Naura terus menempel pada laki-laki yang menyandang gelar duda tampan dan kekar berusia 40 tahun. Diusianya yang semakin matang laki-laki itu justru terlihat begitu menggoda bagi Naura.