ok bisa pulang uja
Bukannya menjawab, aku justru berlari memeluknya. Tak kupedulikan apa yang
ah. Ayo m
lakan shower air hangat. Seperti anak kec
sih? Kan bisa neduh dulu di mana gitu," omelnya sambil
terus diam membisu menatap pantu
nata sibuk mengeringkan rambut dengan hairdryer di tangannya, tentu saja samb
Dia komentarin baju ka
ke atas sofa dan kupeluk erat-erat. Lidah
mau memaksaku bercerita. Sosoknya menghilang setelah menerima pa
ue udah pesen soto
anan juga. Dia terbiasa hidup sebatang kara sejak masih remaja.
uahnya. Enak, Ra. Sambeln
ng masih menguarkan ua
ulutnya
epan kami. Sebuah acara reality show yang mengundang tawa, sama sekali
sih? Lo cekco
ggeleng
akin perut lo juga lapar. Selain bubur ay
i aku me
ta berantakan, tetep harus makan. Allah marah loh kala
aian kurang bahan itu. Apa katanya? Dosa? Bah
ol bahuku, melahap makanan berkuah itu ke mulu
has dosa, ya?" Tawa renyah menggema. "Abisnya lo k
Setidaknya itu bisa mengalihkan perhatianku da
en malam ini. Kayaknya gue pulang pagi, deh." Renata menga
h sambil mengamati gadis yan
dua jam. Makin gila
setiap malamnya, sering merasa pinggangku hampir patah. Benar yang dia katakan
kami tanggung. Meskipun Madame Erina selalu membuat peraturan yang ketat terkait
merah delima mewarnai sepasang bibir tipisnya, senada dengan stiletto yang dipakainya.
ue udah bilang ke Madame kalau lo lagi nggak enak badan, amb
putih yang menutupi kaki jenjangku. Nam
adame. As soon as possible gue bakal l
ku sambil men
Y
lien malam ini,
ata. Namun, itu hanya terlihat dua detik s
Toh, uangnya buat gue sendiri, bukan buat elo. Gue tuh lagi pengen beli tas yan
i hal itu, jelas dia berkali-kali menyentuh hidungnya dengan jari. Itu
ya. Kalau udah ngantuk, tidur di kamar. Jangan di sini. Pokok
rak jauh saat tubuhnya hampir menghilang tertelan pintu. A
esar. Meski kami tidak memiliki pertalian darah, dia benar
nyerang. Entah berapa lama aku terlelap, sampai ketukan pintu menge
yang kupakai. Mataku terasa berat dan sedikit memanas. Sepertiny
dari lubang kecil di tengah pintu. Tampak sosok Madame Erina berdiri di sana.
Madame here. Ca
uan, aku bergerak menarik handle pi
kay?" ulangnya s
pannya. Namun, aku terperanjat saat menyadari kalau Madame Erina t
e
sekat di tenggorokan. Rasa sesak memenuhi dada
dip. Cambang tipis yang kemarin menghiasi dagunya, sekarang bersih tak bersisa. Pria i
ungkan kami bertiga. Aku sama sekali tidak ingin melihat wajahnya. Makhluk
seperti semula. Tidak peduli raut keheranan di wajah Mada
ER
r
mbuat tubuhku yang lemas terhempas. Kepalaku terantuk sesuatu. Samar-samar kudeng