i kursi penumpang belakang, tangannya terkepal di pangkuan. Ia menatap ke luar jendela
am
masih ter
andar di sandaran kursi. Ia tampak santai, seolah apa yang terjadi kemarin hanyalah urusan bisni
nan. Raine tidak tahu apakah ia harus bersyukur at
i depan sebuah gerbang tinggi be
anggun, dikelilingi taman yang luas dengan lampu-lampu kecil menerangi jalan setapaknya. Dua ai
aine turun dengan hati-hati. Udaranya terasa l
tika para pelayan yang berjajar di depan pint
atang kemb
ik ke arah Raine.
jas rapi melangkah maju. "Seg
ngguk keci
ayan-kemudian menoleh padanya dengan senyu
a Castello'.
a bukan istri yang sesungguhnya. Ia hanya se
sih," jawa
berjalan masuk, dan Raine tidak p
am, Raine harus men
ung kristal, sementara lantai marmer mengkilap mencerminkan kilau cahaya dari lampu-lampu di
perti dunia
k untuk menoleh ke arahnya. "Kamar utama ada di lanta
tkan kening.
ah tidak mengerti kebingunga
ang. Jadi mereka akan berbagi k
nambahkan dengan nada santai, "Tena
kata-kata itu lebih terasa seperti penghinaan.
Raine hanya menggigit bibirnya
tu panjang dan sepi, tetapi setiap sudutnya terasa begitu hidup dengan kemewahan yang ada di sana
h pintu besar berwarna putih gading, Leon
ya, dan saat melihat isi rua
t luas. Lebih besar d
ra mendominasi ruangan, sementara ada area duduk di sudut ruangan dengan sofa mahal. Lemari besa
mbuka jasnya, dan melemparkannya
g," katanya datar. "
memberitahunya bahwa ia juga tidak ingin berada di sini, b
merasa semakin terasi
ng bukan