dan hujan yang tak kunjung reda seolah menjadi refleksi dari perasaannya. Setiap kali dia keluar rumah, setiap su
tampak kusut, seolah menandakan betapa kacau hidupnya. Wajahnya yang dulu dipenuhi senyuman ceria kini terlihat lelah dan penuh dengan kerut di bawah matanya. Hatinya hancur, tetapi ada sesuatu dal
itu datang dari Dinda, sahabatnya yang sudah mengenalnya sejak kecil, yang selalu ada untuknya di saat-saand
mu tidak sendirian. Aku ada di sini untukmu. Jangan biarkan
inda selalu ada, meskipun jarang bertemu. Hubungan mereka selalu kuat, seperti dua sahabat yang tak terpisahkan oleh waktu atau jarak. Tetapi, ada rasa kesepian yang tetap me
yang tak dikenalnya. Rina ragu sejenak, tetap
ranya terde
ia yang dalam dan tenang terde
i sebuah alarm yang berdering keras. Ada sesuatu yang membuatnya enggan m
g mulai mengalir deras, berusaha menekan semua kenangan yang tak in
h rendah. "Aku tahu ini mungkin terdengar seperti kebodohan, tetapi aku hany
lih Amara dan meninggalkan aku begitu saja, kamu masih bilang peduli?" suaranya mulai bergetar, tetapi dia berusaha untuk te
uatmu merasa seperti ini. Amara... dia hanya bagian dari masa laluku yang tidak bisa aku tinggalkan begitu saja.
membuat pilihanmu. Jangan tarik aku kembali ke dalam hidupmu, ke dalam dunia ya
lebih penuh penyesalan. "Rina, aku minta maaf. Mungkin aku tidak bisa memperbaiki
tidak butuh permintaan maafmu. Aku hanya butuh untuk melanjutkan hidupku tanpa bayang-bayangmu." Ta
ancur begitu saja, kini kembali menghantamnya dengan begitu keras. Rina merasa seperti dia tidak tahu siapa dirinya lagi. Dia kehil
gkit dari rasa sakit ini. Keinginan untuk membuktikan pada dirinya sendiri bahwa dia masih bisa hidup dengan atau t
i cermin sekali lagi, kali ini lebih tegar, lebih kuat. "Aku tidak akan kalah," gumamnya pada diriny
an ini tidak akan mudah, tetapi dia bersumpah untuk menemukan jalan baru yang lebih baik. Semua yang telah terjadi, semua