ri dengan koper di tangannya. Arian, sepe
elap kelabu. Ada mendung yang menciptakan awan hitam dalam jiwanya. Se
apakah tangi
a bersedih
hari ini ia bisa mencoba hidu
abat tangan karena mungkin tak akan ada lagi pertemuan setelah ini?" Nazhar
tak menyambut uluran tangan itu, hanya menatap Naz
nggam kembali jemari tangan dan memilih untuk menggaruk uj
dah terbiasa. B
dia tahu kalau Arian yang telah ia kenal selama delapan belas tahun dan menj
ia berumur 12 tahun, tidak juga saat ini ketika ia s
a telah menjagaku selama ini.
engar normal, tapi entah kenapa rasa sesak di da
sedih di hadapan lelaki yang bah
berjalan menuju SUV
, ia menoleh
termenung. Tempat di mana ia
asih berdiri di sana,
ah yang telah memberiku tempat berteduh dan berlindung selama 18 ta
ung duduk di belakang sopir pribadi Arian. Pria it
a mau mengantarkan aku ke mana-mana. Senang bisa mengenalmu." Nazharin
terhormat karena pernah melayani And
n kosong. Tak ada siapa pun yang memahami bagaima
engan sebutan Nyonya, Ernando. Ak
semua kenangan yang pernah terjadi. Dan meninggalka
akin menjauh. Kakinya berat untuk melangkah, seperti hatinya yang berat untu
larang Nazhari
rtama kali d
telah kehilangan sesuatu yan
api tetap memberikan rasa akrab yang membawanya kembali ke masa lalu. Aroma kayu basah bercampur dengan tanah yang mengering setelah hujan
ni
denting gelas kristal dari ruang makan seperti di rumah tempatnya tinggal selama ini. Yang ada h
. Debu menumpuk di beberapa sudut, perabotan masih sama seperti yang ia ting
a sendi
men tersebut, suara ketukan di p
hari
enuh rasa ingin tahu y
nya, seakan siap melancarkan interogasi. Ia mengenakan long dress longgar dengan corak bunga-bunga yang sudah pudar warn
njutnya, tanpa menunggu jawaban. "
enak sebelum melangkah mend
yang selalu memiliki kebiasaan untuk
. "Kudengar kau sudah bercerai," ujarnya begitu saja, tanpa basa-basi. "Sungguh me
m tipis. Ia sudah
jalani hidup yang le
ngkungan ini tidak seperti di rumah mewah yang penuh dengan pelayan. Kau harus belanja send
is, tetapi setiap katanya m
. "Aku akan mencobanya
harina akan menyerah. "Baiklah. Kita lihat saja nanti," ujarnya sebelum berb
ahu bahwa kepulangannya tidak akan luput dari perhatian, dan ia tahu bahwa Aun
membuatnya berhenti. Perasaan aneh menjalar d
ela di lantai atas sedikit terbuka, dan di baliknya-d
hanya berdiri di sana, sep
sisi tubuh, menahan dorongan untuk segera menut
sebelum pulang kemari, rumah itu kosong. Tida
yang berdi