Charlotte, biasanya pusat perhatian dengan gaunnya yang selalu menawan, malam ini terlihat lesu. Rambutny
ir tak terdengar di antara dentuman musik. Helena dan Diana, dua sahabatnya yang tengah asyik bergosip sambil menye
r sedikit terpaksa. Diana, yang dikenal dengan kecerdasannya dan penampil
ta. Aku... aku harus bekerja," ujarnya, suara tertahan. Kepalanya ia sandarkan ke atas meja, tubuhnya gemeta
. "Sudah kubilang, turuti saja apa yang Papa mu minta untuk mengambil alih perusahaan. Kau yang m
n masa depan yang tak menentu. "Andai saja aku tahu akan berakhir seperti ini, aku akan langsung menuruti perkataannya," bisiknya,
a mereka kini terasa jauh, tergantikan oleh keheningan yang berat. Helena mengaduk-aduk minuman
paku?" Helena bersuara, suaranya penuh seman
aya menerobos kegelapan. Namun, binar itu cepat mer
bahkan sebelum aku melamar. Dia tidak akan pernah membiarkan aku bekerja di
nunjukkan kebingungan. Mereka sama-sama tak tah
u sendiri? Bukankah dia akan mengizinkanmu?" D
k akan membiarkan putrinya yang 'cantik' ini bekerja di perusahaannya, apalagi harus memulai dari bawah. Dia tidak mau
si yang rumit ini. "Jadi, sebenarnya apa yang Pap
rah lampu disko yang berkedip-kedip. Dia menggeleng
an yang sunyi dan hampa. Tiba-tiba, Helena memperhatikan sesuatu. Di bagian depan gaun Charlotte, sebuah b
sih mengalun, "Bocor... ASI-mu bocor. Cepat pergi dan pompa ASI-mu." Ia menunjuk
s merasakan ini?!" suaranya meninggi sedikit, meliputi kekecewaan dan penderitaan yang terpend
engan kelebihan hormon yang membuat tubuhnya terus menerus memproduksi ASI. Kejadian ini, baginya, adalah sebuah beban yang menyakitkan-sebuah penanda dari s
Diana. "Diana," suara Helena lebih cerah, sebuah ide baru muncul, "B
Ah, benar juga! Kenapa aku tidak terpikirkan sebelumnya?" Seutas seny
ng ia pendam. Hari itu terasa begitu berat, seakan beban dunia dipikulnya sendirian.
g mengikutinya dari belakang. Bayangan mereka membuntuti, langkah kaki mereka pelan na
uah tangan menutup mulut dan hidungnya kuat-kuat, menghalangi teriakan yang hendak keluar. Tubu
kedua pria itu, namun kekuatan mereka jauh lebih besar. Cengkeraman mereka terasa seperti besi, men
ra musik dan obrolan riuh terdengar samar, seperti dari dunia lain. Bau alkohol
n suara benturan yang nyaring. Pintu dibanting keras, dan kunci berderit saat pintu terkunci dari luar. Kegelapan dan kesunyian langsung
kepanikan. Ia mencoba memutar kenop pintu, mendorongnya dengan sekuat tenaga, namun sia-si
ebih mengerikan lagi, ia merasa ada seseorang yang sedang memperhatikannya dari kegela
yang merembes dari celah pintu, ia melihat siluet seorang pria yang cukup tegap. Tubuhnya tega
. Namun, ketakutan itu sulit diredam. Ia hanya bisa berdoa dalam hati, suaranya lirih, hampir tak terdengar: "Ku harap, Hel
untur, dan aroma alkohol menyengat tercium dari tubuh mereka. Mereka terkapar di tengah tumpukan gelas kosong dan sisa-sisa makanan ringan, korban dari pesta minuman keras yang terlalu berlebihan. Waja
ita yang tak berdaya itu dengan tatapan menilai. Dua orang anak buahnya, yang terlihat seperti preman dengan raut wajah sangar, mendekati Helena dan Diana. Mereka mengan