mengganjal di dadanya, seperti firasat buruk yang tak bisa dijelaskan. Bahkan sejak dalam perjalanan
mendapati pintu kamar sedikit terbuka. Langkahnya terhenti sejenak. Ia mendengarkan. Detak jantung
neh. Ferdy menahan napas, merasakan sebe
R
dobrak pintu dengan kasar, men
ggema, parau, penuh kemarahan dan ketidakpercaya
rtangkap basah melakukan sesuatu yang tak seharusnya. Tangannya gemetar, meremas u
n dulu?" Suaranya nyaris tak terdengar. Wajahnya tak
icko-terduduk kaku. Matanya melebar, tangannya mengepal di atas sel
hnya pias. Kekhawatiran jelas terpancar di matanya, tapi
a. Rahangnya mengeras, tatapannya menajam, mengun
a di kamar kita, Tania?! JAWAB!" suara Ferdy mel
endak menenangkannya. "Mas Ferdy, dengar dulu... Ini n
ku kira? Jadi, apa yang sebenarnya terjadi, Tania?" suaranya
minya dengan sorot memohon. Namun air
t bicara. Aku merasa... kesepian," ujarnya dengan sua
a di kamar kita? Di atas tempat tidur? DALAM KEADAAN SAMA-SAMA BUGIL
pernah ada buat istrimu! Aku butuh seseorang yang bisa dengerin aku tanpa me
amar kita?" Ferdy mengarahkan pandangan menusu
icko dengan suara rendah, menunduk dalam ketaku
ahan diri lagi. Ta
L
at tubuh pria itu terdorong ke belakang. Tangannya ref
a penuh gemuruh kemarahan. "LU PIKIR
dy dengan kedua tangannya yang mungil. "MAS FER
dicintainya. "Aku keterlaluan? Tania, kamu yang bawa pria lain ke kamar
angkah, dadan
rdiri perlahan, mengenakan pakain dengan t
af, Mas Ferdy,"
sini, BANGSAAAAT!" teriaknya, memuntahkan seluruh amarah
uru pergi. Ferdy menatap Tania penuh a
n langkah berat, Ferdy keluar, menutup pintu dengan hentak
pasti Nazwa dan Rayhan belum pulang dari rumah
sejak lama menjadi tempat pelariannya. Angin sore menyapu wajahnya. Langit berubah warna-sembur
il itu. Cerewet soal gorden, ribut sendiri memilih warna cat yang katanya har
-cadel, gemetar, tapi menggetarkan seluruh jiwaku. Tania men
an Tania, di sebelahku-lelah, tapi penuh bahagia. Lima tahun... ya Tuhan, lima
kerjaan, pakaian, bahkan tempat tinggal. Aku ajari dia mengenal Tuhan, aku ken
irih. Ferdy memejamkan mata, membiarkan angin membelai wajahnya
n jawaban. Mungkin ketenangan. Atau mungkin ha
embawanya pergi, seperti waktu yang tak bisa ia genggam. Udara malam mulai turun. Da
ng semakin tak karuan. Setiap detik terasa begitu berat, dan kesepian semakin
dalamnya telah pergi, meninggalkan kesepian yang menggerogoti setiap sudutnya. Langkahn
n menjadi. Begitu pintu kamar terbuka, hatinya langsung mencelos, terhemp
i Tania juga raib, bersama semua surat-suratnya. Semuanya menghilang, seolah tak pernah ada. Ruangan ini kini
rapan yang sempat ada, hancur seketika. Ia berharap menemukan sesuatu-apa p
tergeletak begitu saja, seperti sebuah pesan yang sengaja ditinggalkan
rasa begitu berat, seolah beban dunia ada di dalamnya. Ferdy memRAYHAN BUKAN ANAKMU, KAMU L
gannya bergetar hebat, tubuhnya terasa hampa, seolah tak lagi terhubung dengan dunia ini. Napa
ang harus dilakukannya. Pikirannya menolak untuk percaya. Tidak. Ini tidak mungkin. Ia tidak bisa menerima kenyataan ini. Tapi hatin
siknya pelan, suaranya hampir teng
g mengguncang tubuhnya. Namun tak ada yang bisa ia lakukan. Tubuhnya terg
ka yang entah kemana. Ia juga tidak terlalu merespon kedua orang tuanya, yang dulu memaksanya menikahi Tania.
g tidak akan lagi ikut campur urusan
ana perjodohan mereka untuk kedua adiknya. Ferdy merasa dirinya telah menjadi tumbal atau perisai untuk masa
iknya bahagia dengan pili
lanjutkan hidup. Setiap langkah terasa menyiksa, seola
ang menganga di dalam hati dan tak kunjung sembuh. Hari demi hari te
lain terus melangkah... walau tertatih, w
*
ni. Seru menegangkan, bikin panas dingin dan tak ten
*