pastel dan kacamata hitam besar. "Kita tahu lo lagi sendir
, Tan. Kita gak lama kok. K
get ya. Hari ini aku bener-bener gak bisa. La
udah lama kita gak 'ngasah magnet brondong'. Inget gak waktu kita ke coffee shop
normal. "Gue inget. Tapi serius, hari ini gue pengen
alau gitu kita gak maksa. Tapi janga
ipitkan mata. "Hmm... jangan-ja
jut. "Lah, emangnya g
time lo harus ikut. Kalo enggak, gue bo
rena gagal menyeret Tania keluar rumah. Setelah berpamitan
ak. Tubuhnya terasa lelah dalam sekejap. Ia
gi," kata
edikit, memperlihatkan waja
itu?" b
u," jawab Tania
u mengenakan sepatunya, dan melangkah
rsuara, datar tapi menusuk: "Lain kali, kalau mau
canda. Hanya tatapan yang menyerah pada
ar dengan bau kopi dingin dari cup yang tergeletak di cupholder. Widia fokus menyeti
gir sendiri kayak nemu dosa masa lalu," tan
njang. "Lu lihat gak tadi di dekat kursi tamu? Ada sepat
gkin itu sepatunya Kang Ledeng atau orang PLN. R
"No no no, Wid. Gue hafal banget itu. Itu sepatu Ricko. Gue p
Tasya. "Ricko? Emang siapa
lis, gaya bicarany
tem hebat, katanya Ferdy mukul dia sampe KO. Abis itu malah jadi akrab, kayak dianggkat adik g
saran. "Preman? Yang kaya
ekar tapi urakan. Gaya ngomongnya males-malesan, tapi senyu
ulai bercampur khawatir. "Hmm... l
u lah. Diam-diam menghanyutkan. Mantan-mantannya aja, rata-rata preman semua. Mungkin dia p
Ia tahu Tania bukan tipe sembarangan, tapi... perasa
kan bayang-bayang kecurigaan yang
mau beli sesuatu," kata Tasya tiba-tiba samb
ng ditunjuk. "Lah, tadi bilang ke
at, matanya tajam mengamati
angkah masuk ke dalam minimarket, Tasya tiba-tiba menar
parkir. Yang jaketnya bele
ot mata tajam dan jambang tipis berdiri santai di pinggir trotoar. Jaket jeans tua ya
Widia, setengah kag
ari pria itu. "Katanya sih preman ini keturunan Arab. Tapi
kat alis. "Ha
ja ke sini. Bukan karena butuh belanjaan, tapi karena si Nizar itu. Ya... begit
utnya. "Jadi lu ngajak gue ke sin
ut Tasya sambil meraih satu botol minuman ringan dari rak. "Tania tuh modelnya suka cowok-cowok
arik. Ada aura liar yang membius, tapi juga
ar itu emang punya daya tarik sen
di... ya begitulah. Si Nizar dulu sempat ditawarin kerja bareng sa
at. Preman adik-adikan suaminya, disikat. Jangan-jangan anak-anak yang sering kump
a keliatanya susah dijinakin. Liar bange
a buat Tania, hehehe." Widi
sik-bisik dan praduga yang makin mengental. Sorotan mata Tasya tak lepas dari bayan
gede banget, Sya!" bisik Widia
*
ayu panggang menguar di udara. Di depannya, Aldo, rekan bisnis sekaligus sahabat
e Bandungnya?" t
tahu sendirkan gimana dia. Nyuruhnya gue beran
gue seneng, Fer, gue mau curhat dikit," ucap
irih. "Tapi akhir-akhir ini, istri gue kayak beda. Dan... di
akin? Jangan cuma karena rasa curiga, terus lu jadi mi
hape dia atau nyari-nyari bukti. Tapi
bih baik lu konfirmasi baik-baik. Jangan langsung nuduh. Kadang istri kita bisa jadi
matanya tetap kosong, pikira
n. Suasana pun berubah jadi lebih hidup. Canda tawa mulai mengisi meja, diseli
nelpon gue," kata Raka. "Dia bilang desain lu
. Mudah-mudahan cocok sama konsep natural-industrial yang mere
a," timpal Dimas sambil mengangkat gelasnya. "Nasibnya aja belum ketemu ya
ir ringan tanpa be
gan tangannya, lalu berdiri samb
n jam dua. Katanya sih rewel banget soal detai
" sahut Ferdy, menjabat t
itu mereka bertiga kembali larut dalam obrolan, kali ini dengan nada yang lebih sa
u bangun vila di
rumah tangga gue bisa tenang dulu," jawab Al
abatnya. "Pelan-pelan aja. Jangan biar
na akrab. Ferdy merapikan kemeja, lalu men
udah jalan duluan," ucap F
y, kapan-kapan ajak gue
makasih, Fer. Lu udah d
tu-satu sebelum melangkah keluar dari café. Sinar
*