nikahan N
ota Jakart
. "Menikah? Di usia 20? Serius?" gumamnya dengan nada tidak percaya.
eksklusif di kota. "Kalau rudalku berdiri malam ini, itu artinya aku masih normal. Aku gak
leh manajer club. "Room VIP, sekarang,"
dengar samar. Tak butuh waktu lama, lima wanita berpakaian minim masuk, masing-masing membawa pesona yang berbeda
ada satu wanita yang paling cantik, paling seksi, den
am ini," katanya pela
n sesuatu bahwa dirinya masih 'berfungsi', bahwa ia masih bisa memilih jalanny
puan secantik itu menempel padanya, rudalnya tetap tak menunjukka
g salah
ya yang kini sudah begitu dekat, aroma parfumnya menguar
jemarinya menjelajah naik ke bahunya, lalu turun ke pinggang, merasak
gairah. Tangannya pun mulai menjelajah lebih jauh, memegang payudara wani
tidak den
k bergeming, seperti mati rasa. Padahal otaknya mencoba meyakink
nya tak ma
enatap wanita itu sejenak bukan karena tidak tertarik, t
ntuhan kulit hangat, dia merasa lebih telanjang dari sebe
ku," ucapny
e hotel bintang lima yang biasa jadi tempat pelariannya dahulu sebelum kecelakaan. Sesampainya di sana,
dan kemejanya lalu melempar ke sofa. Ia berjalan dengan te
ur malam ini?" tanyanya datar, tapi ada ge
h itu jatuh ke lantai, menyisakan tubuh indah yang sempurna, seperti pahat
itu akhirnya bertanya dengan suara l
lu buru-buru menggeleng. "Enggak... engg
wajah Niko dengan tatapan penuh pengertian. Tapi justru i
. Bareng aja. Bukan ap
ka pun terbaring dalam diam. Tapi di dal
hkan dalam situasi seperti ini pun, tubuhnya tetap meno
ahwa semua ini hanyalah tekanan sementara. Ia naik ke atas tubuh wanita itu, mencium leherny
alah satu putingnya, berharap sentuhan dan rasa itu bisa membangkitkan rudalnya yang membandel.
, sia
ya berat, bukan karena lelah secara fisik, tapi karena kel
ngkah ke kamar mandi, membuka pintu, dan menyalakan shower. Air dingin me
terdengar suara lembut da
au... aku t
suara Niko, pel
. aku sen
a itu
in, matanya terpejam. Malam ini bukan hanya tentang rudal yang gagal berdiri. Ini tenta
semarak. Spanduk bertuliskan "Jalan Sehat Bersama & Festival Seni Tradis
a di sampingnya, memakai kemeja putih bersih dan celana bahan hi
ia mel
y
Rambutnya diikat sederhana, kulitnya sawo matang, wajahnya tidak mencolok. Tidak
amati den
u?" batinnya b
. Yang kulitnya bening, matanya tajam, tubuhnya nyaris se
Tidak cantik menurut standar orang-orang di
ustru bisa membuatku berga
ko pelan. "Perhatikan baik-
Ayu, diam-diam me
atap cangkir teh yang sudah dingin. Di depannya, Tua
ah tahu latar belakangmu, Ayu. Kami tidak datang untuk menilaimu. Ka
h Niko, yang duduk di sisi lain ruangan. Pria itu tidak
"Maaf, Pak. Saya tidak paham...
ya menata
ng kami minta hanya satu: pertimbangkan. Dia butuh
lagi. Pria itu hanya m
ncoba mera
an beri anakku status janda, tapi tak pernah merasa jadi istri. Kenapa anakku terus dikelil
git bibir, dan menye
hari ke
s. Bayangan dirinya tampak sempurna, tapi h
menuju pemulihan. Bukan cinta. Bukan
ada pesta besar. Hanya akad kecil di pendopo tua,
ucapkan, Ayu menunduk pelan,
o... hanya me
esai. Tapi hatin
pert
kain panjang dan selendang. Rambutnya
ggantungkan jasnya, l
a detik
ahu ini aneh buat Mas Niko. Saya j
natap d
rena harus, buka
engan
bisa mulai dari s
o d
mendengar Ayu berbicara seperti itu... ada sedik
diri, membelak
lukan, tanpa sentuhan. Hanya dua orang asing.
ngannya tinggal di Kota. Niko menemani selagi menung
m Pe
rk