brolan Badri dan Hadiat: godaan, tawa, dan bisikan tentang gairah istrinya. Ia menatap ponsel Anisa.
tapi di dalam dada masing‑masing masih bergolak: Pian dibelit curiga dan malu; sementara An
gosip tetap beredar, katanya salah satu dari mereka mandul, atau Pian tak mampu memuaskan istrinya. Pad
dari jauh. Pian tahu siapa istri dan dirinya, dan Anisa pun tahu siapa suaminya dan dirinya. Mereka sali
ia awal dua puluhan, tampak muda dengan kulit bersih, gaya anggun, dan tutur kata lembut. Ia memang peremp
ti bayangan indah yang sulit digapai. Anisa nyaris tak pernah mencerita masa lalunya pada siapapun, termasuk suaminya. Dan Pia
ak Abdul kini tinggal bersama istrinya dekat dengan anak perempuannya di Karawang. Dulu Pak Abdul, Kades di desa ini
tika mereka masih tinggal di kota. Tapi Pian percaya, istrinya tahu batas, tahu diri, dan selalu menjaga keset
rjaan sebagai pelayan toko mainan milik Tante Maya. Mereka malah sering diminta bantuan oleh tetangga yang kesulitan uang. Sesekali me
ana hajat jadi lebih hidup dan berwarna, walau godaan justru semakin hebat. Semua dilakukan dengan senang hati, t
rlalu cantik untuk ukuran perempuan kampung, sementara Pian terlalu sederhana untuk mendampinginya. Tida
aimana bisa, Anisa memilih pria
rdampingan. Tak pernah membalas cemooh, tak juga membanggakan diri. Karena mereka tahu, perbedaan
Kades dan Pak Camat. Tentu saja agar mereka bisa leluasa mendekati Anisa. Wala
embut. Embun belum sepenuhnya menguap ketika aroma
a. Sambil mencuci piring bekas sarapan, ia sesekali menoleh ke arah halaman, tempat matahari menar
alaman. Gerakannya pelan, menyusuri tiap sudut teras
adi makin kinclong gini," sapa Bah Adi, peta
kilas. "Iya, Bah, mumpun
elalak menatap paha mulus Anisa di balik da
atinya juga ya, biar makin kinclong luar dalam.
acam itu-sejenis perhatian lelaki kampung
Kosim, melintas perlahan, sempat-sempatnya d
h-bersih hati nih. Kalau saya daftar, bi
danya, karena mereka tahu, kalau Anisa ada di rumah, pasti sedang sendirian. Pian bahkan dianggap ter
ris setiap hari lewat depan rumah Anisa. "Mbak Anisa nyiram
Pak Guru," jawab Anisa semb
Pak Ilham membalas sambil tertawa. Tapi matanya tidak sedang melihat bunga, fokus pada d
a teriakan lan
ung yuk..." Mbak Isah melambaikan tangan diantara b
senyum dan berucap helo pada bocah-bocah imut y
ayan brengsek tapi suka nongkrong di pematang sawah sam
a belut gak?" ta
ar, panjang dan seger, suka ba
an panjang. Nanti saya bawain
... bol
Nurdin sambil nyengir geli. Anisa hanya menutup mulut menaha
na seperti itu, Dia merasa selalu hidup. Bukan karena menggodanya. Tapi ka
nag dan nyaman, ramah, simple
Anisa duduk berselonjor di lantai dapur setelah selesai merapikan seisi dapur dan h
tap. Anisa menyeka tangan dengan lap dapur, lalu berjalan ke ruang
a pelan, tercek
Rambutnya yang memutih disisir rapi ke samping. Meski tak lagi muda, wibawa khas mantan kepala desa masi
Nis?" sapa Pak Abdul hang
Mas Pian tadi subuh udah ke sawah,
enggak lama kok takut ganggu kamu. Mau ngente
risi makanan khas ala ibu mertuanya
tapi selalu tertata rapi berkat tangan Anisa yang te
ajin olahraga ya?" sapa Anisa d
jangan sampai kaya ibumu yang
dari dulu kesehata
ajin olahraga dan jaga kes
benarnya sih di toko ju
ngkin senam atau lari pagi di sekitaran kampung aja. Kaya Bap
u. Tapi kalau senam harus b
anti Bapak kasih uangnya, terus daftar di sanggar senam
angat dan akrab. Mereka membahas cuaca, hasil
elus kumis dsn janggut pendekanya yang mulai memutih, namun terawat den
*
terdapat adegan dewasa yang eksplisit, tanpa sensor yang memang diperuntuka
an beberapa novel yang lay
ihan Mam
as Para
Menantu
Liar Ist
Birahi Kamp
at Bebas
*

GOOGLE PLAY