ya sudah terbangun sepenuhnya, meskipun rasa kantuk masih menempel seperti lem di kelopak matanya. Ia bergerak dalam diam, menyiapkan sarapan sederhana: nasi g
acak-acakan. "Pagi, Yang," sapanya singkat, suaranya masih berat. Ia tak mencari tatapan mata Maya, tak pula mencoba menge
ang hanya cukup untuk dua piring. Di atas meja, ada beberapa lembar tagihan listrik dan air yang be
ir mau ganti oli total." Ia berbicara tentang pekerjaannya dengan semangat, detail-detail teknis yang Maya sama sekali tak mengerti, dan sejujurnya, tak terlalu peduli. Maya hanya
lana jins yang compang-camping. Jemarinya, yang kemarin malam menyentuh tu
epergian buruh pabrik yang mengejar 'shift'. Maya menghela napas panjang. Ia berdiri di ambang pintu, menatap punggung Tama yang menjauh. Tama memang pria baik. Ia tak pernah kasar, tak pernah main tangan, d
dar. Dindingnya selalu hitam oleh jelaga dan oli, udaranya pengap oleh bau bensin dan knalpot. Di sana, Tama merasa hidup. Ia bisa menghabiskan berja
, lelah, dan terkadang, terlalu fokus pada masalah bengkelnya hingga melupakan hal-hal lain. Misalnya, tumpukan tagi
n, dan raungan knalpot motor dari bengkel Tama yang tak jauh dari rumah mereka. Maya tahu, Tama sedang sibuk. Ia membayangkan Tama yang berkeringat di bawah terik matahari, tangannya belepot
k dan sayur kangkung, dibungkus rapi dalam kotak bekal. Pemandangan di bengkel selalu sama: bebe
ng?" sapa Maya,
ang," katanya, lalu kembali membungkuk memeriksa bagian bawah motor yang sedang di
nti sakit," May
noleh. Ia terus sibuk dengan perkakasnya, seolah kebera
ng kekar, otot-otot lengannya yang terbentuk dari mengangkat mesin, tubuhnya yang selalu diselimuti debu dan oli. Ada pesona tersendir
yantap bekalnya. Ia makan dengan cepat, matanya sesekali melirik motor yan
Tama di sela-sela kunyahannya. "Ada motor ma
embur berarti ia akan
datar. Ia mencoba menye
nnya dan rencananya untuk mencari "penyakit" motor matic itu. "Nan
kecupan, tanpa pelukan, hanya ucapan "Aku balik kerja ya." Maya pun pulang ke rumah yang terasa makin sepi, dengan janji-janji
uk di teras, memandangi bintang-bintang yang mulai bermunculan di langit yang gelap. Ia merasa sangat kesepian, lebih kesepian dari yang per
g menyilaukan mata Maya sejenak. Pintu mobil terbuka, dan seorang pria tinggi, berpakaian rapi,
ngga