, namun kenyataan hidup yang mendesak perlahan mengikis bayangan itu. Masalah ekonomi keluarga mereka semakin te
n sambal, suasana terasa lebih berat dari biasanya. Dana men
ngannya kosong. "Sudah seminggu ini tak ada m
minim dan tagihan listrik yang belum dibayar. "Bagaimana bisa begitu, Mas?
g, yang pakai alat-alat canggih," jawab Dana, nadanya terdengar putus asa. Ia menatap Desi.
ita tidak bisa mencari pinjaman dulu, M
arin saja belum lunas. Mau pinjam ke mana lagi? Bapak da
ringnya, kehilangan selera makan. Selama ini ia selalu mengandalkan Dana. Sekarang,
Desi pelan, akhirnya mengucapkan pikiran y
kejut. "Kerja? Kerja apa, Des? Kamu kan tidak ada pe
epan kompleks," usul Desi, mencoba terlihat yakin. "Daripada k
apek, Des. Tugasmu di rumah sudah banyak. Lagip
i, M
jahnya tetap menunjukkan kekhawatiran. "Aku akan berusaha le
wa mereka benar-benar berada di titik sulit. Desi memang tak punya keahlian khusus. Lulusan SMA tanpa pengalaman kerja, selama ini hidupnya hanya
r. Jemarinya meraba toples beras yang kini nyaris kosong. Kulkas pun hanya menyisakan beberapa butir te
*
yang mulai ramai. Ia berpikir keras. Pekerjaan apa yang bisa ia lakukan
mengangkat barang-barang besar, mungkin perabotan baru. Desi melihat Jaka keluar, berbicara
Kenapa ini belum juga beres? Pembantu rumah tangga yang kemarin belum bisa
atu dengan nada meminta maaf. Jaka meng
ia langsung datang besok," kata Jaka, suaranya terdengar sedikit putus asa. Ia mengusap wajahnya,
. Pembantu rumah tangga? Pikiran itu langsung melintas, cepat dan