it mengusik, namun di sisi lain, menawarkan secercah harapan. Ia melihat lagi tumpukan tagihan di meja
langkah keluar, menuju pagar pembatas antara rumahnya dan rumah Jaka. Ia meliha
sapa Desi, suarang di bibirnya. "Oh, Desi. Ada apa? Maaf kalau
k napas dalam, mengumpulkan keberanian. "Saya... saya tidak
pikiran di benaknya. "Benar. Pembantu saya yang lama sedang ada urusan keluarga, dan
gajukan diri," katanya, suaranya nyaris tak ter
?" tanyanya, ada nada terkejut yang samar dalam suaranya. "Tapi... bukankah Anda punya suami?
an kebutuhan. "Ekonomi kami sedang sulit, Jaka. Bengkel Dana sepi sekali. Saya... saya hanya ingin me
rumahan yang sederhana. Desi merasakan pipinya memanas. Ada sesuatu dalam tatapan Jaka yang membuat Desi merasa telanjang, bukan secara
"Saya menghargai kejujuran Anda. Saya... saya sebenarnya menca
askulin yang samar tercium oleh Desi, aroma yang mew
mantap. "Sanga
, bagaimana kalau kita bicarakan besok pagi? Datang saja ke sini jam
ng, tidak percaya bahwa prosesnya akan
uan," Jaka mengangguk, masih dengan senyum
campur aduk. Ada kelegaan yang luar biasa karena ia mendapatkan kesempatan, namun juga kecemasan yang samar. Tatapan Jaka tadi... itu
atan. Apalagi bekerja di rumah tetangga yang baru dikenal.
emberanikan diri. "Mas, aku mau bicara,
. "Ada apa, Des? Waj
i rumah Jaka," kata Desi, suaranya sedikit
ngeras. "Apa? Desi, apa yang kamu bicarakan? Pekerjaan seperti
puk," Desi mencoba membela diri. "Dia butuh bantuan, dan a
ana, suaranya meninggi. Ia menatap Desi dengan marah. "Ak
mati-matian meyakinkan bahwa ini adalah satu-satunya jalan. Argumentasi itu berlangsung lama, memanas, dan berakhir
ia akan pergi ke rumah Jaka, tidak peduli apa pun yang terjadi. Tekadnya sudah bulat. Pagi itu, ia akan melangkah ke dunia yang sama sekali baru, dunia yang mungkin