img Hilangnya Masa Muda  /  Bab 2 Pagi-pagi sekali | 9.52%
Unduh aplikasi
Riwayat Membaca

Bab 2 Pagi-pagi sekali

Jumlah Kata:2401    |    Dirilis Pada: 18/06/2025

dulu. Selalu ada gelisah yang mengambang, rasa hampa yang membayangi, bahkan dalam mimpi sekalipun. Di sampingnya, Danu masih terlelap. Punggungnya meng

g dulunya ceria, kini terlihat sedikit layu. Lingkar hitam di bawah matanya adalah bukti malam-malam tanpa tidur nyenyak.

a, sudah sibuk di sana, menyiapkan sarapan. Sejak Safira tinggal di sini, Bu Rina sering datang untuk membantu, entah sekadar me

Safira, mencoba

ngat. Wanita paruh baya itu selalu menyiratkan

n masih tidur." Ia mengambil tempat d

engan rambut sedikit acak-acakan dan mata setengah terbuka

engan suara khas anak-an

Safira" dari Raihan adalah obat penawar paling mujarab untuk setiap kesedihan yang ia ra

jawab Raihan sambil m

an semakin lengket saja dengan Safira," ucapnya saat Danu akhi

uduk di kursinya. "Pagi, Bu. Pagi, Raihan." Matanya melirik

. Safira berusaha terlibat dalam percakapan dengan Bu Rina, menceritakan kegiatan hariannya, atau sekadar bertanya resep masakan. Ia merasa

u berpamitan. "Saya

, Nak," uj

ati-hati," t

Danu pun berlalu, pintu depan tertutup

akan pulang ke rumahnya sendiri, menyisakan Safira sendirian dengan para asisten rumah tangga. Safira mencoba mengisi waktunya de

basan jiwanya terenggut. Ia merindukan masa kuliahnya, saat ia bisa bebas berkumpul dengan teman-teman, sibuk dengan tug

yang sama. Perusahaan ayah Safira perlahan bangkit kembali berkat bantuan modal dari keluarga Danu. Danu sendiri tidak pernah menyinggung masalah itu. Ia hanya memberikan

kotak kecil di bawah tempat tidur. Kotak itu terbuat dari kayu, diukir

sti almarhumah istri Danu, ibu kandung Raihan. Ada juga foto Raihan kecil dalam gendongan wanita itu, dan foto kelua

kebahagiaan yang terpancar dari senyum mereka. Safira sadar, ia tidak akan pernah bisa mengisi tem

afira bertanya tentang kotak

otak kenangan, Mama Safira. Isinya foto-foto Mama Nia." Ma

gaimana, sayang?" Saf

i. Mama Nia suka masakin kue. Mama Nia cantik!" Raihan bercerita d

bersaing dengan bayangan masa lalu. Ia tidak bisa memaksa Danu melupakannya. Tapi, ba

u kamar mereka. Semua kenangan itu seolah terkunci rapat di hati Danu, dan mungkin, di dalam kotak kecil Raiha

njungi perpustakaan umum, mencari buku-buku baru, atau bahkan mencoba mengikuti kursus

ih terjaga di ruang keluarga, membaca buku tebal. Danu, yang

ya sedikit lebih lembut dari bi

ingkat, menoleh padanya

atap buku yang dipegang

gguk. "Iya. C

suka s

reka miliki di luar konteks Raihan atau Bu Rina. "Lumayan

. Safira menunggu, bertanya-tanya apa

anu akhirnya, lalu berbalik

rap. Ia kira obrolan mereka akan berlanjut. Tapi ter

t membuat hatinya berdesir. Apakah ada secercah harapan? Atau ini hanya halusinasinya saja? Ia t

apkan sarapan untuk Raihan, dan tanpa sengaja, ia menjatuhkan gela

di meja makan, langsung menole

, langsung berjongkok unt

s. Ia beranjak dari kursinya, mengambil sapu d

uh pecahan kaca terhenti. Danu dengan sigap menyapu

u, tanpa menatap Safira. Ia membuang pecahan kaca

hati. Danu tidak memarahinya, bahkan membantunya. Ini adalah sisi Danu y

brolan ringan. Ia akan menanyakan tentang hari Danu di kantor, atau menawarkan untuk membuatkan kopi. Respons Danu tetap s

gi ke sebuah panti asuhan. "Kita jenguk anak-anak di sana

sa senang bisa melakukan sesuatu yang positif. Mereka menghabiskan waktu di pa

da di ruang keluarga. Ia melihat Safira dan R

, seru?" tanya

a teman baru di sana," j

an, lalu pandangannya beralih

anu. Bu Rina yang men

uslah kalau begitu. K

eberatan. Bahkan, ia terdengar sedikit... sen

Safira tak sengaja mendengar percakapan antara Danu dan Bu Rina di ruang

ira," suara Danu terdengar tegas, nadanya dingin. "Aku hanya me

yang dalam. Ia membeku di tempat, napasnya tertahan. Ia mendengar suara Bu Rina yang membujuk,

ara Danu terdengar jengah. "Aku sudah bilang, hati

a gontai, kembali ke kamarnya. Air mata yang selama ini ia tahan, kini men

k satu orang. Sela

u. Almarhumah istri Danu. Mama Nia. Danu masih mencintai istrinya. Dan it

ksi singkat, semua bantuan kecil, semua obrolan yang sempat membuat hatinya berdebar

ap. Ia terlalu naif. Danu sudah mengatakan sejak awal bahwa ia menikah ka

memunggunginya. Atau setidaknya, ia berpura-pura terlelap. Ia tidak sanggup

ingkat, dan menjaga jarak. Ia tidak ingin lagi terluka. Ia tidak ingin lagi berharap. Ia harus

ira dengan tatapan aneh, seolah bertanya ada apa. Namun, Safira selalu me

sehari-hari, pada buku-buku yang ia baca. Ia berusaha sebisa mungkin tidak b

di antara Safira dan Danu. Ia seringkali mencoba mencairkan suasana, na

masuk rumah sakit. Ayahnya menelepon dengan suara panik.

dang membaca koran di ruang tamu, Dan

au menjenguknya," jawab Safir

dari duduknya

"Tidak perlu. Say

tar saja," ucap Danu, nad

anan ke rumah sakit, keheningan menyelimuti mereka. Safira menat

amar rawat inap ibu Safira. Ibu Safira tampak lemah,

.." Ibu Safira b

ondisi Ibu Safira, dan menawarkan bantuan jika dibutuhkan. Sikapnya

ik, menantu yang bertanggung jawab. Ia tampil sempurna di depan publik.

a, Danu mengajak Safira pulang. "Sudah laru

sangat lelah. Ia menyandarkan kepala

k saja?" suara

ata. "Tidak apa-

" ucap

rena tidak mencintainya? Maaf karena menya

?" tanya S

," jawab Danu,

natap Danu, mencoba membaca ekspresinya. N

t Danu, tanpa menatap Safira. Ia fokus pada jalan

anya. Mendengar Danu mengakui itu, rasanya camp

" Safira tidak melanjutkan kali

kan, Safira. Aku tidak bisa memberimu cintaku. Tapi aku akan berusaha menj

nji untuk dijaga, meskipun tanpa rasa. Ia tahu itu tidak akan mudah. Ia tahu hatinya akan terus

isa terus menjalani, hari demi hari, dalam sangkar emas yang sunyi ini. Masa mudanya memang telah hilang, namun ia harus mencari

Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY