dan Danu. Bukan perubahan yang kasat mata atau langsung terasa, melainkan lebih seperti retakan mikroskopis pada lapisan es tebal yang
terhadap situasi darurat? Ia tidak berani berharap lebih. Pengalaman telah mengajarkannya bahwa harapan hanya akan ber
a. Raihan mulai sering bertanya tentang Safira, tentang masa kecilnya, tentang hal-hal lucu yang pernah ia alami.
an wajah cemberut. "Mama Safira, Raiha
fira berjongkok, men
nya Mama. Mereka punya Mama, Raihan tidak,
ari perbedaan. "Sayang, Raihan punya Mama. Raihan punya Mama Nia di surga, dan Raihan punya Mama Safira
nya dengan pol
memeluk Raihan erat, menahan air mata yang hampir tumpah. Bera
n kejadian itu. Ia berharap Danu akan memberikan pe
man-temannya," Safira memulai, saat
isnya sedikit te
n tidak punya Mama,"
jalan mendekat, duduk di sofa. "L
surga, dan punya Mama Safira di sini.
n antara kekhawatiran dan sesuatu yang Safira tidak bisa definisikan. "Terima kasih, Safira,
n terima kasih tulus itu. Ini adalah pertama kalinya Danu secara ek
engan Raihan, seolah memastikan bahwa Safira memang benar-benar ada untuk putranya. Ada momen-momen ketika Safira melihat Danu
n makan malam bersama Safira dan Raihan. Meskipun percakapan mereka masih didominasi oleh Ra
rnya. Safira yang mendengar tangisan itu langsung bergegas masuk. Ia memeluk Raihan, mene
ya Danu, berjongkok
. Ada monster," rengek Ra
anya. "Tidak ada monster,
dalam keheningan malam, di tengah ketakutan seorang anak kecil. Ada keintiman yang tak t
aihan. "Mama Safira akan temani Raihan t
agian dari keluarga ini, bahkan dalam hal sesederhana menemani Raihan tidur.
tuk pertama kalinya sejak menikah, Safira merasakan sedikit kedamaian. Tidak ada lagi rasa sendirian yang mencekik. A
prioritas. Perlahan, kekakuan Danu pada Safira mulai berkurang. Ia tidak lagi sepenuhnya memunggunginya saat tidur. Kadang, saat Safira t
an hiburan. Ini adalah kejutan, karena biasanya Danu akan menye
Papa?" tanya Raihan
anu singkat, namun ada s
ari di taman hiburan, Danu surprisingly aktif. Ia menemani Raihan naik wahana, bahkan ikut tertawa saat Raihan menjerit kegirangan. Saf
ana yang cukup tinggi. Safira sedikit khawatir
seolah membaca kekhawatiran Safira. Lalu ia menoleh ke
ana itu melaju, membawa mereka berputar dan meluncur. Raihan tertawa, dan Safira pun iku
nyanya, ada sedikit
um. Danu membalas senyumnya, senyu
emarkir mobil di garasi. Safira mengangkat Raihan keluar dari mobil, menggendon
Safira tulus. "Raihan pas
ihan yang terlelap, lalu pandangannya
gguk. "Iya. S
giaan yang tulus, berdua saja, tanpa perantara Rai
rasa bingung. Haruskah ia memberikan kado? Atau cukup ucapan? Ia tahu Danu tidak
ntuan resep dari internet. Ia menghabiskan seharian di dapur, berkuta
enyambutnya. Ia melihat Safira dan Raihan sudah menun
ahun!" seru R
e, lalu ke Safira. "Kamu yang buat?
ikit gugup. "Iya. Sela
biasanya, dan mencapai matanya. Ada kehangat
a," ucapnya tulus. "
asa lebih hidup. Ada tawa, ada canda, terutama dari Raihan. Danu pun terlihat l
keluarga. Safira membersihkan sisa-sisa piring kue.
nya, menyodorkan ko
rkejut. "
menyiapkan ulang tahun saya," jawab Danu
ebuah kalung dengan liontin kecil berbentuk
rima kasih," ucap Safir
ahkan, "Saya tahu kamu suka sejarah. Saya juga punya
ercakapan mereka tentang sejarah. Ini adalah se
rima kasih," jawab Safi
ra, tapi harapan untuk sebuah hubungan yang lebih baik, lebih manusiawi. Hubungan yang didasar
a kewajiban, tapi karena Danu yang kini sesekali mengajaknya. Selama di supermarket, Danu akan bertanya pendapat Safira tenta
mat merek ini atau yang itu?"
u. Kalau yang itu terlalu manis," ja
u. "Baiklah, kita coba
elihat sisi Danu yang berbeda. Sisi yang praktis, yang bertanggung jawab, dan yang perlahan mula
taimu". Ia tahu hati Danu masih milik orang lain. Tetapi, apakah mungkin, seiring berja
nu dan Safira berinteraksi. "Pelan-pelan saja, Nak. Hati itu seperti tanah, p
ingin terburu-buru. Ia tidak ingin mema
. Saat melewati ruang kerja Danu, pintu terbuka sedikit. Safira mendenga
o. Bingkai foto yang belum pernah Safira lihat dipajang di mana pun. Danu mem
bahagia, saling berpelukan. Rasa sakit itu kembali menusuk hati Safira. Danu mas
si, ia merasa iba pada Danu. Ia tahu bagaimana rasanya kehilangan. Di sisi lain, ia merasa cemburu. Ce
akit yang familiar. Ia telah melihat retakan di lapisan es, namun ia juga baru saja menyaksika
i kedua di hati suaminya sendiri? Pertanyaan itu menghantui Safira. Ia tahu ia tidak bisa mem
n cinta? Safira merasa terjebak. Ia telah berjanji untuk bertahan, untuk berad
Ia kembali mengenakan topeng dinginnya, meskipun kini sedikit lebih tipis. Safira pun bersikap
da sedikit perubahan, meskipun ada retakan di permukaan, dasar hati Danu ma
datang. Ia harus menemukan kebahagiaannya sendiri, dengan caranya sendiri.
akan mengembangkan hobinya. Ia akan menjadi pribadi yang utuh, terlepas dari status pernikahannya. Ia akan menjadi ibu yang
a di tengah kehampaan. Masa mudanya memang telah hilang, direnggut oleh sebuah takdir yang tidak ia pilih. Tetapi ia menolak u